Saat ini,&nbsp; Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perlu memberikan perhatian khusus terkait Tata Kelola dan Penyelenggaraan Teknologi Informasi. Hal ini karena terdapat&nbsp;Peraturan Menteri BUMN terbaru,&nbsp;PER-02/MBU/03/2023 Tentang Pedoman Tata Kelola dan Kegiatan Korporasi Signifikan Badan Usaha Milik Negara, yang mewajibkan BUMN untuk melaporkan hasil temuan IT Audit yang dilakukan secara mandiri atau independen berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.&nbsp;Oleh karenanya, pemahaman seputar IT Audit bagi Internal Audit perusahaan dan Organisasi TI perlu ditingkatkan agar dapat membantu perusahaan menentukan dan mengambil tindakan proaktif dalam meningkatkan kontrol internal dan mengelola risiko secara lebih efektif.&nbsp;Pada artikel ini,&nbsp;Altha akan membahas seputar temuan IT Audit yang paling banyak kami temui di lapangan dan rekomendasi solusi serta langkah mitigasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan Anda.&nbsp;&nbsp;<h4 style="text-align:justify;">Top 5 IT Audit Findings in 2021-2022</h4>Berdasarkan pengalaman kami dalam melakukan audit TI pada klien di berbagai industri, kami mengidentifikasi&nbsp;Top&nbsp;5 Temuan Audit TI sesuai dengan statistik temuannya sebagai berikut: &nbsp;<img src="https://lh3.googleusercontent.com/Zp6aWbzP3EMwhrctx8zIZMu06fzCE9zLt3Fye7WAbOLhcgveE0GGO4AWtX6ZVj2nD8UPSQH7bS3LBYvgMNpx7w7wH0iTHRZU4acvYXgYFVi7T1bPWaexImrTS3xNX3N_NmVIDB5gFqp853snJsYIEg">&nbsp;1. Access Control: Kontrol akses yang kurang memadai (30%):&nbsp;Kontrol akses yang kurang memadai dapat menyebabkan adanya risiko keamanan informasi&nbsp; seperti akses yang tidak terotorisasi, adanya perubahan data yang tidak sah,&nbsp; risiko kehilangan data serta penyalah gunaan sistem. Contoh kasus yang sering Altha temui: tidak adanya pemisahan akses untuk personel yang dapat mengakses server dan data&nbsp;development,&nbsp;testing, serta&nbsp;production. &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;&nbsp;2. System Maintenance &amp; Update: Pemeliharaan dan pembaruan sistem yang kurang terstandar (25%):&nbsp;Pemeliharaan dan pembaruan sistem yang kurang terstandar dapat meningkatkan risiko serangan keamanan dan kegagalan sistem. Contoh kasus yang sering Altha temui: tidak lengkap dan terdokumentasinya aktivitas pengujian dan&nbsp;approval go-live terhadap sistem menyebabkan kemungkinan adanya&nbsp;threat pada sistem yang tidak terdeteksi yang dapat mengganggu keamanan dan ketersediaan data di perusahaan. &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;3. Backup &amp; Restore: Penyimpanan cadangan dan pemulihan data yang kurang terstandar(20%):&nbsp;Aktivitas backup dan restore yang kurang terstandar dengan baik menyebabkan adanya kemungkinan seluruh data tidak ter-backup&nbsp;secara sempurna ataupun data yang terbackup tidak dapat di-restore&nbsp;ke dalam server&nbsp;database&nbsp;yang ada sehingga risiko kehilangan data tidak dapat dihindari. Contoh kasus yang sering Altha temui: Tidak dilakukannya aktivitas&nbsp;restoration testing&nbsp;/ pengujian restore sehingga terdapat risiko data&nbsp; yang sudah di-backup gagal&nbsp; di-restore&nbsp;ke server cadangan ketika terjadi kerusakan pada server utama. &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;4. Policy &amp; Procedure: Kebijakan dan prosedur yang tidak lengkap atau sudah lama tidak dimutakhirkan (15%):Kebijakan dan prosedur terkait pengelolaan proses teknologi informasi yang tidak Konsisten, lengkap dan up-to-date dapat menyebabkan kelemahan keamanan dan risiko operasional yang lebih tinggi dikarenakan kurang relevannya point-point standar terhadap perkembangan teknologi informasi yang ada. Contoh kasus yang sering Altha temui: Tidak di-update-nya kebijakan dan prosedur terkait&nbsp;change request&nbsp;padahal telah terjadi perubahan proses. Misalnya: Dahulu pengajuan&nbsp;change request (CR) dilakukan melalui email, namun sekarang sudah berganti melalui&nbsp;form helpdesk. &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;5. Compliance: Ketidakpatuhan terhadap regulasi dan standar praktik terbaik kontrol TI (5%):&nbsp;Ketidakpatuhan terhadap standar keamanan dan regulasi industri yang relevan dapat mengakibatkan sanksi hukum, denda, atau kerugian reputasi. Contoh kasus yang sering ditemui Altha: Tidak terdapat&nbsp;monitoring&nbsp;terhadap kebutuhan kepatuhan pelaporan sesuai dengan UU yang mengatur industri tersebut. Misal, untuk Industri Banking perlu memperhatikan kebutuhan kepatuhan terhadap&nbsp;Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11/POJK.03/2022 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum.&nbsp;<h4 style="text-align:justify;"> Bagaimana menghindari risiko temuan audit tersebut?</h4>Altha memiliki pengalaman teruji di berbagai perusahaan sehingga kami mampu memberikan pemahaman yang relevan dan kompetitif sesuai konteks bisnis.&nbsp;Jika Organisasi TI Anda menghadapi risiko temuan IT Audit seperti di atas, berikut&nbsp;beberapa hal yang dapat dipertimbangkan sebagai upaya mitigasi yang dapat diimplementasikan di organisasi / perusahaan Anda: &nbsp;1. Meningkatkan kontrol akses:<ul><li>Menggunakan autentikasi multi-faktor (MFA)&nbsp;</li><li>Mengelola hak akses berdasarkan prinsip&nbsp;need to have dan&nbsp;must have&nbsp;</li><li>Memantau&nbsp;activity log&nbsp;untuk mendeteksi akses yang tidak sah.</li></ul>2. Melakukan pemeliharaan dan pembaruan sistem secara rutin:<ul><li>Memastikan sistem operasi, perangkat lunak, dan perangkat keras diperbarui dengan patch keamanan terbaru.</li><li>Melakukan pemeliharaan berkala pada infrastruktur TI</li><li>Mengembangkan rencana pemulihan bencana dan bisnis yang efektif.</li></ul>3. Mempersiapkan penyimpanan cadangan dan pemulihan data yang memadai:<ul><li>Menentukan strategi&nbsp;backup&nbsp;dan&nbsp;restore&nbsp;yang sesuai dengan kebutuhan bisnis</li><li>Melakukan&nbsp;backup secara rutin</li><li>Melakukan&nbsp;restoration testing / pengujian&nbsp;restore untuk memastikan data yang terbackup dapat dilakukan&nbsp;restore&nbsp;</li></ul> 4. Meninjau dan memperbarui kebijakan serta prosedur:<ul><li>Menyusun kebijakan dan prosedur yang sesuai dengan&nbsp;best practice</li><li>Melakukan peninjauan berkala atas kebijakan dan prosedur.</li><li>Melakukan pelatihan untuk memastikan pemahaman dan kepatuhan oleh karyawan.</li></ul> 5. Memastikan kepatuhan terhadap standar keamanan dan regulasi:<ul><li>Melakukan audit keamanan internal secara rutin&nbsp;</li><li>Mengadakan pelatihan keamanan bagi karyawan</li><li>Bekerja dengan pihak eksternal untuk membantu dalam menilai dan meningkatkan kepatuhan terhadap standar keamanan.</li></ul>&nbsp;<h4 style="text-align:justify;">IT Audit Training Altha</h4>Sebagai praktisi IT Audit yang berpengalaman, Altha berkomitmen untuk membantu perusahaan anda dalam menyiapkan SDM yang handal dalam melakukan dan mempersiapkan IT Audit melalui layanan pelatihan IT Audit. Solusi pelatihan kami mengkombinasikan pengetahuan &amp; pengalaman praktikal kami di berbagai industri sehingga menjadi lebih relevan &amp; kontekstual dalam implementasinya.Dengan mengikuti&nbsp;training&nbsp;IT Audit kami, diharapkan perusahaan dapat menciptakan SDM yang mumpuni dan dapat memahami secara konteks bagaimana pelaksanaan IT Audit dan dapat secara mandiri melakukan IT Audit sesuai kebutuhan perusahaan.&nbsp;Tertarik dengan Pelatihan atau&nbsp;training IT Audit kami? Kami menawarkan berbagai jenis pelatihan yang dapat disesuaikan kebutuhan klien kami untuk memastikan manfaat terbaik bagi seluruh klien kami.Want to know more about our IT Audit Training? Contact us for details! &nbsp;

Altha akan membahas seputar temuan IT Audit yang paling banyak kami temui di lapangan dan rekomendasi solusi serta langkah mitigasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan Anda.

5 Temuan Audit TI

Top 5 IT Audit Findings 2021-2022

Audit internal merupakan salah satu proses penting bagi suatu perusahaan untuk memastikan ketercapaian tujuan perusahaannya dengan pendekatan yang sistematis dan displin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola perusahaan. Audit internal dengan pendekatan menggunakan ISO merupakan salah satu proses audit yang efektif untuk menambah nilai dan meningkatkan kinerja operasional dari suatu perusahaan. Hal ini menyebabkan proses audit internal menggunakan standar ISO dapat bekerja secara efektif dan diakui di 167 negara pada tahun 2022.&nbsp;<h4>Apa itu Audit Internal?</h4>Audit internal adalah prosedur pengendalian internal perusahaan, termasuk mengevaluasi tata kelola dan proses bisnis perusahaan. Audit ini memastikan kepatuhan perusahaan terhadap undang-undang, serta membantu perusahaan menjaga pelaporan keuangan yang akurat dan tepat waktu. Audit internal juga membantu manajemen perusahaan dalam mencapai efisiensi operasional dengan mengidentifikasi masalah dan memperbaiki penyimpangan sebelum ditemukan dalam audit eksternal.<h4>Apa itu Audit Berbasis ISO?</h4>Internal Organization for Standardization&nbsp;(ISO) adalah pemimpin global dalam mengembangkan standar di seluruh industri untuk menjaga produk dan proses kerja yang aman, efektif, dan berkelanjutan. Banyak standar ISO seperti ISO 27001 dan ISO 9001:2015 yang menawarkan sertifikasi, dimana sertifikasi ini dapat menjadi jaminan atau peningkatan reputasi perusahaan apabila perusahaan tersebut mematuhi standar ISO. Audit berbasis ISO adalah audit yang mengukur kepatuhan perusahaan terhadap salah satu standar yang ditetapkan oleh ISO. Organisasi ISO sendiri adalah organisasi non-pemerintahan yang berbasis di Jenewa, Swiss yang mengembangkan standar dan kerangka kerja kontrol yang memandu praktik terbaik industri di berbagai bidang.&nbsp;<h4>Mengapa Audit Berbasis ISO Penting?</h4>Audit berbasis ISO penting untuk dilakukan karena beberapa alasan, seperti:<ol><li>Audit berbasis ISO dapat membantu manajemen perusahaan mengetahui apakah perusahaan sudah memenuhi persayaratan untuk kepatuhan terhadap ISO,&nbsp;</li><li>Selain itu, audit berbasis ISO membantu manajemen perusahaan mengetahui titik lemah / kekurangan – kekurangan yang terjadi pada proses operasional perusahaan. Proses audit berbasis ISO kemudian dapat dikembangkan menjadi strategi manajemen risiko yang kuat untuk memastikan operasional perusahaan yang maksimal.&nbsp;</li></ol>Standar ISO itu sendiri dapat dibilang sebagai suatu formula yang tepat untuk mendukung proses bisnis perusahaan, seperti pembuatan suatu produk, mengelola sebuah proses, memberikan jasa, ataupun menyediakan&nbsp;(supply) material. Audit dengan pendekatan standar ISO juga dapat menjadi bagian dari fase awal rencana penilaian risiko pada perusahaan, membantu perusahaan dalam mengembangkan sistem baru, dan lainnya.&nbsp;<h4>Apa Saja Jenis dan Tipe Audit Berbasis ISO?</h4>Terdapat empat jenis utama dari Audit Berbasis ISO, yaitu Internal, Eksternal, Sertifikasi, dan Pengawasan. Pemilihan terhadap empat jenis Audit ISO ini dapat berubah tergantung pada kepatuhan dan tujuan sertifikasi, ruang lingkup, skala, dan anggaran perusahaan.<ol><li>Audit Internal Audit Berbasis ISO secara internal dapat dilakukan oleh auditor yang ditunjuk oleh perusahaan itu sendiri. Jika perusahaan ingin memastikan kepatuhan ISO sebagai pedoman jalannya perusahaan, maka audit internal dapat melakukan audit (memastikan) apakah perusahaan sudah benar-benar mengadopsi standar ISO tersebut sebagai model/pedoman dalam praktik proses bisnisnya. &nbsp;</li><li>Audit Eksternal Audit Berbasis ISO secara eksternal dilakukan oleh auditor pihak ketiga untuk menilai kepatuhan perusahaan terhadap standar ISO. Ada beberapa jenis audit eksternal yang dapat dilakukan, salah satunya ‘audit pelanggan dan pemasok’. Pada pelaksanaan ‘audit pelanggan dan pemasok’ banyak standar ISO yang perlu dipatuhi oleh semua pihak, mulai dari manajemen perusahaan, anggota rantai pasokan (supply chain),&nbsp;sampai dengan pelanggan.&nbsp; &nbsp;</li><li>Audit Sertifikasi Audit Berbasis ISO secara sertifikasi dapat dilakukan melalui perusahaan mendaftarkan diri untuk di audit berdasarkan standar sertifikasi ISO. Sertifikat ISO umumnya berlaku selama 1 tahun, setelah itu maka perusahaan akan di audit ulang. Selama 1 tahun perusahaan akan di audit dalam waktu tertentu, ada yang di audit 6 bulan sekali, hal ini sering disebut dengan&nbsp;surveilance audit atau audit berkala.&nbsp; Beberapa jenis sertifikasi ISO seperti ISO 9001 (Quality Management System), ISO 37001 (Sistem Manajemen Anti Penyuapan), ISO/IEC 27001 (Sistem Manajemen Keamanan Informasi), dan lainnya. Perusahaan yang sudah dinyatakan lulus audit sertifikasi, maka harus mempertahankan proses dan kontrol sesuai dengan standar ISO tersebut selama masa berlakunya sertifikasi. &nbsp;</li><li>Audit Pengawasan Setelah perusahaan mencapai sertifikasi ISO, manajemen harus menjadwalkan audit pengawasan dengan lembaga sertifikasi setidaknya sekali per tahun. Audit pengawasan mencakup tinjauan manajemen (langkah yang telah diambil perusahaan untuk mengurangi atau memperbaiki ketidaksesuaian sebelumnya ditinjau oleh audit pengawasan) dan tinjauan tentang bagaimana organisasi menanggapi rekomendasi dari pelaksanaan audit.</li></ol><h4>Checklist&nbsp;Audit Sertifikasi ISO yang harus disiapkan?</h4>Berikut merupakan beberapa proses persiapan yang dapat membantu memaksimalkan proses Audit Sertifikasi ISO:<ol><li>Mengatur Jadwal Audit ISO Menyiapkan jadwal untuk audit secara internal terlebih dahulu merupakan langkah penting untuk menyiapkan perusahaan terhadap audit untuk sertifikasi sesuai standar ISO. Memastikan fleksibilitas waktu untuk menyelesaikan proyek kerja serta penyelesaian masalah yang ada juga penting sebagai persiapan audit sertifikasi ISO. &nbsp;</li><li>Menyusun Daftar Pemeriksaan Audit Penyusunan daftar pemeriksaan audit dapat membantu manajemen perusahaan untuk menyiapkan segala kebutuhan operasional sesuai dengan standar ISO yang dipakai. Hal ini harus dipastikan dengan keseluruhan proses audit sudah sesuai dengan standar yang harus dipatuhi.&nbsp; &nbsp;</li><li>Menentukan Tujuan Audit Sertifikasi ISO dapat memakan waktu, terutama saat dilakukan analisis kesenjangan (gap analysis). Menyadari tujuan perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi ISO dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam jalannya proses audit ISO. &nbsp;</li><li>Menetapkan Tim Audit Internal ISO Perusahaan dapat menetapkan tim yang berisikan gabungan personil dari berbagai divisi/ unit/ fungsi. Personil yang dipilih ini diharapkan mampu melihat dan memantau secara luas proses bisnis perusahaan. Tim Audit Internal yang sudah dibentuk kemudian akan berperan dalam memastikan persiapan dan pelaksanaan audit sertifikasi ISO dapat berjalan secara efektif dan sesuai standar.&nbsp; &nbsp;</li><li>Mencatat Temuan Pencatatan adanya temuan yang tidak sesuai standar ISO pada proses bisnis perusahaan penting untuk mengidentifikasi adanya ketidaksesuaian proses sehingga kemudian dapat ditindaklanjuti dan dihasilkan laporan ringkas atas temuan tersebut. Laporan ringkasan ini nantinya akan berguna sebagai penentu solusi yang tepat untuk penyesuaian proses bisnis agar sesuai dengan standar yang dimiliki oleh ISO.</li></ol><h4>Kesimpulan</h4>Pada akhirnya, audit berbasis ISO dapat membantu perusahaan dalam mengoptimalkan proses bisnis perusahaan, mengoptimalkan kinerja karyawan, meningkatkan kepercayaan pelanggan melalui peningkatan kredibilitas perusahaan, serta memberikan jaminan atas kualitas yang perusahaan tawarkan melalui penerapan standar Internasional (ISO).&nbsp;&nbsp;Altha Consulting sebagai manajemen konsultan berpengalaman menyediakan layanan&nbsp;Business &amp; Risk Advisory, Corporate Training dan&nbsp;IT Audit&nbsp;yang dapat membantu perusahaan menentukan dan mengambil tindakan proaktif dalam meningkatkan kontrol internal dan mengelola risiko secara lebih efektif. Apabila ada pertanyaan silahkan menghubungi kami. &nbsp;

Audit berbasis ISO dapat membantu perusahaan dalam mengoptimalkan proses bisnis perusahaan, mengoptimalkan kinerja karyawan, meningkatkan kepercayaan pelanggan melalui peningkatan kredibilitas perusahaan, serta memberikan jaminan atas kualitas yang perusahaan tawarkan melalui penerapan standar Internasional (ISO).  

Optimalisasi Kredibilitas Perusahaan Melalui Audit Internal berbasis ISO

Audit Internal merupakan salah satu bagian penting yang dapat mendukung keberlanjutan perusahaan. Seringkali ditemukan adanya ketidaksinambungan antara kontrol yang dijalankan dalam proses audit internal dengan risiko yang sebenarnya perusahaan miliki. Hal ini menjadi salah satu yang mendorong perusahaan untuk melakukan proses audit internal dengan pendekatan berbasis risiko.<h4>Apa itu Audit Internal Berbasis Risiko?</h4>Mengutip dari&nbsp;Institute of Internal Auditor, Audit Internal merupakan aktivitas konsultan dan pemeriksaan yang bersifat independen dan objektif yang dirancang untuk menambahkan nilai serta meningkatkan kualitas kegiatan organisasi. Proses ini membantu organisasi untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan pendekatan sistematis dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas dari pengelolaan risiko, control, dan proses tata kelola. Sederhananya, internal audit bertanggung jawab untuk memantau efektivitas proses kontrol internal yang telah ditentukan oleh pihak manajemen.Audit Internal Berbasis Risiko atau&nbsp;Risk-Based Internal Audit (RBIA) merupakan salah satu pendekatan&nbsp; dalam proses audit internal yang utamanya berfokus pada risiko yang dimiliki perusahaan (yang sebelumnya telah diidentifikasi oleh manajemen) kemudian menyesuaikan kontrolnya sesuai dengan tingkat urgensi dari risiko-risiko yang ada. Audit Internal Berbasis Risiko memungkinkan pihak audit internal untuk memberikan kepastian pada manajemen bahwa proses pengelolaan manajemen risiko telah efektif. Pelaksanaan audit internal berbasis risiko ini tentunya bisa berbeda-beda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, tergantung dari kerangka kerja pengelolaan risiko milik masing-masing organisasi. Pengelolaan risiko di dalam organisasi menjadi salah satu faktor penting yang harus ditinjau sebelum melakukan audit internal berbasis risiko karena hal ini dapat menentukan kesiapan suatu organisasi untuk melaksanakan audit internal berbasis risiko.<h4>Keuntungan Audit Internal Berbasis Risiko</h4>Terdapat beberapa keuntungan dengan menggunakan audit internal berbasis risiko dibandingkan dengan menggunakan pendekatan tradisional, yaitu:<ol><li>Pelaksaan audit yang lebih adaptif Penggunaan pendekatan yang konsisten terhadap pengelolaan risiko memungkinkan perusahaan menjadi lebih adaptif dengan perubahan kondisi. Penyesuaian jadwal pelaksanaan audit dengan pengelolaan risiko juga memungkinkan perubahan strategi audit dengan cepat saat ada perubahan tujuan bisnis di organisasi. &nbsp;</li><li>Pelaksanaan audit sebagai alat manajemen risiko Pendekatan audit internal berbasis risiko memungkinkan pihak audit internal dapat mengidentifikasi risiko dengan benar dan memungkinkan manajemen untuk mendefinisikan kontrol internal yang tepat dan mengetahui efektivitas dari kontrol tersebut. &nbsp;</li><li>Pelaksanaan audit lebih efisien dan tepat sasaran Pendekatan audit internal berbasis risiko yang mengacu pada prioritisasi risiko yang dihadapi organisasi memungkinkan alokasi sumber daya lebih efektif dan efisien karena diutamakan pada area risiko dengan prioritas tinggi.</li></ol><h4>Proses Pelaksanaan Audit Internal Berbasis Risiko</h4>Pada umumnya, terdapat 3 tahapan dalam proses pelaksanaan audit internal berbasis risiko, yaitu sebagai berikut:<ol><li>Melakukan penilaian terhadap&nbsp;Risk Maturity Pada tahap awal, penting untuk mengetahui sejauh mana manajemen menentukan, menilai, mengelola dan memantau risiko. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai indikasi dari reliabilitas dari daftar risiko (risk register) untuk tujuan perencanaan pelaksanaan audit. Tahap ini akan menghasilkan strategi audit keseluruhan yang nantinya akan dikomunikasikan kepada pihak manajemen dan Komite Audit. &nbsp;</li><li>Perencanaan audit berkala Pada tahap ini dilakukan identifikasi untuk kegiatan penjaminan (assurance) dan konsultasi (consulting) untuk periode spesifik, contohnya yaitu periode tahunan dengan mengidentifikasi dan melakukan prioritisasi pada semua area cakupan yang membutuhkan jaminan objektif. Pada tahap ini juga dilakukan peninjauan dan identifikasi terhadap proses pengelolaan risiko dan risiko utama, dan pencatatan serta pelaporan risiko. Tahap ini akan menghasilkan keluaran berupa rencana audit. &nbsp;</li><li>Pelaksanaan&nbsp;Individual Audit Tahapan terakhir yaitu menjalankan prosedur audit berbasis risiko untuk memberikan jaminan sebagai salah satu bagian dari kerangka kerja manajemen risiko, termasuk pula mengenai mitigasi risiko individual atau grup. Hasil akhir dari tahap ini yaitu hasil audit yang biasa dituangkan dalam bentuk laporan audit.</li></ol>Pada akhirnya, audit berbasis risiko menempatkan Risk Universe sebagai titik pusat dari pengembangan strategi audit untuk menangani risiko manajemen sesuai tingkat prioritisasinya. Di sepanjang siklus audit, risiko akan ditangani dengan tepat dan dilaporkan dengan akurat untuk memberikan&nbsp;insight kepada&nbsp;top level management sehingga mereka dapat membuat keputusan yang lebih tepat sebagai langkah sontrol berikutnya.Dengan semakin besarnya tekanan bagi organisasi untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko bisnis mereka, memiliki mekanisme kontrol yang efektif tentu menjadi langkah yang paling pasti untuk mengantisipasi dampak yang tidak diinginkan dan memanfaatkan semua peluang untuk mendorong peningkatan berkelanjutan. Di Altha, kami menggunakan perspektif risiko dalam menilai, mengevaluasi, dan menyusun setiap langkah kontrol strategis bagi klien kami. Melalui layanan&nbsp;IT Audit, Business Advisory, dan&nbsp;Corporate Training, kami membantu perusahaan menentukan dan mengambil tindakan proaktif dalam meningkatkan kontrol internal dan mengelola risiko secara lebih efektif.

Audit Internal merupakan aktivitas konsultan dan pemeriksaan yang bersifat independen dan objektif yang dirancang untuk menambahkan nilai serta meningkatkan kualitas kegiatan organisasi

Audit Internal berbasis Risiko: Meningkatkan Kontrol dan Mengelola Risiko secara Paralel

Istilah Industri 4.0 seakan telah menjadi&nbsp;buzzword yang kerap kali digaungkan di media massa, khususnya untuk narasi-narasi yang lekat kaitannya dengan pemerintahan dan pembangunan. Istilah Industri 4.0 erat kaitannya dengan penggunaan istilah revolusi. Hal ini tidak aneh karena mengindikasikan adanya perubahan yang memberikan dampak besar kepada ekosistem dunia dan tatanan kehidupan. Para pengamat dan pakar sepakat bahwa penerapan Industri 4.0 yang berhasil akan meningkatkan perekonomian dan kualitas kehidupan sebuah bangsa.<h4>Mengenal Industri 4.0</h4>Istilah Industri 4.0 dicetuskan pertama kali di Jerman pada tahun 2011 dan mulai diperkenalkan dalam konteks internasional pada tahun 2015. Ciri khas yang menandakan era Industri 4.0 adalah sudah mulai diterapkannya konsep automatisasi yang dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya.&nbsp;Lebih dari itu, saat ini pengambilan ataupun pertukaran data juga dapat dilakukan&nbsp;secara&nbsp;real time melalui jaringan internet. Ini memungkinkan proses produksi dan operasional industri dapat termotorisasi oleh pihak terkait kapan saja dan dimana saja selama terhubung dengan internet.<h4>Teknologi Pendukung Industri 4.0</h4>Salah satu alasan mengapa Industri 4.0 dianggap revolusioner dan merupakan pengembangan dari Industri 3.0 sebelumnya adalah banyaknya inovasi di bidang teknologi yang ditemukan. Beberapa diantaranya adalah:<ol><li>Internet of Things (IoT) Internet of Things (IoT) adalah teknologi yang memungkinkan kita menyambungkan proses komunikasi antara mesin, perangkat, sensor, dan manusia melalui jaringan internet. Sebagai contoh, apabila sebelumnya kita hanya dapat mentransfer uang melalui ATM atau teller bank, saat ini kita dapat melakukan transfer uang dimana saja dan kapan saja selama kita terhubung dengan jaringan internet melalui aplikasi yang ada di dalam&nbsp;gadget. &nbsp;</li><li>Big Data Big data&nbsp;adalah seluruh informasi yang tersimpan di&nbsp;cloud computing.&nbsp;Big data analytics dan&nbsp;cloud computing memungkinkan pencegahan atau peningkatan produktivitas dan kualitas suatu produk berdasarkan data yang terekam. Data yang diproses tersebut juga dapat membantu mempertimbangkan adanya masalah yang terlihat dan tidak terlihat di pabrik, seperti kerusakan mesin dan komponen. &nbsp;</li><li>3D Printing 3D Printing merupakan proses pembuatan objek tiga dimensi dari sebuah model CAD (computer-aided design). 3D Printing memungkinkan benda dicetak sama persis dengan&nbsp;soft file-nya, tidak hanya sebatas gambar di atas kertas. Hasil dari 3D Printing dapat dimanfaatkan untuk mencetak prototipe (model) sebelum kemudian diproduksi secara masal. &nbsp;</li><li>Artificial Intelligence Artificial Intelligence (AI) merupakan sistem komputer yang dapat meniru cara berpikir manusia dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan. Penerapan AI di industri manufaktur memungkinkan proses produksi dan operasional berjalan lebih efektif dan efisien daripada dikerjakan menggunakan tenaga manusia. AI dapat diterapkan pada beberapa pekerjaan di industri manufaktur seperti pemeriksaan kualitas barang, manajemen pabrik,&nbsp;supply chain, dan pengurangan dampak limbah. &nbsp;</li><li>Self-Driving Car Self-driving car adalah konsep transportasi di mana mobil sepenuhnya dikendalikan oleh komputer. Penerapan&nbsp;self-driving car di manufaktur dapat diterapkan pada&nbsp;forklift yang digunakan untuk memindahkan dan menyimpan barang pada gudang dan area pabrik lainnya.</li></ol><h4>Prioritas Penerapan Industri 4.0 di Indonesia</h4>Pemerintah Indonesia saat ini mulai menggarap konsep Revolusi Industri 4.0 secara serius. Melalui Kementerian Perindustrian, pemerintah telah membuat sebuah&nbsp;roadmap&nbsp;berjudul Making Indonesia 4.0.&nbsp;Roadmap ini bertujuan sebagai peta jalan Indonesia dalam menerapkan Industri 4.0 untuk mendukung peningkatan ekonomi, ekspor, konsumsi domestik, serta penyerapan tenaga kerja. Untuk mendukung hal ini, Indonesia akan berfokus pada lima sektor untuk penerapan awal, yaitu:<ol><li>Makanan dan Minuman Pada tahun 2016, sektor makanan dan minuman berkontribusi pada 29 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) manufaktur, 24 persen dari ekspor manufaktur, dan menyerap 33 persen tenaga kerja sektor manufaktur. Potensi sektor ini sangat besar karena didukung oleh pasokan sumber daya pertanian yang memadai dan permintaan domestik yang relatif stabil. &nbsp;</li><li>Tekstil dan Pakaian Pada tahun 2016, sektor tekstil dan pakaian berkontribusi pada 7 persen dari PDB manufaktur, 15 persen dari ekspor manufaktur, dan menyerap 20 persen tenaga kerja sektor manufaktur. Secara historis, sektor ini merupakan kontributor ekspor manufaktur terbesar kedua di Indonesia. &nbsp;</li><li>Otomotif Indonesia saat ini sudah menjadi eksportir otomotif terbesar kedua di wilayah ASEAN. Didukung kekuatan pasar domestik dan investasi dari berbagai perusahaan otomatif terkemuka di dunia, Indonesia menargetkan untuk tumbuh menjadi produsen mobil terbesar di wilayah ini. &nbsp;</li><li>Kimia Industri kimia merupakan dasar dari semua industri manufaktur. Hal ini dikarenakan produknya yang banyak digunakan untuk sektor manufaktur lainnya seperti elektronika, farmasi, dan otomotif. Ke depannya Indonesia ingin memperluas kapasitas dan membangun kemampuannya untuk menjadi eksportir dan produsen bahan kimia spesialis. Hal ini didukung dengan ketersediaan sumber daya alam yang melimpah untuk dapat menghasilkan produk bahan kimia yang berkualitas. &nbsp;</li><li>Elektronik Industri elektronik Indonesia masih berkembang dan bergantung pada impor komponen dan produksi lokal dari pemain-pemain global. Produksi lokal masih terkonsentrasi pada perakitan sederhana dan belum banyak terlibat dalam proses yang bernilai tambah.</li></ol><h4>INDI 4.0 sebagai Indeks Kesiapan Penerapan Industri 4.0</h4>Dalam rangka mendorong transformasi industri ke arah Industri 4.0, Kementrian Perindustrian telah merumuskan sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesiapan industri di Indonesia yang bernama&nbsp;Indonesia Industry 4.0 Readiness Index atau yang disingkat dengan INDI 4.0.INDI 4.0 merupakan sebuah indeks acuan yang digunakan oleh industri dan pemerintah untuk mengukur tingkat kesiapan industri menuju Industri 4.0. Hasil dari pengukuran dengan indeks ini akan dijadikan acuan dalam mengidentifikasi tantangan, menentukan strategi dan sebagai dasar dalam menentukan kebijakan pemerintah untuk mendorong industri bertransformasi menuju Industri 4.0. Selain itu, dengan INDI 4.0 diharapkan adanya standar baku yang berlaku nasional yang dijadikan ukuran untuk menilai kesiapan industri dalam negeri.Dari hasil asesmen awal yang telah dilakukan pada 25 industri besar di Indonesia di tahun 2018 diperoleh hasil bahwa nilai indeks rata-rata berada pada level 2 dimana hal ini menandakan bahwa tingkat kesiapan industri di Indonesia untuk bertransformasi ke Industri 4.0 berada pada tahap “kesiapan sedang”. Di waktu akan yang akan datang akan dilakukan asesmen ke semua industri untuk mengetahui gambaran yang lebih komprehensif terhadap kesiapan industri di seluruh Indonesia.Altha Consulting sebagai manajemen konsultan berpengalaman menyediakan layanan&nbsp;IT advisory&nbsp;yang dapat membantu Anda menilai dan mempersiapkan diri untuk melakukan transformasi menuju Industri 4.0. Layanan yang kami berikan mencakup asesmen, penyusunan rekomendasi, hingga pendampingan kepada industri untuk mendapatkan skor yang dituju.

Ciri khas yang menandakan era Industri 4.0 adalah sudah mulai diterapkannya konsep automatisasi yang dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya

Making Indonesia 4.0: Upaya Indonesia Menuju Sepuluh Besar Ekonomi Dunia

‘Penyelesaian Masalah atau&nbsp;Problem Solving’ merupakan hal penting yang berkaitan dengan kehidupan setiap individu sehari-hari. Idealnya, setiap orang maupun setiap organisasi di berbagai bidang harus memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi serta keputusan yang tepat untuk menghadapi masalah tersebut.<h4>Definisi Penyelesaian Masalah (Problem Solving)</h4>Menurut Marzano, dkk (1988)&nbsp;problem solving adalah salah satu bagian dari proses berpikir yang berupa kemampuan untuk memecahkan persoalan. Girl, dkk (2002) menyatakan bahwa&nbsp;problem solving adalah proses yang melibatkan penerapan pengetahuan dan ketrampilan-ketrampilan untuk mencapai tujuan. Sedangkan menurut Maria Tri Handayani (2021)&nbsp;problem solving adalah salah satu&nbsp;soft skill penting, berupa pengambilan keputusan saat dihadapkan pada berbagai situasi dan masalah yang sulit dan tidak terduga di tempat kerja.&nbsp;Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka istilah&nbsp;problem solving secara umum dapat diartikan sebagai proses untuk menyelesaikan masalah yang ada. Sebagai terjemahan dari istilah&nbsp;problem solving, istilah penyelesaian masalah dalam bahasa Indonesia bermakna ganda yaitu proses menyelesaikan / memecahkan masalah itu sendiri dan hasil dari upaya memecahkan masalah yang dalam bahasa Inggris disebut dengan&nbsp;solution atau solusi (Satya Widya, Vol.28, 2012).<h4>Tujuan dilakukannya Penyelesaian Masalah (Problem Solving)</h4>Pelaksanaan&nbsp;problem solving&nbsp;dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan, sebagai berikut:<ol><li>Meningkatkan awareness terhadap masalah.&nbsp;</li><li>Melatih kemampuan individu/organisasi dalam menghadapi masalah.</li><li>Melatih kemampuan individu/organisasi dalam mengidentifikasi, mengenalisa, dan menentukan prioritas masalah.&nbsp;</li><li>Melatih dan meningkatkan kemampuan individu/organisasi dalam menemukan langkah-langkah terbaik untuk mendapatkan solusi dari sebuah masalah.</li><li>Melatih dan meningkatkan kemampuan individu/organisasi dalam meneliti suatu masalah dari berbagai sudut pandang.</li><li>Melatih individu/organisasi untuk berani mengambil keputusan.</li><li>Meningkatkan pemahaman individu/organisasi pada ‘Key Success Factor’ dan ‘Lesson Learned’ dalam implementasi&nbsp;Problem Solving&nbsp;yang selama ini dilakukan.</li></ol><h4>Siklus Penyelesaian Masalah (Problem Solving Cycle)</h4>Ada berbagai proses / tahapan di dalam&nbsp;problem solving cycle&nbsp;yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah, yaitu:<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/hXiSU4W6MBzX8dKncdGdOpQsdxnkcMMam9VWatG1wSa23TNZqzT0W_f_wZl5ZzUf1e05yMzS8MGb_DPIk2wnz5AP3Se5GOYC6ed1crslReVlPXmqQfOe6yZU1snTDxyO0ZgAEJokTrl_b8QeVQ"></figure>Gambar 1.&nbsp;Problem Solving Cycle&nbsp;<ol><li>Identifying and Selecting Problem (Mendefinisikan dan menentukan masalah yang ada) Tahap pertama di dalam&nbsp;problem solving cycle&nbsp;adalah mendefinisikan masalah yang ada.&nbsp; Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Apakah hal tersebut benar-benar sebuah masalah atau tidak. Tak jarang pada sebuah masalah, individu/organisasi lebih terpaku dengan gejalanya daripada masalah yang sebenarnya.&nbsp; Tahapan identifikasi masalah ini dapat dilakukan menggunakan kegiatan&nbsp;brain-storming. Adapun kemampuan yang diperlukan pada tahap ini adalah mengetahui dan merumuskan masalah secara jelas. Tahap ini merupakan hal yang penting karena individu/organisasi cenderung tidak menyadari masalah utama yang mereka hadapi. Hal ini terkadang dapat berpengaruh pada tahap selanjutnya yang tidak maksimal. &nbsp;</li><li>Analyzing Problem (Menganalisa penyebab masalah) Mendefiniskan masalah bukan berarti hanya melihat isu / masalah yang terlihat, tapi juga menganalisa akar penyebab masalah yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan, banyak hal yang bisa melatarbelakangi dan mempengaruhi munculnya sebuah masalah. Itu sebabnya pada tahapan ini penting untuk melihat masalah dari berbagai perspektif.&nbsp; Suatu masalah sering disebabkan oleh masalah lainnya sehingga terlihat banyak masalah yang menjadi penyebabnya. Padahal sebenarnya hanya ada sedikit akar permasalahan untuk kasus masalah yang kompleks sekalipun.&nbsp;Tahapan analisa penyebab masalah ini dapat dilakukan melalui&nbsp;Root Cause Analysis. &nbsp;</li><li>Generating Potential Solutions (Menyusun daftar solusi yang potensial) Setelah mengetahui akar permasalahan yang terjadi, maka tahapan selanjutnya menyusun dan mengembangkan daftar solusi yang dapat dilakukan. Untuk melakukan hal ini individu/organisasi membutuhkan kemampuan berpikir yang kritis dan logis. Kegiatan&nbsp;brain-storming&nbsp;juga dapat dilakukan untuk mendapatkan masukan dari rekan kerja lain yang berkompeten di bidangnya. Tujuannya adalah menghasilkan berbagai alternatif solusi yang paling sesuai serta relevan yang masalah yang dihadapi.&nbsp; &nbsp;</li><li>Selecting and Planning Solutions (Menentukan dan merencanakan solusi yang dipilih) Setelah daftar alternatif solusi disusun, maka tahapan yang dapat dilakukan adalah mempelajari, menganalisa maupun menilai kelebihan serta kekurangan dari masing-masing solusi. Beberapa solusi mungkin tidak dapat diimplementasikan karena terkendala dengan biaya, tenaga atau waktu. Untuk menentukan solusi terbaik, pertimbangkan solusi mana yang penerapannya paling memungkinkan dan tidak berpotensi menyebabkan masalah lainnya. &nbsp;</li><li>Implementing Solution (Mengimplementasikan solusi penyelesaian masalah) Setelah menentukan solusi yang akan digunakan, tahap selanjutnya adalah menerapkan solusi tersebut ke dalam masalah. &nbsp;</li><li>Monitor and Evaluating Solution (Memantau dan mengevaluasi solusi yang dijalankan) Tahapan terakhir dari&nbsp;problem solving cycle&nbsp;yaitu memantau dan mengevaluasi penerapan solusi yang diterapkan. Pada tahapan ini individu/organisasi diharapkan dapat membuat indikator untuk mengukur kinerja solusi yang diimplementasikan tersebut. Dengan&nbsp;melakukan monitoring&nbsp;dan evaluasi, individu/organisasi bisa menilai seberapa efektif solusi tersebut (apakah bisa diterapkan pada semua masalah atau tidak). Selain itu, dengan melakukan&nbsp;monitoring&nbsp;dan evaluasi individu/organisasi bisa mengatur strategi&nbsp;problem solving&nbsp;selanjutnya untuk permasalahan yang serupa.&nbsp;</li></ol><h4>Kesimpulan</h4>Kesimpulannya, ‘Problem Solving atau Penyelesaian Masalah’ merupakan suatu seni, kemampuan atau proses untuk mendefinisikan, menganalisa, dan menyelesaikan masalah yang ada melalui penyusunan alternatif solusi yang tepat sasaran.Altha Consulting sebagai Konsultan Manajemen, menyediakan layanan&nbsp;people advisory dan layanan&nbsp;corporate training&nbsp;yang dapat membantu Anda maupun Organisasi Anda dalam pengembangan&nbsp;problem solving&nbsp;termasuk peningkatan&nbsp;awareness&nbsp;terhadap masalah. Hubungi kami apabila ada pertanyaan lebih lanjut!

‘Penyelesaian Masalah atau Problem Solving’ merupakan hal penting yang berkaitan dengan kehidupan setiap individu sehari-hari. Idealnya, setiap orang maupun setiap organisasi di berbagai bidang harus memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan mencari solusi serta keputusan yang tepat untuk menghadapi masalah tersebut.

Problem Solving: Langkah Cepat atasi Semua Kesulitan dalam Bisnis

<h4 style="text-align:justify;">Pengantar tentang Industri 4.0</h4>Industri 4.0 telah menjadi istilah yang sering digaungkan pada banyak seminar dan forum di Indonesia beberapa tahun ke belakang. Implementasi Industri 4.0 di industri Indonesia akan mampu memperbaiki kualitas produk, meningkatkan produktivitas dan mengefisiensikan proses produksi. Peningkatan kinerja ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri sehingga mampu menambah pendapatan dan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Untuk mendukung hal ini, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Perindustrian telah menyusun sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesiapan industri di Indonesia yang bernama Indonesia Industri 4.0 Readiness Index atau yang disingkat dengan INDI 4.0.<h4 style="text-align:justify;">INDI 4.0 sebagai Indeks Penilaian Kesiapan Penerapan Industri 4.0</h4>Penilaian INDI 4.0 memiliki lima pilar utama yang kemudian diturunkan menjadi 17 bidang sebagai acuan penilaian. Lima pilar dan 17 bidang penilaian INDI 4.0 tergambar dalam Gambar 1.<img src="https://lh3.googleusercontent.com/D-_sp_USV0Vo9Jl0QDTaA7Zzj6fx-LyQbcpIinB2eBnEap0PB_RR6yvHZscb2-NBYFCCO0tkVs7Ilt9QDccuLDhz59F-Ef_059jPLsl-OeQaTTcBb1BNcgAhX4JV71EZl-f5r-lLhiYyBmmKWQ" alt="Chart, sunburst chart

Description automatically generated">Gambar 1 - 5 Pilar dan 17 Bidang Penilaian INDI 4.0<ol style="list-style-type:upper-latin;"><li>Pilar 1: Manajemen dan Organisasi Pilar ini mengukur kebijakan dari pimpinan perusahaan transformasi perusahaan menuju ke industri 4.0. Hal ini untuk mengetahui seberapa besar dukungan dari pihak manajemen untuk membuat sistem produksinya menjadi lebih efisien dengan Industri 4.0. Pilar manajemen dan organisasi terdiri dari tiga bidang, yaitu:<ol><li>Strategi dan kepemimpinan Bidang ini mengindikasikan adanya dukungan dari pimpinan untuk mentransformasikan perusahaan ke arah Industri 4.0. Pimpinan memberikan arahan dan pengorganisasian yang membuat implementasi Industri 4.0 di perusahaan menjadi mudah dipahami dan dijalankan oleh seluruh karyawan.</li><li>Investasi menuju Industri 4.0 Bidang ini mengindikasikan pihak manajemen mempunyai investasi untuk pengembangan perusahaan menuju Industri 4.0. Investasi tidak hanya untuk jangka pendek tetapi adanya perencanaan investasi jangka panjang yang terorganisir dan termonitor.</li><li>Kebijakan inovasi Bidang ini mengindikasikan adanya dukungan dari pihak manajemen perusahaan untuk inovasi. Dukungn ini mencakup lingkungan diperusahaan yang kondusif terhadap inovasi baru dari seluruh karyawan serta adanya sistem penghargaan untuk inovasi yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan. &nbsp;</li></ol></li><li>Pilar 2: Orang dan Budaya Pilar ini mengukur kesiapan aspek sumber daya manusia dan budaya dalam transformasi perusahaan ke industri 4.0. Hal ini juga termasuk dari budaya dari karyawan perusahaan, seperti: kedisiplinan, kemauan untuk terus belajar dan kearifan lokal. Pilar orang dan budaya terdiri dari tiga bidang yaitu:<ol><li>Pengembangan kompetensi Bidang ini mengindikasikan adanya kebijakan dan pelaksanaan pengembangan kompetensi untuk seluruh karyawan, khususnya yang berkaitan dengan ketrampilan yang diperlukan perusahaan untuk bertransformasi ke Industri 4.0, seperti: training, sertifikasi, studi lanjut, workshop, dan lokakarya.</li><li>Budaya Bidang ini mengindikasikan adanya budaya dan nilai dari para karyawan perusahaan dalam mendukung proses transformasi perusahaan ke industri 4.0. Diantaranya adalah: budaya tepat waktu, budaya konsisten terhadap rencana yang telah disepakati, budaya untuk mau terus belajar, budaya berbicara terus terang.</li><li>Keterbukaan terhadap perubahan Bidang ini mengindikasikan adanya pemikiran setiap karyawan dan manajemen yang selalu terbuka dengan adanya perubahan baru yang akan membawa dampak yang baik dalam proses transformasi suatu perusahaan. &nbsp;</li></ol></li><li>Pilar 3: Produk dan Layanan Pilar ini mengukur ketersediaan produk yang sudah terintegrasi dengan Industri 4.0, yaitu produk yang memiliki fitur teknologi didalamnya, seperti sudah memiliki interface yang bisa dihubungkan dengan internet, memiliki fitur penyimpanan data (RFID, barcode, dan lainnya) dan produk yang sudah dikustomisasi sesuai dengan keinginan pemakai. Pilar produk dan layanan terdiri dari tiga bidang, yaitu:<ol><li>Layanan berbasis data Bidang ini mengindikasikan adanya layanan dan model bisnis perusahaan yang dikembangkan berdasarkan dari data-data yang telah diperoleh, baik dari data perusahaan sendiri, perusahaan sejenis maupun data dari konsumen.</li><li>Produk cerdas Bidang ini mengindikasikan adanya produk yang sudah memiliki fitur teknologi di dalamnya, seperti sudah memiliki interface yang bisa dihubungkan dengan internet, memiliki fitur penyimpanan data (RFID, barcode, dan lainnya).</li><li>Kustomisasi produk Bidang ini mengindikasikan adanya produk yang dikustomisasi sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen. Produk yang ditawarkan tidak hanya sejenis tetapi memiliki opsi yang kustom sesuai dengan permintaan. &nbsp;</li></ol></li><li>Pilar 4: Teknologi Pilar ini mengukur penggunaan teknologi dalam Industri 4.0. Cakupan teknologi yang dimaksud dapat berupa kecerdasan buatan, printer 3D, augmented reality, kolaborasi robot, ataupun teknologi lain. Hal lain yang penting dalam pilar ini adalah adanya digitalisasi dalam seluruh sistem produksi dan keamanan cyber perusahaan. Pilar teknologi terdiri dari empat bidang, yaitu:<ol><li>Keamanan cyber Penerapan teknologi memungkinkan sebagian besar sistem operasi saling terhubung antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu aspek keamanan dalam konektivitasnya menjadi sangat penting.</li><li>Konektivitas Bidang ini mengindikasikan adanya konektivitas antar mesin atau sistem dalam sebuah pabrik atau antar pabrik. Konektivitas juga dapat berupa adanya interkoneksi yang real-time dengan vendor atau dengan pabrik yang menjadi mitra perusahaan.</li><li>Mesin/sistem cerdas Bidang ini mengindikasikan adanya mesin atau sistem pintar yang sudah dilengkapi dengan kecerdasan buatan dan interface koneksi dengan internet atau intranet.&nbsp;</li><li>Digitalisasi Bidang ini mengindikasikan implementasi teknologi digital dalam perusahaan. Baik dalam proses, produk maupun proses pengambilan keputusan. &nbsp;</li></ol></li><li>Pilar 5: Operasi Pabrik Pilar ini mengukur penggunaan teknologi di dalam sebuah operasi pabrik. Hal ini meliputi: sistem rantai pasok dan logistik perusahaan, aplikasi sistem perawatan mesin/sistem yang cerdas, proses produksi yang sudah otonom/otomatis dan adanya sistem penyimpanan dan pengendalian data yang sudah terpusat. Pilar operasi pabrik terdiri dari empat bidang, yaitu:<ol><li>Penyimpanan&nbsp;and&nbsp;sharing data Bidang ini mengindikasikan data perusahaan baik untuk optimasi proses maupun layanan berbasis data sudah dikelola dengan baik. Selain itu proses penyimpanan data, transfer data dan penggunaan data sudah memiliki standar proses yang baku.&nbsp;</li><li>Rantai pasok dan logistik cerdas Bidang ini mengindikasikan adanya rantai pasok dan sistem logistik yang sudah terintegrasi dengan proses produksi untuk meningkatkan efisiensi perusahaan.&nbsp;</li><li>Proses yang otonom Bidang ini mengindikasikan diterapkannya operasi pabrik yang sudah otonom baik dalam proses produksi maupun dalam proses pengambilan keputusannya.</li><li>Sistem perawatan cerdas Bidang ini mengindikasikan adanya proses pengoperasian mesin dan perawatan mesin yang sudah berbasis internet. Selain itu penggunaan augmented reality dalam proses perawatan/perbaikan suatu mesin adalah hal bisa dilakukan untuk membuat proses perawatan menjadi lebih efisien.</li></ol></li></ol> Perlu ditekankan bahwa INDI 4.0 merupakan alat untuk mengukur kesiapan industri untuk bertransformasi, dan bukan merupakan sebuah indeks untuk mengukur tingkat kematangan penerapan Industri 4.0 di industri. Sehingga hasil pengukuran dengan INDI 4.0 sangat tergantung dari kesiapan perusahaan untuk bertransformasi menuju Industri 4.0.Altha Consulting sebagai manajemen konsultan berpengalaman menyediakan layanan IT advisory yang dapat membantu Anda menilai dan mempersiapkan diri untuk melakukan transformasi menuju Industri 4.0. Apabila ada pertanyaan silahkan menghubungi kami.

INDI 4.0 adalah indeks yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesiapan industri di Indonesia yang bernama Indonesia Industri 4.0 Readiness Index

INDI 4.0: Indeks Pengukuran Kesiapan Industri Indonesia Menuju Industri 4.0

Dalam menghadapi potensi disrupsi lingkungan bisnis dari risiko TI, maka organisasi TI memegang peran yang krusial dalam memastikan bahwa setiap pengendalian yang dilakukan telah berjalan dengan baik. Salah satu cara untuk meningkatkan kapabilitas dan kredibilitas fungsi kerja tersebut adalah melalui kepemilikan sertifikasi Certified Information Systems Auditor (CISA) bagi para praktisi/professional auditor TI.CISA atau Certified Information Systems Auditor merupakan penaman (designation) sertifikasi pada bidang sistem informasi yang dikeluarkan oleh Information Systems Audit and Control Association (ISACA). Sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 1978, sertifikasi ini telah berkembang hingga menjadi standar internasional bagi professional yang memiliki karir di sistem informasi, terutama dalam area audit, kontrol dan keamanan.&nbsp;&nbsp;Pada artikel ini, Altha akan membahas mengenai informasi mengenai sertifikasi CISA secara menyeluruh mulai dari sistematika atau struktur ujian CISA, persyaratan mengikuti sertifikasi CISA, manfaat karir yang diperoleh dari sertifikasi CISA hingga layanan apa saja yang dapat membantu organisasi Anda untuk memperoleh sertifikasi CISA.<h4>Bagaimana aturan dan sistematika ujian sertifikasi CISA?</h4>Ujian CISA diadakan dengan durasi 4 jam dengan 150 pertanyaan pilihan ganda (multiple choice). Cakupan area (domain) yang diujikan oleh CISA adalah:&nbsp;Domain 1: The Process of Auditing Information Systems (21%)<figure class="image image_resized" style="width:58.2%;"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/pCN7xD5FfCfcdAQKEJvwj1zGJaNe9rv61alCP6GKMZ2SW4DvBYy6dOXdc3yDlQC0t1a7PdaGK8wdyd4q6j0rXyAj2BRW5uw4OoFODdQIZQuQsrnLGIEDKc9VQWbg6Iw9CaFdd5qSfY_U4UAWYw"></figure>Tabel 1.&nbsp;The Process of Auditing Information Systems&nbsp;Domain 2: Government and Management of IT (17%)<figure class="image image_resized" style="width:58.76%;"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/I08WobyqbR4K7G2mrucMs-wc2PEmyUdKQmQDhweCfqYciAEzd2yLCOOM0f5kbV-TbcpkX72Lv7D8JOXFZAbs2q7RY9RulVQq69w6euWQQp1O-5arH1i2jmDKYyqU_qz9hUTrKk7oFswLZ1KJwg"></figure>Tabel 2.&nbsp;Government and Management of IT&nbsp;Domain 3: Information Systems Acquisition, Development, and Implementation (12%)<figure class="image image_resized" style="width:58.01%;"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/Nxa1Z8-tns-DALOJERixmTQgl4iIwdQYanZ9p52nV7MK6LCQMVI9D6zURLfTO-0wjgo1KW7Bez1x8hgXxJit0jnmwI_g-JzTJzqJ2hhPel9Z2lIorwCx2DaGHikqSEpz4PjqR28mXGZTceftGA"></figure>Tabel 3.&nbsp;Information Systems Acquisition, Development, and Implementation&nbsp;Domain 4: Information Systems Operations, Maintenance and Service Management (23%)<figure class="image image_resized" style="width:67.41%;"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/TIoiht-xcjtUro_FBl5ofVWpGYGutZX1TThIJ7va8Qapu8gEsCsOeuAA_Po-m8z5UO-yO60J_6lp_bLh08VnPPOf1EjBYVcuyXG2fxLw_-Nf_BwSfiU23hXRq6o2O0lRo54MvhprFbTVbFDPmA"></figure><figure class="image image_resized" style="width:66.79%;"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/VX3SMBR8OyhxsCFpmMaHS6i3T1z-eR45P5tveO6PrJt70mfeqap6IEwRBYsoonedzxpJqaaILYdUgGbVtKNzQNEFPEZcfgQzHsAKcquPp158zWqOSKcYp0-8Dtb0bFy8GQqUIuQK_0xMY81QEg"></figure>Tabel 4.&nbsp;Information Systems Operations, Maintenance and Service Management&nbsp;Domain 5: Protection of Information Assets (27%)<figure class="image image_resized" style="width:65.82%;"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/Z6RC2NRmmcQAg8Ti8r4Lhqu1nDavJR-rCspiPAhsCrGK5VSwsJaTFs8m0IVhTzYVd4snkf-yDq5B1dk_1rlHoRVP2q5-K3lywiupFo6mTgJbolW2YCRHO4sX0jL0cHvbJLh4J5GltMEkET2iZg"></figure><figure class="image image_resized" style="width:65.25%;"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/jROi3IY6iEtlhpoZPvWAJ-bumpIJ9nCG0ixTNueRP3sz4qB_lb4PCGnKKnD_tBh1FFTjw2UDUbmV8nm2kXxX_3aOpR7q-BeF176xzqV-r_g1c42-5KfITEJCkMQ7PT_2hdrDSjzpMWLfiyG05A"></figure>Tabel 5.&nbsp;Protection of Information AssetsSkor ujian CISA berada di rentang 200 hingga 800. Untuk dapat lulus ujian CISA, kandidat harus memiliki skor minimal 450.<h4>Apa saja persyaratan untuk mengikuti ujian sertifikasi CISA?</h4>Untuk dapat mengikuti CISA, kandidat harus memiliki minimal lima tahun pengalaman kerja professional di bidang&nbsp;auditing, pengendalian (control), atau keamanan TI.&nbsp; Berbagai pengalaman kerja yang dapat mensubstitusi tahun pengalaman kerja yang disyaratkan CISA yaitu:<ul><li>Maksimal satu tahun pengalaman di bidang sistem informasi atau satu tahun pengalaman audit sistem non-informasi. (Pengganti satu tahun pengalaman kerja.)</li><li>Enam puluh hingga 120 jam kredit semester universitas yang diselesaikan. (Enam puluh jam kredit menggantikan satu tahun pengalaman kerja, sedangkan 120 jam kredit menggantikan dua tahun pengalaman kerja.)</li><li>Gelar master atau sarjana dari universitas yang mensponsori program ISACA. (Pengganti satu tahun pengalaman kerja.)</li><li>Gelar master dalam keamanan informasi atau teknologi informasi dari universitas terakreditasi ISACA. (Pengganti satu tahun pengalaman kerja.)</li><li>Instruktur universitas yang memiliki dua tahun pengalaman di bidang terkait, seperti ilmu komputer, audit sistem informasi, atau akuntansi, dapat menggantikan pengalaman itu dengan satu tahun pengalaman kerja.</li></ul><h4>Apa saja manfaat karir yang diperoleh dari sertifikat CISA?&nbsp;</h4>Berdasarkan klaim ISACA, sertifikasi CISA dapat menunjukkan keahlian praktisi TI yang berada pada masa awal hingga menengah karir dalam menerapkan pendekatan berbasis risiko untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit engagement. Lebih lanjut, sertifikasi CISA dapat menyediakan bukti kompetensi yang valid untuk para praktisi IT/technologist dalam mengikorporasi elemen privasi (privacy) pada desain platform teknologi, produk dan proses dan turut berkontribusi dalam menjaga kepatuhan (compliance) suatu organisasi.&nbsp;Pemegang Sertifikasi Auditor CISA juga lebih lebih diperhitungkan oleh perusahaan dalam merekrut tenaga audit sistem informasi. Hal ini antara lain terlihat dari hasil survei ISACA pada tahun 2001 yang menyatakan bahwa sebanyak 71% pemegang sertifikat CISA percaya bahwa karir mereka mengalami peningkatan karena telah memiliki sertifikat tersebut.&nbsp; Selain itu, pengakuan internasional sertifikasi CISA juga meningkatkan kredibilitas pemegang sertifikasi CISA dalam berkarir secara global.&nbsp;&nbsp;Altha Consulting menyediakan layanan Training&nbsp;yang dapat membantu personil dalam organisasi Anda dalam mempersiapkan ujian sertifikasi CISA melalui training CISA Exam Guide. Exam Guide yang kami berikan telah membahas seluruh cakupan area dalam ujian sertifikasi CISA secara komprehensif, sekaligus menyajikan tips dan trik dalam menjawab soal-soal pada ujian CISA.

CISA atau Certified Information Systems Auditor merupakan penaman (designation) sertifikasi pada bidang sistem informasi yang dikeluarkan oleh Information Systems Audit and Control Association (ISACA)

Sertifikasi CISA: Modal Penting bagi Auditor TI

Sertifikasi PMP merupakan salah satu sertifikasi kredensial dalam lingkup Project Management. Dengan mendapat sertifikasi, Anda dapat berkembang melalui bisnis dan membuka peluang baru untuk mengerjakan proyek yang jauh lebih besar karena di Indonesia terdapat peraturan bahwa project manager harus memiliki sertifikasi PMP. Sehingga, memiliki kredensial seperti PMP akan selalu menjadi nilai tambah atau keunggulan bagi seorang manajer proyek. Sertifikasi PMP akan diberikan oleh Project Management Institute (PMI) pada peserta yang berhasil dalam ujian sertifikasi PMP. PMI akan melakukan pemeriksaan ini sepanjang tahun. Dimulai dengan mengetahui prasyarat bahkan untuk mendapatkan persetujuan PMI untuk mengikuti ujian sertifikasi PMP, kemudian dilanjut ke pendaftaran itu sendiri. Ujian sertifikasi Project Management Professional (PMP) adalah salah satu bagian dari proses yang membutuhkan semua keterampilan manajemen proyek yang meliputi pengetahuan terkait alokasi sumber daya, penganggaran, penjadwalan, pemeriksaan kualitas, dan testing.&nbsp;<h4>Sistematika dan Mekanisme Sertifikasi PMP</h4>Berdasarkan PMI, peserta diharuskan mendapat nilai diatas 60% agar dapat lulus ujian sertifikasi PMP, dimana soal ujian terdiri dari 180 pertanyaan dengan durasi pengerjaan selama 230 menit. Hal ini dirancang khusus untuk mengukur pengetahuan Anda tentang berbagai perspektif yang terkait dengan setiap aspek fase proyek dari awal hingga akhir. Dari 180 pertanyaan, lima diantaranya dianggap pertanyaan pretest.&nbsp;Pertanyaan pretest tidak mempengaruhi skor dan digunakan dalam ujian sebagai efektif dan cara yang sah untuk menguji validitas pertanyaan ujian di masa depan. Semua pertanyaan ditempatkan secara acak sepanjang pemeriksaan.Sertifikat PMP ini berlaku selama tiga tahun dan setelahnya perlu dilakukan perpanjangan dengan syarat point yang perlu dicapai dan membayar biaya perpanjangan sertifikat. Point yang perlu dikumpulkan disebut dengan PDU, dimana anda perlu mengumpulkan 60 poin selama 3 tahun. Poin ini didapat melalui kegiatan yang berhubungan dengan project management seperti bekerja, seminar, kursus, dan bersekolah.<h4>Cakupan Ujian Sertifikasi PMP</h4>Sebelumnya, ujian PMP didasarkan pada lima domain kinerja yang dapat disebut sebagai lima tahap manajemen proyek yaitu inisiasi, perencanaan, eksekusi, monitoring, dan closing.&nbsp; Pada tahun 2021, berdasarkan hasil penelitian PMI dan pakar, konten ujian telah diubah menjadi tiga domain yang didefinisikan dalam PMP Exam Content Outline (ECO). Berikut adalah domain pada outline ujian sertifikasi PMP:<ol><li>People&nbsp;dengan persentase 42% Domain People mencakup 14 task&nbsp;yang berasal dari gagasan bahwa kunci keberhasilan PM adalah mengembangkan keterampilan kepemimpinan untuk membantu mereka membangun, mengelola, memberdayakan, dan terlibat dengan tim yang menghidupkan proyek. Salah satu tugas manajer proyek adalah mengumpulkan banyak orang yang memiliki kebutuhan dan ekspektasi mereka sendiri untuk bekerja dengan tujuan yang sama. PM adalah pemimpin yang membantu pemangku kepentingan menetapkan visi proyek, mengevaluasi konflik, membangun tim, dan secara efektif mengelola sekelompok orang yang masuk ke manajer yang berbeda di bagan organisasi dengan beberapa tujuan pertumbuhan.&nbsp;</li><li>Process&nbsp;dengan persentase 50% Terdiri dari 17 task, domain Proses menetapkan pondasi proyek dan memastikan jalur yang dapat dilakukan menuju keberhasilan. Tugas-tugas ini termasuk menetapkan standar komunikasi untuk pemangku kepentingan, merencanakan anggaran dan sumber daya, mengelola tonggak proyek dan jadwal keseluruhan, mengikuti praktik manajemen perubahan, menentukan metodologi yang tepat, dan banyak lagi. Beberapa lingkup umum yang perlu dipersiapkan pada domain 2 ini adalah:<ol style="list-style-type:lower-latin;"><li>Apa metode proyek dan praktik terbaik yang paling tepat (termasuk saluran komunikasi)</li><li>Cara merencanakan dan mengelola ruang lingkup proyek</li><li>Anggaran dan sumber daya yang tersedia</li><li>Mengelola jadwal dan menetapkan paket kerja</li><li>Mengembangkan kegiatan perencanaan proyek</li><li>Mengelola produk dan kiriman</li><li>Menentukan proses kontrol perubahan</li><li>Mengembangkan proses tata kelola proyek &nbsp;</li></ol></li><li>Business Environment dengan persentase 8% Domain Lingkungan Bisnis sejalan dengan pilar Manajemen Strategis dan Bisnis PMI untuk membantu PM mengevaluasi status proyek dalam kaitannya dengan tujuan keseluruhan organisasi serta standar bisnis di luar. Domain baru ini mencakup 4 task yang berfokus pada perencanaan untuk kepatuhan proyek, mengevaluasi manfaat dan nilai proyek, mengevaluasi lingkungan bisnis eksternal, dan mendukung perubahan organisasi. Beberapa lingkup umum yang perlu dipersiapkan pada domain ketiga ini adalah:<ol style="list-style-type:lower-latin;"><li>Mengevaluasi manfaat proyek dan menilai value bagi organisasi</li><li>Memahami implikasi apa pun (hukum dan risiko) pada perubahan proyek dari kekuatan eksternal atau internal</li><li>Mengevaluasi kekuatan eksternal (perubahan pasar dan teknologi) dan dampaknya terhadap proyek</li><li>Mengintegrasikan manajemen proyek bersama manajemen perubahan dalam bisnis</li><li>Mengevaluasi Return of Investment (ROI) pada proyek dan menyelaraskan dengan tujuan bisnis</li></ol></li></ol>Dalam masing-masing ketiga domain ini, garis besar konten ujian mencantumkan Tasks (apa yang dilakukan oleh manajer proyek) dan Enabler (tindakan yang diambil untuk menyelesaikan tasks). Selain itu, PMI juga dengan jelas menyatakan bahwa sekitar setengah dari pemeriksaan akan mewakili pendekatan manajemen proyek dan setengah lainnya akan mewakili pendekatan agile.&nbsp;<h4>Manfaat Sertifikasi PMP</h4>Dengan cakupan yang luas serta biaya yang tidak sedikit, mengapa banyak orang yang ingin mendapatkan sertifikasi PMP ini? Bahkan kini banyak lembaga pendidikan yang secara khusus menyelenggarakan pelatihan untuk mempersiapkan ujian sertifikasi PMP ini, menandakan bahwa memang banyak permintaan untuk sertifikasi PMP ini. Lalu manfaat apa saja yang diperoleh dengan adanya sertifikasi PMP? Berikut ulasan singkatnya:<ol><li>Peluang Gaji yang Lebih Tinggi Manfaat paling sering dijumpai dengan adanya sertifikasi PMP adalah adanya peluang untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi. Salah satu penyedia jasa layanan project management di Indonesia, Tomps, menyatakan bahwa project manager yang memiliki sertifikasi PMP akan mendapatkan gaji 25% lebih tinggi dibandingkan mereka yang belum memiliki sertifikasi PMP.</li><li>Kesempatan Karir yang Lebih Luas Mengingat PMP adalah sertifikasi dan standar yang telah dikenal secara luas dan global, maka pemegang sertifikasi ini akan dianggap memiliki kapabilitas yang mumpuni sehingga sangat mungkin dengan adanya sertifikasi PMP pemegangnya akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja di perusahaan dan organisasi di seluruh dunia.</li><li>Kredibilitas di Berbagai Industri Tidak hanya sebatas menembus batas geografis, dengan adanya sertifikat PMP ini juga dapat membuat pemegangnya menembus batas-batas industri dikarenakan sertifikat PMP ini dapat diaplikasikan dan diakui di banyak industri.</li></ol><h4>Karir yang dapat diperoleh dengan sertifikasi PMP</h4>Sebagaimana salah satu manfaat dari mendapatkan sertifikasi PMP adalah kesempatan karir yang lebih luas, berikut beberapa opsi karir yang relevan bagi seorang pemegang sertifikasi PMP:<ol><li>Project Manager Seorang project manager bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek secara keseluruhan mulai dari pelaksanaan hingga akhir, termasuk dalam merencanakan, mengatur, mengamankan, memimpin, dan mengendalikan sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu dalam industri atau proyek organisasi tertentu.</li><li>Portfolio Manager Seorang portfolio manager umumnya bertanggung jawab untuk melaksanakan dan menyelesaikan perencanaan, pemantauan, dan pelaporan proyek, perbedaannya dengan project manager adalah jika project manager berfokus pada satu proyek, portfolio manager dapat menjalankan beberapa proyek secara bersamaan.</li><li>Consultant Seorang konsultan project management bertanggung jawab untuk membantu perusahaan dalam mengelola proyek yang sedang dilaksanakan oleh klien terkait bersama dengan profesional lainnya dengan menggunakan kapabilitas konsultan untuk memandu berbagai aspek dalam project management.</li></ol>Mengambil sertifikasi PMP merupakan langkah tepat dalam berinvestasi karena dapat membantu Anda untuk pengembangan karir dan membantu mencapai posisi yang lebih baik. Di Altha, kami menyediakan layanan pelatihan&nbsp;yang dapat membantu Project Manager dalam mempersiapkan sertifikasi PMP. Dengan mengikuti pelatihan, peserta dapat memahami PMP berdasarkan PMBOK edisi keenam&nbsp;dan PMBOK edisi ketujuh sebagai dasar dalam sertifikasi PMP serta mendapat bimbingan sekaligus strategi dalam menghadapi ujian sertifikasi ini.

Sertifikasi PMP merupakan salah satu sertifikasi kredensial dalam lingkup Project Management

Sertifikasi PMP: Salah Satu Sertifikasi Paling Diminati Saat Ini

Saat ini banyak hal yang dapat diautomasi menggunakan teknologi dan mengurangi intervensi dari manusia. Pada awalnya sebuah kontrak harus dikerjakan secara manual ketika perjanjiannya terpenuhi, saat ini terdapat&nbsp;smart contract&nbsp;yang mampu mengeksekusi isi kontrak tersebut secara otomatis ketika perjanjiannya telah terpenuhi.&nbsp;Smart contract&nbsp;pada dasarnya adalah perjanjian otomatis antara pembuat kontrak dan penerima yang ditulis menggunakan kode kemudian perjanjian ini dimasukkan ke dalam&nbsp;blockchain. Sistem ini biasanya digunakan untuk mengotomatisasi pelaksanaan perjanjian sehingga semua pihak dapat segera memastikan hasilnya, tanpa perlu perantara. Selain itu juga dapat mengotomatiskan alur kerja, dimulai ketika keadaan tertentu sesuai perjanjian telah terpenuhi.<h4>Latar Belakang&nbsp;Smart Contract</h4>Meskipun umumnya&nbsp;smart contract&nbsp;diimplementasikan di dalam teknologi&nbsp;blockchain, ide&nbsp;smart contract&nbsp;telah ditemukan pada tahun 1994 oleh Nick Szabo, seorang kriptografer dari Amerika. Menurut Szabo, setiap institusi memiliki berbagai cara baru untuk memformalkan hubungan yang membentuk institusi-institusi ini, kini dimungkinkan oleh revolusi digital. Szabo menyebut kontrak baru ini "smart", karena mereka jauh lebih fungsional daripada pendahulunya yang berbasis kertas. Tidak ada penggunaan kecerdasan buatan yang tersirat.&nbsp;Smart contract&nbsp;adalah seperangkat perjanjian, yang ditentukan dalam bentuk digital, termasuk protokol di mana para pihak melakukan janji-janji ini. Penggunaan tanda kutip pada kata "smart" ketika membandingkan&nbsp;smart contract&nbsp;dengan kontrak berbasis kertas.&nbsp;Smart contract&nbsp;mungkin "lebih pintar" daripada kontrak kertas karena kontrak tersebut secara otomatis dapat menjalankan langkah-langkah tertentu yang telah diprogram sebelumnya, tetapi kontrak tersebut tidak boleh dilihat sebagai alat cerdas yang dapat menguraikan persyaratan kontrak yang subjektif. Contoh klasik dari&nbsp;smart contract&nbsp;yang ditawarkan oleh Szabo adalah&nbsp;vending machine. Setelah pembeli memenuhi persyaratan "kontrak" (yaitu, memasukkan uang ke dalam mesin sesuai harga barang yang tertera), mesin secara otomatis memenuhi persyaratan perjanjian tidak tertulis dan mengeluarkan barang yang dibeli.<h4>Manfaat&nbsp;Smart Contract</h4>Berikut merupakan beberapa manfaat menggunakan&nbsp;smart contract<ol><li>Kecepatan, Efisiensi, dan Akurasi Ketika kondisi dari kontrak yang telah ditentukan terpenuhi, kontrak akan dijalankan secepatnya. Karena&nbsp;smart contract&nbsp;bersifat digital dan otomatis, tidak ada pekerjaan di atas kertas yang perlu diproses dan tidak ada waktu yang terbuang karena rekonsiliasi kesalahan yang biasanya muncul karena pengisian dokumen secara manual. &nbsp;</li><li>Kepercayaan dan Transparansi Karena tidak ada pihak ketiga yang terlibat, dan rekaman transaksi disebarkan ke seluruh partisipan, sehingga tidak perlu mempertanyakan apakah informasi tersebut telah diubah untuk kepentingan pribadi. &nbsp;</li><li>Keamanan Rekaman transaksi yang dilakukan di&nbsp;blockchain&nbsp;telah terenkripsi, sehingga menjadikan transaksi tersebut sulit untuk diretas. Selain itu karena setiap transaksi terhubung ke rekaman sebelumnya, peretas harus mengubah seluruh rantai rekaman hanya untuk mengganti satu rekaman saja. &nbsp;</li><li>Penghematan Smart contract&nbsp;menghilangkan kebutuhan perantara dalam melakukan transaksi, selain itu karena tanpa perantara transaksi berlangsung dengan cepat sehingga menghemat waktu dan biaya.</li></ol><h4>Contoh Implementasi&nbsp;Smart Contract</h4>Smart contract&nbsp;dapat diimplementasikan pada berbagai hal yang menghubungkan sebuah instansi dengan instansi lainnya.Smart Contract&nbsp;dan Asuransi PenerbanganPerusahaan ABC menyediakan asuransi penerbangan yang menggunakan&nbsp;smart contract,&nbsp;ketika suatu penerbangan mengalami keterlambatan, perusahaan ABC akan memberikan kompensasi atas keterlambatan tersebut dengan cara&nbsp;smart contract&nbsp;yang terhubung ke&nbsp;database&nbsp;status penerbangan.&nbsp;Smart contract&nbsp;dibuat berdasarkan syarat dan ketentuan yang telah diberlakukan di awal. Dengan&nbsp; kondisi yang ditentukan oleh kebijakan asuransi yang menuliskan keterlambatan dua jam atau lebih, berdasarkan kode yang telah dituliskan maka perusahaan ABC akan menyimpan uang hingga kondisi tersebut terpenuhi.&nbsp;Smart contract&nbsp;akan dikenali oleh seluruh&nbsp;node&nbsp;yang ada pada jaringan dan merekam hasil dari kode yang dituliskan. Sehingga ketika keterlambatan penerbangan melebihi 2 jam,&nbsp;smart contract&nbsp;akan dijalankan secara otomatis dan nasabah mendapatkan kompensasi.Smart Contract&nbsp;dan&nbsp;Supply ChainToko, gudang, dan petani memiliki perannya masing-masing di dalam&nbsp;supply chain.&nbsp;Tetapi dengan kompleksitas hubungan yang terjadi, sulit untuk melakukan pengawasan penyimpanan produk dan juga pembayarannya.&nbsp;Smart contract&nbsp;dapat melakukan pembayaran dan pencatatan seluruh bagian yang ada di&nbsp;supply chain&nbsp;secara otomatis. Contohnya ketika sebuah toko melakukan pemesanan sejumlah barang dan membayar sejumlah barang tersebut, tentunya toko tersebut mengharapkan menerima jumlah barang yang sesuai. Tetapi dalam perjalanan bisa saja terdapat&nbsp;human error&nbsp;yang menyebabkan jumlah barang yang diterima tidak sesuai. Hal ini menyulitkan proses pencarian entitas mana yang bermasalah sehingga tidak diketahui siapa yang melakukan kesalahan.&nbsp;Menggunakan&nbsp;smart contract,&nbsp;toko tersebut dapat melakukan pemeriksaan secara otomatis untuk setiap prosesnya dan harus dipenuhi oleh setiap entitas yang bersangkutan. Toko tersebut dapat membuat aturan pembayaran dilakukan ketika semua barang telah dikirimkan dan seluruh entitas memiliki catatan peraturan tersebut. Ketika kondisi sudah terpenuhi maka pembayaran akan langsung dilakukan secara otomatis sehingga entitas lainnya tidak mengalami keterlambatan pembayaran. Jika terdeteksi entitas yang tidak dapat memenuhi&nbsp;smart contract,&nbsp;toko tersebut dapat mempertimbangkan kembali apakah tetap bekerjasama atau tidak dan memberikan penilaian terhadap entitas tersebut yang kemudian nilai tersebut akan diketahui oleh entitas yang lain. Hal ini berpengaruh terhadap reputasi dari entitas yang terlibat di dalam&nbsp;supply chain.Altha Consulting menyediakan layanan&nbsp;IT advisory yang dapat membantu proses kajian kebutuhan perusahaan atas&nbsp;smart contract pada sistem perusahaan Anda. Proses kajian dilakukan secara komprehensif dan diharapkan dapat memberikan jawaban pada kemajuan teknologi di perusahaan Anda. Kami juga telah memiliki&nbsp;benchmark terkait dengan&nbsp;best practices berdasarkan hasil riset kami dan juga berdasarkan pengalaman dengan klien dari berbagai industri.

Smart contract adalah perjanjian otomatis antara pembuat kontrak dan penerima yang ditulis menggunakan kode kemudian perjanjian ini dimasukkan ke dalam blockchain

Otomatisasi Proses Bisnis dengan Smart Contract

Perkembangan dunia digital saat ini tidak hanya mempermudah pekerjaan dengan menggunakan teknologi, tetapi saat ini dunia nyata akan dibawa juga ke dalam dunia virtual dengan menggunakan teknologi. Dengan dunia virtual maka kita dapat melakukan hal yang lebih berisiko jika dilakukan di dunia nyata tetapi aman jika dilakukan di dunia virtual karena hanya berupa simulasi. Banyak hal yang bisa dilakukan di dunia virtual melebihi dunia nyata jika pengembangan terus dilakukan. Dunia virtual yang saat ini mulai dikembangkan juga dikenal sebagai&nbsp;metaverse.&nbsp;<h4>Apa Itu&nbsp;Metaverse?</h4>Awalnya kata “metaverse”&nbsp;digunakan seorang penulis Neal Stephenson pada tahun 1992 di dalam novelnya&nbsp;Snow Crash.&nbsp;Buku tersebut menceritakan&nbsp;metaverse&nbsp;merupakan dunia digital yang mencakup semua yang ada di dunia nyata. Kemudian seorang&nbsp;venture capitalist&nbsp;Mathew Ball menyebutkan&nbsp;“Metaverse&nbsp;adalah bentuk 3D dari internet dan komputasi pada umumnya”. Awal kemunculan teknologi internet dan komputasi, seluruh interaksi dilakukan dengan menggunakan teks seperti email, kemudian mulai beralih lebih banyak menggunakan media seperti foto dan video, selanjutnya bentuk interaksi akan berubah menjadi 3D. Kemudian jika saat ini menggunakan&nbsp;smartphone&nbsp;untuk selalu terhubung ke internet,&nbsp;metaverse&nbsp;berarti berada di dalam komputer dan internet sepanjang waktu.Banyak pakar yang melihat&nbsp;metaverse&nbsp;sebagai bentuk 3D dari internet. Mudahnya merupakan tempat yang paralel dengan dunia nyata di mana isinya adalah kehidupan digital. Tempat di mana kita menjadi sebuah&nbsp;avatar&nbsp;dan berinteraksi dengan&nbsp;avatar lainnya.<h4>Bagaimana Dampak dari&nbsp;Metaverse&nbsp;Kedepannya</h4>Metaverse&nbsp;yang merupakan bentuk paralel dari kehidupan nyata, tentunya memiliki dampak pada beberapa sektor yang ada di dunia nyata. Beberapa sektor seperti layanan finansial, manufaktur, dan properti bisa saja terdampak&nbsp;metaverse.Layanan FinansialJika&nbsp;metaverse&nbsp;berkembang seperti perkembangan dari NFT, maka dapat mempengaruhi layanan finansial dalam jumlah yang besar. Transaksi yang dilakukan berbasis NFT sendiri telah mencapai 2 miliar pada kuartal pertama tahun 2021. Jika sudah terdapat ekosistem seperti di&nbsp;metaverse&nbsp;yang mendukung proses transaksi secara terdesentralisasi. Layanan finansial tradisional telah melihat potensial dari&nbsp;metaverse.&nbsp;Di Asia, beberapa bank telah membuat ruang virtual untuk&nbsp;branding,&nbsp;pendidikan dan pengembangan produk.&nbsp;Metaverse&nbsp;digunakan untuk pelatihan dan edukasi untuk&nbsp;stakeholder&nbsp;maupun klien eksternal. Layanan pembayaran mulai mengembangkan&nbsp;crypto&nbsp;untuk memastikan posisi mereka di&nbsp;metaverse.ManufakturKedepannya pabrik tidak menggunakan AR/VR hanya untuk membantu instalasi alat di tempat ataupun pelatihan tetapi juga bisa digunakan untuk menciptakan pengalaman bekerja secara virtual, dibantu oleh AI untuk memeriksa hasil dan memperbaiki kesalahan secara&nbsp;real-time.Dalam pengembangan produk perusahaan, proses pengembangan, pengujian produk, manajemen operasi, pemasaran, dan operasional lainnya dapat disimulasikan dan diverifikasi di dalam komunitas virtual sebelum nantinya produk fisiknya diproduksi.PropertiProperti merupakan aset yang penting di dunia nyata, sehingga dipertanyakan juga nilainya di&nbsp;metaverse.&nbsp;Jika&nbsp;metaverse&nbsp;kedepannya akan berkaca dan mengadopsi karakteristik dari dunia nyata dan konsep&nbsp;supply-demand&nbsp;akan mempengaruhi nilai dan harga dari properti virtual.Altha Consulting menyediakan layanan&nbsp;IT advisory yang dapat membantu proses kajian kebutuhan perusahaan atas teknologi perusahaan Anda. Proses kajian dilakukan secara komprehensif dan diharapkan dapat memberikan jawaban pada kemajuan teknologi di perusahaan Anda. Kami juga telah memiliki&nbsp;benchmark terkait dengan&nbsp;best practices berdasarkan hasil riset kami dan juga berdasarkan pengalaman dengan klien dari berbagai industri.

Metaverse merupakan tempat yang paralel dengan dunia nyata di mana isinya adalah kehidupan digital

Metaverse dan Bagaimana Dampaknya dalam Berbagai Sektor

Mulai dari toko fisik konvensional (brick and mortar) hingga marketplace dan aplikasi belanja berbasis ponsel, industri ritel tidak lagi sama dengan yang sebelumnya dan terus mengalami transformasi yang disruptif. Perkembangan internet, fitur pada smartphone, dan segala bentuk kemajuan digital menjadi pendorong utama semua perubahan yang mulai diadopsi tidak hanya oleh perusahaan ritel, melainkan juga para pelanggan dalam&nbsp;purchasing journey mereka.&nbsp;Dengan kondisi pasar yang demikian, pelaku usaha ritel akan semakin dituntut untuk memberikan pelanggan apa yang mereka ingin, kapanpun, dan di manapun. Ini tentu menjadi implikasi atas seluruh komitmen mereka dalam meningkatkan kepuasan pelanggan, dan pada spektrum inilah strategi omnichannel berperan dengan sangat signifikan.<h4>Pergeseran multichannel menuju omnichannel</h4>Munculnya berbagai media sosial dan platform digital bagi pelanggan dalam berinteraksi tentu mendorong pelaku usaha ritel untuk memastikan kehadiran mereka pada seluruh saluran penjualan yang relevan sebagai&nbsp;customer touchpoint.&nbsp;Kondisi ini menyebabkan banyaknya saluran (channel) yang pelanggan dapat gunakan untuk melakukan transaksi, seperti melalui toko fisik di pusat perbelanjaan, situs web perusahaan, media sosial Instagram dan facebook, dan aplikasi e-commerce pada smartphone. Pada fase tersebut, perusahaan dapat dikatakan telah menerapkan strategi multichannel untuk menyediakan layanan dan transaksi pada pelanggan mereka melalui sebanyak-banyaknya saluran penjualan.Di sisi lain, pendekatan omnichannel menempatkan pelanggan sebagai pusat strateginya, bukan seberapa banyak saluran yang dimiliki. Pendekatan ini tidak hanya memungkinkan pelanggan untuk beralih antarsaluran, tetapi juga menggunakan dua atau lebih saluran secara bersamaan dalam satu rangkaian&nbsp;purchasing journey.&nbsp;Sebagai contoh, pelanggan dapat melakukan pre-order melalui toko fisik dan memantau proses pembayaran serta pengiriman melalui aplikasi pada ponsel mereka. Dengan kata lain, omnichannel memastikan bahwa pelanggan terlibat dengan produk mereka dalam berbagai cara di berbagai platform namun pada kualitas pengalaman yang konsisten.Meskipun ada pendapat yang mengatakan bahwa omnichannel tampaknya merupakan perpanjangan dari multichannel, kedua strategi tersebut sangat berbeda. Dalam menggunakan pendekatan multichannel, perusahaan mengadopsi saluran sebanyak mungkin tetapi mengelolanya secara terpisah. Sementara itu, Omnichannel akan memberikan manajemen data yang sepenuhnya terpusat menuju sinkronisasi anatarsaluran yang ada. Oleh karena itu, omnichannel memberikan pelanggan sebuah pengalaman berbelanja yang mulus dengan mengaburkan batas-batas di antara saluran penjualan mereka.<h4>Strategi Penerapan Konsep Penjualan Omnichannel&nbsp;</h4>Pendekatan omnichannel tidak selalu relevan untuk semua industri atau pelaku bisnis, tetapi ini dapat menjadi pilihan terbaik untuk perusahaan yang yakin dengan operasional penjualan dan pengelolaan data mereka. Dalam pengalaman omnichannel, konsumen mencari konsistensi sepanjang perjalanan belanja, pilihan pengiriman yang fleksibel, dan penawaran yang terpersonalisasi. Ada beberapa kapabilitas penting yang perlu perusahaan fokuskan untuk memenuhi persyaratan mendasar (fundamental pre-requisition), di antaranya termasuk:Sales Operations<ol><li>Sinkronisasi data yang real-time &amp; akurat antara seluruh&nbsp;front-store (web apps, toko fisik,&nbsp;mobile apps, etc.)</li><li>Fleksibilitas untuk menjual &amp;&nbsp;checkout&nbsp;di toko fisik manapun</li><li>Tranparansi pada informasi&nbsp;in-stock products</li><li>Kemampuan untuk menjual produk apapun dengan harga yang terkostum di setiap lokasi/zona</li></ol>Inventory &amp; Warehouse Management<ol><li>Visibilitas&nbsp;inventory di seluruh&nbsp;channel</li><li>Inventory management&nbsp;dengan&nbsp;bin-location/shelf-location&nbsp;untuk mempercepat proses&nbsp;pick-and-pack</li><li>Kode barcode untuk memastikan kesesuaian&nbsp;order &amp; mencegah&nbsp;fraud</li></ol>Order Fulfillment&nbsp;<ol><li>Sentralisasi seluruh order pada satu sistem yang terintegrasi dengan seluruh&nbsp;sales channel</li><li>Penyediaan alternatif&nbsp;fulfillment yang fleksibel bagi pelanggan (inc. in-store pick up, ship-from-store)</li><li>End-to-end order tracking&nbsp;(pick, pack, ship, received, returned)</li><li>Penyediaan proses pengembalian/return&nbsp;yang mudah</li></ol>Report &amp; Analytics<ol><li>Pemahaman performa bisnis dengan kemampuan mengidentifikasi profitabilitas masing-masing&nbsp;channel&nbsp;&amp; lokasi</li><li>Pemahaman pelanggan termasuk volume penjualan &amp; kepuasan terhadap setiap produk atau transaksi</li><li>Pemahaman performa produk termasuk profitabilitas,&nbsp;inventory&nbsp;turn-over, &amp; feedback&nbsp;terhadap setiap produk</li></ol>Dengan memenuhi semua prasyarat kapabilitas dasar tersebut, perusahaan baru dapat dianjurkan untuk membangun&nbsp;purchasing journey berbasis omnichannel. Di Altha, kami telah menerapkan berbagai konsep omnichannel pada perusahaan ritel dan membangun interaksi yang terintegrasi antarsaluran penjualan. Melalui pendekatan ini, setiap toko fisik akan saling terkoneksi dalam manajemen data yang terpusat, yang juga memungkinkan transparansi persediaan barang, baik bagi perusahaan maupun bagi pelanggan pada batasannya. Hal yang paling krusial bagi pelanggan dalam skema ini tentu adalah fleksibilitas untuk menentukan saluran yang digunakan dalam melihat, membeli, membayar, serta mengambil dan menikmati&nbsp;after-sales service lainnya dari berbagai platform dalam satu perjalanan yang sama. Sementara bagi perusahaan, semua aktivitas tersebut akan terekam dalam satu platform tunggal yang akan bermuara pada sistem ERP yang digunakan.<figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/S5UmQWhdpHnZVQUBQHykDn41ohqezFuP5mrXk23DiqaLebrhIS6Zgh4sCi3L9cfa6lYDiZAUgaZQT2cpjPlvxa67plCn5_Bdea4z0SFi43QZC6Rhx5B7BpHNHzRLxSg8QS6ILFC1rVZ2MaaMnQ" alt="Timeline

Description automatically generated"></figure><h4>Manfaat Penerapan Omnichannel&nbsp;</h4>Selama lebih dari 50 tahun, kita telah memperoleh hasil yang sangat baik dengan menggunakan strategi penjualan yang sama, tetapi sekarang adalah saat untuk memperbaruinya. Pendekatan omnichannel untuk penjualan dan pemasaran perdagangan akan menjadi cara yang krusial untuk memenangkan kompetisi pasar, khususnya pada industri ritel. Sebuah studi yang baru-baru ini dilakukan oleh Harvard Business Review terhadap lebih dari 46.000 pembeli telah menunjukkan bahwa:<ol><li>20% adalah pembeli toko saja.</li><li>7% adalah pembeli online saja.</li><li>73% menggunakan banyak saluran.</li></ol>Demikian pula, Forbes melakukan dua studi yang mengungkapkan bahwa 81% pembeli melakukan riset di internet sebelum pergi ke toko untuk membeli. Sementara studi kedua menyimpulkan bahwa 82% memeriksa ponsel mereka pada pembelian yang akan mereka lakukan di dalam toko. Kondisi ini tentu berangkat dari berbagai keuntungan yang ditawarkan dari pendekatan omnichannel itu sendiri, di antaranya berupa:<ol><li>Efficient Inventory Management Perusahaan akan memiliki&nbsp;single inventory system&nbsp;yang&nbsp;saling terintegrasi sehingga dapat mengoptimalkan monetisasi persediaan dengan lebih efektif &nbsp;</li><li>Potential Extra Purchases Interaksi offline dengan kunjungan toko dapat menjadi&nbsp;upselling marketing&nbsp;untuk produk lainnya &nbsp;</li><li>Quicker Services Skema O2O ini memungkinkan pelanggan menerima produk fisik yang dipesan online dengan lebih cepat, baik dengan&nbsp;instant delivery&nbsp;maupun&nbsp;in-store pick up &nbsp;</li><li>No Shipping Fees Alternatif&nbsp;in-store pick up akan mengeliminasi biaya pengiriman dan/atau biaya asuransi yang melekat sehingga mengurangi biaya yang dikeluarkan pelanggan &nbsp;</li><li>In-Stock Assurance Pelanggan akan mendapat akses ketersediaan barang yang lebih luas melalui&nbsp;Real-time inventory visibility,&nbsp;serta jaminan ketersediaan barang sebelum diambil di toko fisik</li></ol>Di Altha, kami menyediakan layanan&nbsp;business advisory&nbsp;dan&nbsp;corporate training&nbsp;yang dapat membantu klien kami memahami, menyusun, hingga mengevaluasi penerapan pendekatan omnichannel yang efektif. Melalui strategi yang tepat dan terkustomisasi sesuai konteks masing-masing perusahaan, kami memastikan pelanggan dapat menikmati perjalanan terbaik mereka di seluruh saluran penjualan, sekaligus memastikan perusahaan dapat mengkapitalisasi skema ini sebagai keunggulan kompetitifnya secara optimal dan berdampak bagi keberlanjutan bisnisnya.

omnichannel merupakan pengalaman berbelanja yang mulus dengan mengaburkan batas-batas di antara saluran penjualan

Meningkatkan Pengalaman Pelanggan melalui  Strategi Omnichannel pada Bisnis Ritel

Perkembangan internet, akses informasi, dan segala bentuk kemajuan digital telah membuat konsumen dalam era digital semakin pintar. Sebelum era digital, sering kali konsumen dalam melakukan pembelian konsumen hanya memiliki informasi yang tersedia pada tempat pembelian atau&nbsp;word of mouth dari orang-orang sekitar konsumen. Sedangkan saat ini konsumen dapat mencari spesifikasi yang lengkap mengenai sebuah produk dan melihat tinjauan dari konsumen di seluruh dunia.&nbsp;Dengan mudahnya mencari informasi yang didukung oleh teknologi, konsumen saat ini lebih bergantung pada penelitian mandiri dan pendapat orang lain sebelum melakukan pembelian. Oleh karena itu tingkat kesadaran konsumen kepada sebuah merek&nbsp;(Brand Awareness) menjadi salah satu faktor penting dalam&nbsp;purchasing journey&nbsp;calon konsumen dalam memilih sebuah produk atau layanan. Setelah konsumen memiliki kepercayaan untuk merek Anda, mereka lebih mungkin untuk melakukan pembelian berulang dengan sedikit atau tanpa pemikiran sebelumnya.<h4>Apa itu Brand Awareness ?</h4>Brand Awareness atau Kesadaran Merek merupakan istilah yang digunakan dalam mewakili sejauh mana target konsumen Anda mengenali merek Anda.&nbsp;Brand Awareness sering kali adalah tahap pertama dalam memperkenalkan produk Anda kepada calon konsumen. Produk dan layanan yang mempertahankan tingkat kesadaran merek yang tinggi cenderung akan menghasilkan lebih banyak penjualan. Konsumen ketika dihadapkan dengan pilihan lebih mungkin untuk membeli produk merek yang dikenal daripada yang tidak dikenal. Ketika konsumen ingin membeli sebuah barang, konsumen pasti telah mengasosiasikan sebuah produk kepada sebuah merek.&nbsp;Sebagai contoh ketika orang Indonesia ingin membeli air mineral, kemungkinan besar merek yang pertama muncul dalam kepala konsumen adalah&nbsp;Aqua. Setelah konsumen mengasosiasikan sebuah produk dengan merek, mereka mulai mengenalinya tanpa bantuan, mencarinya untuk melakukan pembelian, mulai lebih memilihnya daripada merek serupa lainnya, dan membangun loyalitas yang tidak hanya menghasilkan pembelian lain tetapi juga memberikan rekomendasi untuk keluarga dan teman. Oleh karena itu membangun&nbsp;Brand Awareness&nbsp;merupakan hal yang sangat penting ketika memasarkan dan mempromosikan perusahaan dan produk Anda, terutama pada tahap awal bisnis.<h4>Pengukuran Brand Awareness</h4>Brand Awareness dapat diukur menggunakan berbagai cara. Cara yang paling umum digunakan adalah dengan survei&nbsp;Brand Recall. Menurut&nbsp;Business Dictionary,&nbsp;Brand Recall adalah ukuran kualitatif tentang seberapa baik nama&nbsp;brand dikaitkan dengan jenis produk atau kelas produk oleh konsumen. Survei&nbsp;brand recall secara umum mengharuskan konsumen untuk menyebutkan merek dalam sebuah kategori produk yang pertama muncul di pikiran responden.&nbsp;Sebagai contoh apabila ingin mengetahui&nbsp;brand recall&nbsp;merek mobil, pertanyaan yang bisa diajukan adalah “Coba sebutkan merek mobil sebanyak mungkin”’. Merek yang paling banyak disebut oleh responden akan memiliki&nbsp;brand recall&nbsp;yang paling tinggi. Pertanyaan&nbsp;brand recall dapat dibagi juga menjadi dua bentuk. Apabila pertanyaan disertai dengan daftar merek dari pembuat survei, hal ini disebut sebagai&nbsp;aided brand recall. Namun apabila pertanyaan tidak menyebutkan merek apapun dan tidak ada opsi jawaban, pertanyaan tersebut akan masuk dalam&nbsp;unaided brand recall. Dimana konsumen akan menyebutkan merek tanpa terpengaruh daftar merek yang diberikan pembuat survei.Selain brand recall, brand awareness dapat diukur juga melalui trafik&nbsp;website, search volume data,&nbsp;dan social media listening. Ketiga metode tersebut tidak akan menghasilkan pengukuran&nbsp;brand awareness yang akurat seperti&nbsp;brand recall.&nbsp;Namun trafik website, search volume data,&nbsp;dan social media listening&nbsp;cocok digunakan untuk pemantauan&nbsp;brand awareness&nbsp;secara menerus karena data dapat diperbaharui setiap hari dengan mudah dimana pada&nbsp;brand recall&nbsp;perlu mengandalkan survei berkala.<h4>Cara Meningkatkan Brand Awareness</h4>Untuk meningkatkan Brand Awareness sebuah merek perlu hadir dalam sebanyak mungkin jalur promosi yang digunakan oleh target konsumen. Interaksi dengan konsumen yang sering pada berbagai&nbsp;promotion channel baik&nbsp;online&nbsp;maupun&nbsp;offline akan meningkatkan&nbsp;brand awareness merek&nbsp;anda. Berikut adalah berbagai cara yang dapat diterapkan merek Anda untuk meningkatkan&nbsp;brand awareness:<ol><li>Penempatan produk dan sponsor acara Untuk dikenal oleh calon konsumen produk perlu tersedia dalam&nbsp;channel penjualan&nbsp;yang biasa digunakan oleh target konsumen. Contohnya, apabila konsumen sering membeli kategori produk Anda dalam apotek maka produk Anda perlu memiliki distribusi dan penempatan produk pada sebanyak mungkin apotek. Selain itu, menjadi sponsor acara baik&nbsp;online maupun&nbsp;offline yang sesuai dengan target konsumen juga akan membuat merek menjadi&nbsp;top of mind konsumen &nbsp;</li><li>Optimalkan penggunaan media sosial dan website Dalam era digital, konsumen akan melakukan riset pada media sosial atau website merek anda. Sehingga kinerja setiap media sosial dan website perusahaan menjadi hal yang penting. Untuk meningkatkan kinerja tersebut dapat dimulai dari pembuatan konten yang berkualitas dan sesuai dengan target konsumen. Selain itu, optimalisasi fitur media sosial seperti iklan berbayar dapat diterapkan untuk menyebarkan konten tersebut kepada target yang lebih luas. &nbsp;</li><li>Menerapkan Search Engine Optimization Telah menjadi hal yang umum bahwa hal pertama yang dilakukan konsumen era digital adalah melakukan riset pada mesin pencari (search engine).&nbsp;Search engine seperti Google digunakan untuk mempermudah konsumen untuk mencari jutaan konten yang ada di internet. Dengan menerapkan SEO, Anda dapat mengoptimalkan halaman-halaman web anda agar dapat meningkatkan posisi dalam&nbsp;search engine. Posisi yang semakin tinggi akan meningkatkan kemungkinan calon konsumen mengunjungi&nbsp;website&nbsp;Anda dan meningkatkan&nbsp;Awareness pengunjung terhadap merek.</li></ol>Meningkatkan&nbsp;brand awareness tidak terbatas pada 3 contoh diatas dan dapat dikembangkan sesuai dengan strategi pemasaran yang dimiliki perusahaan. Di Altha, kami menyediakan layanan&nbsp;business advisory&nbsp;dan&nbsp;corporate training&nbsp;yang dapat membantu klien kami memahami, menyusun, hingga mengevaluasi strategi peningkatan brand awareness yang efektif. Melalui strategi yang tepat dan terkustomisasi sesuai konteks masing-masing perusahaan, kami memastikan perusahaan dapat membangun reputasi merek yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pelanggan, sehingga mampu mendorong&nbsp;brand sustainability yang lebih berkesinambungan.

Brand Awareness atau Kesadaran Merek merupakan istilah yang digunakan dalam mewakili sejauh mana target konsumen Anda mengenali merek Anda

Meningkatkan Kepercayaan Brand Bisnis Anda melalui  Brand Awareness

Meningkatkan Kepercayaan Brand Bisnis Anda melalui Brand Awareness

Berkembangnya teknologi dan masuknya industry 4.0 membuat kebutuhan terhadap sistem informasi dan teknologi menjadi sebuah hal yang penting didalam sebuah perusahaan. Dimana IT saat ini tidak hanya sebagai&nbsp;supporting dalam proses bisnis yang dapat memudahkan pekerjaan, namun diharapkan dapat menjadi&nbsp;enabler dalam sebuah proses bisnis baru yang menghasilkan&nbsp;competitive advantage. Maka dari itu, diperlukan&nbsp;IT Master Plan agar implementasi teknologi tidak dapat dilakukan secara sembarangan.IT Master Plan atau yang biasa disebut dengan ITMP adalah sebuah perencanaan jangka panjang perusahaan dengan strategi dan pemanfaatan teknologi informasi dalam meningkatkan kapabilitas perusahaan. Dimana ITMP menjadi&nbsp;enabler dalam rencana bisnis untuk memanfaatkan dan mengimplementasikan teknologi informasi dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.<h4>Manfaat penyusunan IT Master Plan</h4>Dalam mengimplementasikan teknologi informasi perusahaan perlu memiliki semacam&nbsp;blueprint agar investasi TI selaras dengan kebutuhan perusahaan. Serta perencanaan implementasi teknologi informasi yang baik akan membantu perusahaan untuk mendukung proses bisnis sehari-hari. Berikut ini merupakan beberapa manfaat yang diperoleh dengan penyusunan IT Master Plan:<ol><li>IT Master Plan menjadi&nbsp;tools untuk mengontrol dan mengawasi keberhasilan implementasi teknologi informasi dalam perusahaan.</li><li>Meminimalisir risiko yang ditimbulkan akibat implementasi TI melalui perencanaan yang matang.</li><li>Analisis biaya investasi TI yang optimal dilakukan sebelum implementasi dilakukan, sehingga menghasilkan perencanaan perusahan yang baik.</li></ol><h4>Framework TOGAF sebagai standar penyusunan IT Master Plan</h4>TOGAF (The Open Group Architecture Framework) adalah sebuah kerangka kerja&nbsp;Enterprise Architecture (EA) yang sering digunakan dalam menyusun dan mengembangkan&nbsp;IT Master Plan. Kerangka kerja ini menjadi tools yang efektif karena proses penyusunannya terintegrasi antara konteks bisnis dengan sistem informasi atau teknologi informasi yang ingin kita kembangkan.Framework TOGAF digunakan dalam mengembangkan&nbsp;enterprise&nbsp;architecture yang terdiri atas 4 pilar arsitektur utama, yaitu arsitektur bisnis, arsitektur data, arsitektur aplikasi, dan arsitektur teknologi. Arsitektur bisnis adalah model operasional perusahaan yang merealisasikan strategi bisnis perusahaan. Arsitektur data dan aplikasi merupakan arsitektur yang dibutuhkan untuk menjalankan arsitektur bisnis organisasi. Sedangkan arsitektur teknologi adalah konfigurasi infrastruktur yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi-aplikasi pada arsitektur data dan aplikasi.<h4>Penerapan Enterprise Architecture pada penyusunan IT Master Plan</h4>Implementasi EA yang sesuai dengan kerangka kerja TOGAF biasa digunakan dalam proses penyusunan&nbsp;IT Master Plan, dimana arsitektur diturunkan menjadi 4 bagian utama yaitu arsitektur bisnis, arsitektur aplikasi, arsitektur data, dan arsitektur teknologi.&nbsp;Pada umumnya proses penerapan EA dalam penyusunan&nbsp;IT master plan dapat dijelaskan sebagai berikut:<ol><li>Issue and problem identification Proses pertama yang harus dilakukan dalam menyusun&nbsp;IT master plan adalah memahami visi dan misi perusahaan, serta target dan tujuan perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Identifikasi permasalahan dan isu perusahaan juga perlu disampaikan untuk mencari solusi yang dapat dirumuskan untuk mengatasi isu tersebut. Proses identifikasi isu dapat dilakukan dengan menggali informasi kepada&nbsp;stakeholders terkait.&nbsp; Identifikasi isu dan masalah perusahaan dapat berupa situasi atau kondisi yang membuat proses bisnis tidak berjalan lancar. Dalam proses ini diharapkan seluruh permasalahan dapat teridentifikasi agar dapat merumuskan solusi pada&nbsp;IT master plan yang tepat sasaran. &nbsp;</li><li>Architecture design Solusi IT yang telah disusun perlu diturunkan berdasarkan 4 arsitektur utama berdasarkan EA, yaitu arsitektur bisnis, arsitektur data, arsitektur aplikasi, dan arsitektur teknologi yang selanjutnya melakukan analisis kesenjangan antara kondisi saat ini dengan rancangan yang ideal.&nbsp; Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa teknologi yang akan diimplementasikan dapat mendukung&nbsp;key IT solution. Serta untuk mengetahui kondisi saat ini yang bertujuan agar dapat mengutamakan pemanfaatan aset-aset TI yang sudah dimiliki dan meminimalisir risiko migrasi. &nbsp;</li><li>Roadmap and testing IT Master Plan Proses terakhir adalah melakukan&nbsp;cost &amp; benefits analysis untuk meminimalisir risiko terkait dengan investasi implementasi teknologi yang akan dilakukan, serta melakukan pengujian terhadap kelayakan hasil perancangan&nbsp;IT&nbsp;Master Plan yang telah disusun. Pemetaan proyek IT yang akan diimplementasikan juga perlu dilakukan berdasarkan skala prioritas perusahaan dibandingkan dengan proyek lainnya selama jangka waktu tertentu.</li></ol>Pada akhirnya, perusahaan perlu menyusun&nbsp;IT Master Plan&nbsp;untuk dapat membuat perencanaan implementasi teknologi dengan meminimalisir risiko investasi perusahaan di masa depan. Melalui&nbsp;IT Master Plan, perusahaan juga mendapatkan&nbsp;roadmap implementasi teknologi berdasarkan skala prioritas dalam jangka waktu tertentu yang akan membantu mencapai tujuan perusahaan.Altha Consulting sebagai manajemen konsultan berpengalaman menyediakan layanan&nbsp;technology advisory yang dapat membantu proses penyusunan&nbsp;IT Master Plan&nbsp;perusahaan. Kami juga telah memiliki&nbsp;benchmark serta&nbsp;best practice dalam bidang&nbsp;technology advisory&nbsp;berdasarkan pengalaman dengan klien dari berbagai industri. Apabila ada pertanyaan silahkan menghubungi kami.

IT Master Plan adalah sebuah perencanaan jangka panjang perusahaan dengan strategi dan pemanfaatan teknologi informasi dalam meningkatkan kapabilitas perusahaan

IT Master Plan: Perencanaan Solusi TI Perusahaan 

Enterprise Architecture (EA)&nbsp;merupakan proses standarisasi, pengelolaan dan penyelarasan elemen-elemen di dalam Teknologi Informasi (TI) dengan tujuan dari bisnis dan perusahaan. Pengembangan EA ini akan mendorong transformasi digital perusahaan, peningkatan maturitas TI dan pertumbuhan modernisasi departemen TI.<h4>Apa itu&nbsp;Enterprise Architecture?</h4>Enterprise Architecture (EA)&nbsp;merupakan cetak biru&nbsp;(blueprint)&nbsp;yang mendefinisikan struktur dan model operasi suatu perusahaan.&nbsp;Enterprise Architecture melibatkan aktivitas menganalisis, merencanakan, mendesain dan mengimplementasi struktur perusahaan yang sesuai dengan tujuan bisnis. Strategi EA terkini tidak hanya berfokus pada TI saja, akan tetapi melibatkan seluruh&nbsp;stakeholder internal perusahaan. Objektif utama dilakukannya EA adalah untuk menyelaraskan dan menyatukan aspek bisnis, data, aplikasi dan infrastruktur TI yang untuk membuat sebuah ekosistem yang&nbsp;seamless.<h4>Manfaat dan Keuntungan Penerapan&nbsp;Enterprise Architecture</h4>Adapun manfaat dan keuntungan yang didapat dirasakan dalam penerapan EA adalah sebagai berikut:<ol><li>Peningkatan kolaborasi TI dengan bisnis Dengan adanya EA maka memungkinkan kolaborasi yang lebih terbuka antara TI dengan unit bisnis. TI yang selama ini dianggap sebagai departemen pendukung bisnis, dapat menjadi&nbsp;enabler atau&nbsp;core bisnis perusahaan. &nbsp;</li><li>Standarisasi EA akan membantu untuk melakukan standarisasi proses bisnis dan aplikasi sehingga akan menghasilkan stabilitas. Selain itu, dengan adanya proses TI dan infrastruktur TI yang terstandarisiasi maka akan meningkatkan efisiensi kinerja dan mengurangi risiko TI yang mungkin dihadapi. &nbsp;</li><li>Integrasi Arsitektur perusahaan yang komprehensif akan mengintegrasi seluruh proses bisnis dan struktur operasi suatu perusahaan, sehingga mengurangi redudansi pada suatu perusahaan.&nbsp; &nbsp;</li><li>Peningkatan kualitas Arsitektur dan inisiatif yang sesuai dengan&nbsp;business requirement&nbsp;perusahaan akan meningkatkan level kualitas seperti: mengurangi&nbsp;defects,&nbsp;pengerjaan yang berulang dan pekerjaan yang tidak sesuai. &nbsp;</li><li>Penghematan biaya EA akan menghilangkan proses yang tidak perlu, redundan dan tidak menguntungkan bagi perusahan, hal ini akan menghasilkan penghematan biaya dan sumber daya yang signifikan. Selain itu, EA dapat menghemat anggaran TI dengan mengoptimalkan infrastruktur TI dan penggunaan kembali aset TI&nbsp;(asset reuse). &nbsp;</li><li>Pengurangan risiko Melakukan identifikasi dan pengelolaan melalui tata kelola TI, arsitektur dan teknologi yang sesuai dengan standar.</li></ol><h4>Metodologi dan Kerangka&nbsp;Enterprise Architecture</h4>Terdapat beberapa kerangka kerja yang dapat membantu dalam penerapan EA secara efektif. Menurut CompTIA,&nbsp;ada empat metodologi EA yang terkemuka&nbsp;yaitu:<ol><li>The Open Group Architectural Framework (TOGAF) TOGAF&nbsp;menyediakan prinsip-prinsip untuk merancang, merencanakan dan mengimplementasikan arsitektur TI perusahaan. Kerangkan kerja ini paling populer digunakan dan telah diadopsi lebih dari 80% perusahaan terkemuka di dunia. &nbsp;</li><li>The Zachman Framework for Enterprise Architecture Zachman berfokus dengan cakupan enam titik arsitektur dan enam pemangku kepentingan utama untuk membantu menstandardisasi dan menentukan komponen dan keluaran arsitektur TI. &nbsp;</li><li>Federal Enterprise Architecture Framework (FEAF) FEAF diperkenalkan pada tahun 1996 sebagai tanggapan terhadap tindakan Clinger-Cohen, yang memperkenalkan mandat untuk efektivitas TI di lembaga federal. Ini dirancang untuk pemerintah AS, tetapi juga dapat diterapkan ke perusahaan swasta yang ingin menggunakan kerangka kerja. &nbsp;</li><li>Gartner Setelah mengakuisisi The Meta Group pada tahun 2005, Gartner menetapkan praktik terbaik untuk EA dan mengadaptasinya ke dalam praktik konsultasi umum perusahaan. Meskipun ini bukan kerangka kerja individu, CompTIA mengenalinya sebagai metodologi "praktis" yang berfokus pada hasil bisnis.</li></ol><h4>Komponen&nbsp;Enterprise Architecture</h4>Terdapat empat komponen utama di dalam&nbsp;Enterprise Architecture menurut&nbsp;TOGAF, yaitu:<figure class="image"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/kpvOQX-vAFnSmv2vWvhfC-zuzeOh7EiIOZvHV63v66QhIDhvCh2Q-odbGh8IXgbU_Uypvoy-LgEXUZJIQmac8Nw302B1FZsJObh1f0Soh4HpnHiect3WaFnTg5m2e6ZB7I9gnRFqCPAXzFP_RQ"></figure>Gambar 1.&nbsp;Komponen dalam Enterprise Architecture<ol><li>Business Architecture Arsitektur bisnis mengatur mengenai proses bisnis, struktur organisasi dan penyelarasan hubungan dengan bisnis perusahaan. Hal ini juga mencakup fungsi bisnis, tujuan, dan strategi keseluruhan organisasi. &nbsp;</li><li>Data&nbsp;Architecture Arsitektur data menyangkut struktur data dan pengelolaan sumber data. Selain itu, analisis data yang baik dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan baik dalam aspek bisnis maupun TI. Hal ini memungkinkan kinerja TI yang efektif dan fleksibilitas proses bisnis yang optimal. &nbsp;</li><li>Application Architecture Arsitektur aplikasi mengidentifikasi aplikasi, interaksinya, dan hubungannya dengan&nbsp;core bisnis. Kemudian, menjelaskan bagaimana kemampuan bisnis atau layanan dapat diimplementasikan. &nbsp;</li><li>Technology Architecture Arsitektur teknologi mencakup mengenai perangkat lunak dan perangkat keras yang diperlukan untuk mengimplementasikan domain lain pada arsitektur perusahaan.&nbsp;</li></ol><h4>Perangkat yang Digunakan untuk Penerapan&nbsp;Enterprise Architecture</h4>Tools EA memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan, dan dampak, perubahan. Perangkat tersebut menangkap keterkaitan dan ketergantungan di dalam dan di antara ekosistem, model operasi, kemampuan, orang, proses, informasi, dan aplikasi serta teknologi.&nbsp;Tools EA membantu keputusan investasi untuk TI dan perusahaan yang lebih luas. Ketika model digabungkan dengan data kinerja operasional, perangkat dapat membantu meningkatkan hasil bisnis dan membentuk konstruksi dan pengembangan platform digital yang berkelanjutan. Berikut merupakan beberapa contoh perangkat pembantu untuk EA menurut&nbsp;Gartner Peer Insights:<ol><li>Orbus Software</li><li>Sparx System</li><li>Software AG</li><li>Avolution</li><li>Mega</li><li>Erwin</li><li>BiZZdesign</li><li>Planview</li><li>SAP</li><li>BOC Group</li></ol><h4>Summary</h4>Enterprise Architecture&nbsp;adalah aspek fundamental bagi perusahaan dalam melakukan transformasi digital dan pengembangan TI.&nbsp;Benefit yang dapat dirasakan bagi perusahaan dapat mencakup dalam segi bisnis yaituu penyelarasan TI dengan bisnis perusahaan, dari segi TI yaitu standarisasi, integrasi dan peningkatan kualitas. Selain itu, EA juga berpengaruh terhadap finansial perusahaan dengan penghematan biaya.Altha meyakini bahwa EA merupakan salah satu&nbsp;game changer bagi transformasi perusahaan. Dengan didukung tenaga ahli dan pengalaman dalam pengembangan EA di berbagai industri, kami yakin dapat membantu perusahaan anda dalam penyusunan EA. Apabila ada pertanyaan lebih lanjut, silakan menghubungi kami.&nbsp;

Enterprise Architecture (EA) merupakan cetak biru (blueprint) yang mendefinisikan struktur dan model operasi suatu perusahaan.

Transformasi Digital Perusahaan melalui Penerapan Enterprise Architecture

Time Management atau manajemen waktu merupakan hal penting yang berkaitan dengan kehidupan setiap individu sehari-hari. Tidak hanya dalam lingkungan pekerjaan, manajeman waktu yang efektif juga diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar, berorganisasi, dan berelasi. Idealnya, seorang individu harus menggunakan waktu mereka secara efektif dan efisien agar dapat melakukan seluruh tugas dan tanggung jawabnya.<h4>Manajemen Waktu (Time Management)</h4>Menurut Humes (Adebisi, 2013), manajemen waktu merupakan suatu seni mengatur, mengorganisasi, menjadwalkan, serta menganggarkan waktu seseorang untuk menghasilkan kerja lebih efektif dan produktif.<h4>Proses Pengelolaan Manajemen Waktu (Time Management)</h4>Bagaimana caranya agar kita dapat mencapai produktifitas dengan manajemen waktu yang baik? Ada baiknya kita harus mengetahui terlebih dahulu terkait proses pengelolaan manajemen waktu. Berikut merupakan proses pengelolaan manajemen waktu yang dapat kita pelajari dan lakukan bersama:<ol><li>Perencanaan Waktu Perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan tujuan dan mencapai sasaran dengan langkah dan strategi yang tepat. Perencanaan dapat disusun secara harian, mingguan, bulanan, dan tahunan. Perencanaan yang dilakukan sifatnya harus jelas, realistis, fleksibel, dan berkesinambungan. &nbsp;</li><li>Pengorganisasian Waktu Pengorganisasian waktu adalah kegiatan mengidentifikasi, mengelompokkan, menganalisis kegiatan, dan mengelola waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.&nbsp;Di bawah ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengorganisasian waktu: a. Membuat daftar kerja; b. Menetapkan waktu yang dibutuhkan atau timeline untuk menyelesaikan pekerjaan; c. Mengatur jumlah individu yang terlibat dalam tugas tersebut; e. Menentukan skala prioritas untuk kegiatan yang penting dan mendesak dan untuk kegiatan yang tidak mendesak dan dapat ditunda. &nbsp;</li><li>Pengkoordinasian Waktu Merupakan kegiatan melakukan koordinasi dan arahan terhadap diri sendiri maupun orang lain agar dapat bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana dan tujuan yang ditetapkan di awal. &nbsp;</li><li>Pengawasan Waktu Pengawasan waktu merupakan kegiatan untuk memastikan apakah semua pekerjaan telah berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.</li></ol><h4>Time Management Matrix</h4>Setelah kita mengetahui proses pengelolaan manajemen waktu, kita dapat memaksimalkan pemahaman kita dengan melihat dan mempelajari Time Management Matrix yang dipopularkan oleh Dwight D. Eisenhower. Menurut Dwight D. Eisenhower, kita harus mencurahkan perhatian dan waktu untuk kegiatan kita sesuai dengan tingkat kepentingan dan urgensinya. Bagaimana kita mengetahui bahwa suatu kegiatan itu penting dan urgent? Mari kita simak tabel di bawah ini yang tercantum pada buku The 7 Habits of Highly Effective People yang ditulis oleh Stephen R. Covey berdasarkan teori dari Eisenhower.&nbsp;<figure class="table" style="width:100%;"><table><tbody><tr><td style="background-color:#f2f2f2;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Indikator</td><td style="background-color:#f2f2f2;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Mendesak (Urgent)</td><td style="background-color:#f2f2f2;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Tidak Mendesak (Not&nbsp;Urgent)</td></tr><tr><td style="background-color:#f2f2f2;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Penting (Important)</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;"><ol><li>Crisis</li><li>Pressing problems</li><li>Deadline driven projects</li></ol> &nbsp;</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;"><ol><li>Relationship building</li><li>Finding new opportunities</li><li>Long-term planning</li><li>Preventive activities</li><li>Personal growth</li><li>Recreation</li></ol></td></tr><tr><td style="background-color:#f2f2f2;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Tidak Penting (Not Important)</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;"><ol><li>Interruptions</li><li>Emails, calls, meetings</li><li>Popular activities</li><li>Proximate, pressing matters</li></ol></td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;"><ol><li>Trivia, busy work</li><li>Time wasters</li><li>Some calls and emails</li><li>Pleasant activities</li></ol></td></tr></tbody></table></figure>Tabel 1. Teori Time Management Matrix&nbsp;(Stephen R. Covey, Eisenhower)Berdasarkan tabel Time Management Matrix&nbsp;diatas, suatu hal disebut urgent (mendesak)&nbsp;dan important (penting) saat hal tersebut membutuhkan perhatian langsung (immediate attention)&nbsp;dan hal tersebut berkontribusi terhadap tujuan hidup menengah dan jangka panjang. Apabila hal-hal tersebut kita abaikan maka akan menggangu aktifitas sehari-hari dan membuat kita selalu berada di lingkaran krisis yang berkelanjutan. Hal yang mendesak dan penting bersifat menarik perhatian dan menekan, contohnya deadline dari suatu projek.<h4>Kesimpulan</h4>Kesimpulannya, Time Management atau manajemen waktu merupakan suatu seni mengatur, mengorganisasi, menjadwalkan, serta menganggarkan waktu seseorang untuk menghasilkan kerja lebih efektif dan produktif. Agar kita dapat mencapai produktifitas dengan manajemen waktu yang baik, maka kita harus memahami proses pengelolaan manajemen waktu itu sendiri dan mampu memprioritaskan hal mana yang termasuk penting dan mendesak, serta hal mana yang termasuk tidak penting dan tidak mendesak.Altha Consulting sebagai Konsultan Manajemen, menyediakan layanan people advisory dan layanan corporate training yang dapat membantu Anda maupun Organisasi Anda dalam pengembangan people development termasuk peningkatan pengelolaan manajemen waktu. Pelajari lebih lanjut !

Manajemen waktu (time management) merupakan suatu seni mengatur, mengorganisasi, menjadwalkan, serta menganggarkan waktu seseorang untuk menghasilkan kerja lebih efektif dan produktif.

Time Management : Solusi Dalam Mencapai Pekerjaan Yang Efektif

<h4>Mengapa Cybersecurity Menjadi Sangat Penting Hari Ini?</h4>Saat ini, kemajuan teknologi informasi bergerak dengan pesat. Hal ini tentu tidak lepas dari masifnya penggunaan teknologi informasi dan internet dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata seperti industri 4.0, artificial intelligence, blockchain, dan metaverse menjadi sering kita dengar dan tidak jarang menjadi buzzword yang digaungkan pemerintah dan pelaku usaha dalam upaya beradaptasi dengan perkembangan jaman. Salah satu topik yang paling sering dibicarakan saat ini adalah cybersecurity. Menurut Google Trends, penelusuran untuk topik cybersecurity meningkat lebih dari 75% selama lima tahun ke belakang. Cybersecurity menjadi isu yang penting karena seperti dua sisi mata uang, selain memudahkan teknologi informasi juga bisa mendatangkan potensi kejahatan jika tidak benar-benar dipahami dan diantisipasi.<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/NnH7vBZrdcaWSTbuFzzryojnaMXfOZFzpXRRjwDm2WSbtqo-HnDSw2Xs9tf6fQeEIUBuLG7REotFgo8vLHD_OeYvl1N26Bh3iP6_EudgrmtfPJ1mMww1hvg-E-BpLlnAAqz3XCfg" alt="Chart, line chart

Description automatically generated"></figure>Gambar 1 – Tren Pencarian Cybersecurity di Google 5 Tahun TerakhirSedikitnya, terdapat tiga alasan mengapa cybersecurity menjadi sesuatu yang sangat ramai dibicarakan saat ini:<ol><li>Penggunaan internet yang semakin pesat Menurut laporan DataReportal, tercatat ada 4,95 miliar pengguna internet di dunia pada Januari 2022. Jumlah ini meningkat 4% dari 4,76 miliar pengguna pada Januari 2021. Sementara menurut laporan We Are Social, terdapat 204,7 juta pengguna internet di Indonesia pada Januari 2022. Jika dibandingkan dengan tahun 2018, terdapat peningkatan sebesar 54,25%. Hal ini didukung dengan tingkat penetrasi internet di Indonesia yang mencapai 73,7% dari total penduduk Indonesia pada awal tahun 2022. &nbsp;</li><li>Jumlah serangan siber yang semakin meningkat Seiring dengan pemakaian internet yang begitu pesat, jumlah serangan siber juga semakin meningkat. Menurut laporan Deep Instinct, jumlah serangan siber menggunakanmalware mengalami peningkatan sebesar 358% pada tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Sementara, serangan siber menggunakan ransomware meningkat sebanyak 435% pada tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Di Indonesia, BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) menyatakan sepanjang bulan Januari sampai Agustus 2021, terdapat hampir 190 juta upaya serangan siber di Indonesia; Jumlah tersebut meningkat lebih dari empat kali lipat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019 yaitu sekitar 39 juta. &nbsp;</li><li>Kerugian serangan siber yang semakin besar Dengan tren kenaikan serangan siber yang semakin meningkat, kerugian yang dihasilkan di serangan siber ini juga semakin besar. Kasus ransomware WannaCry tahun 2017 misalnya. Menurut Kaspersky, WannaCry mengakibatkan kerugian setidaknya US$4 miliar secara global. WannaCry menginfeksi lebih dari 230.000 perangkat di 150 negara. Equifax, perusahaan agensi kredit Amerika pada tahun 2017 lalu juga mengalami kasus kebocoran data yang ditaksir menimbulkan kerugian hingga lebih dari US$4 miliar. Untuk konteks Indonesia, berdasarkan studi Frost &amp; Sullivan yang dilakukan pada tahun 2018, potensi kerugian ekonomi di Indonesia yang diakibatkan oleh serangan siber dapat mencapai US$34,2 miliar. Besarnya nilai kerugian tersebut adalah lebih dari 3% PDB Indonesia pada tahun 2018.</li></ol><h4>Definisi dan Manfaat Cybersecurity</h4>Menurut ISO/IEC 27032, cybersecurity atau cyberspace security adalah preservasi dari kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi di ruang siber. Ruang siber merujuk pada lingkungan komplek yang merupakan hasil interaksi antara manusia, peranti lunak dan layanan-layaan internet melalui penggunaan aneka perangkat teknologi dan berbagai koneksi jaringan; lingkungan yang tidak memiliki wujud.Sementara menurut Kaspersky, cybersecurity adalah suatu praktik melindungi perangkat komputer, server, perangkat mobile, sistem elektronik, jaringan, dan data dari serangan-serangan jahat. Begitu pula Cisco yang mendefinisikan cybersecurity sebagai praktik melindungi berbagai sistem, jaringan, dan program dari serangan-serangan digital. Kesimpulannya, cybersecurity atau keamanan siber merupakan tindakan untuk melindungi informasi di dunia maya dari aneka serangan.Setidaknya terdapat lima manfaat penerapan cybersecurity bagi organisasi Anda:<ol><li>Melindungi perusahaan</li><li>Melindungi informasi pribadi</li><li>Menjamin keamanan</li><li>Menjaga produktivitas</li><li>Menghindari risiko reputasi dan finansial</li></ol><h4>Jenis dan Metode Ancaman Cybersecurity</h4>Secara umum, terdapat tiga jenis ancaman siber yang dapat dihadapi pengguna ruang siber, yaitu cyber crime, cyber attack, dan cyber terrorism.<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/qWpE1RS8R_R9iE47v363gAXrk4U0WdNQc04qo6d7rwHj5AkEVm9ucR0Fvs5GX1by4PLDDQOtkTfeR0u1PlrOCt5Fj3IRtojXN4jsAOOuFBcwZyEqwyyOVS7LfNsBW2wA2ML_sPp6" alt="Graphical user interface, text, application

Description automatically generated"></figure>Gambar 2 – 3 Jenis Serangan SiberPelaku kejahatan siber melancarkan serangan siber dengan berbagai metode. Berikut adalah beberapa metode umum serangan siber yang sering dilakukan:Tabel 1 - Metode Kejahatan Siber<figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/qVZ4oDd09WpIBnRuCLrpqjDrE8lp0rjNrN3uHrEPMUPcD7JCzj2ai2pUX2zZor-LF1SQyBKio8pPBhoDqbjwdg1NWxPnviZj8AfQPpMPiQXDbJ558tqP88S5z39BbKu3nFINz-MU" alt="Text

Description automatically generated with low confidence"></figure><h4>Strategi Penerapan Cybersecurity</h4>Setelah memahami definisi, manfaat, jenis, dan metode cybersecurity, tentu langkah selanjutnya adalah melakukan penerapan cybersecurity. Secara umum, terdapat empat tahapan utama yang dapat dilakukan perusahaan dalam menerapkan cybersecurity:<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/kqXOSC139Rr-OfBsUrrhwnAyVPojIkdCFdQ6dsUmqGEaLy_2LalGn4WlfsidrtSM_-exMW0VEe8E4MoYxxsjzaeXeX5MXGBYdz7W7_qcE3-4qDaPH42zj1SH3HrzNi5B0Awpgutm" alt="A picture containing timeline

Description automatically generated"></figure>Gambar 3 – Tahapan Penerapan Cybersecurity<ol><li>Identifikasi Lingkup Penerapan Karena lingkup penerapannya yang begitu luas, perusahaan perlu mengidentifikasi dan mendefinisikan lingkup penerapan cybersecurity yang sesuai dengan konteks bisnis perusahaan. Lingkup penerapan cybersecurity dapat berupa penerapan cloud security, network security, dan application security. &nbsp;</li><li>Adopsi Standar dan Framework Setelah dilakukan identifikasi fokus penerapan cybersecurity, perusahaan perlu mengadopsi standar dan framework yang diacu secara internasional Untuk membantu perusahaan mencegah dan memitigasi serangan siber. Beberapa dari standar cybersecurity yang paling banyak digunakan adalah ISO/IEC 27001, NIST Cybersecurity Framework, dan PCI DSS. &nbsp;</li><li>Lakukan Penerapan Cybersecurity Setelah ditentukan standar dan framework yang akan diadopsi, maka langkah berikutnya adalah melakukan penerapan standar dan framework ke dalam aktivitas sehari-hari. Penerapan cybersecurity dapat berupa update perangkat lunak berkala, penggunaan antivirus, optimalisasi password, penggunaan jaringan internal, dan peningkatan cybersecurity awareness bagi seluruh karyawan. Selain itu, perusahaan dapat menyiapkan dokumentasi penerapan manajemen keamanan informasi mulai dari kebijakan, prosedur, standar, dan instruksi kerja yang diperlukan. &nbsp;</li><li>Lakukan Monitoring dan Evaluasi Berkala Langkah terakhir namun tidak kalah pentingnya adalah melakukan monitoring dan evaluasi penerapan cybersecurity berkala. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui kekurangan dan peningkatan yang diperlukan dari realisasi penerapan yang telah dilakukan.. Monitoring dan evaluasi berkala dapat dilakukan melalui pelaksanaan internal audit, rapat tinjauan manajemen, hingga security testing dengan menggunakan pihak ketiga.</li></ol><h4>Kini Saatnya Anda Menerapkan Cybersecurity</h4>Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah membuka banyak peluang inovasi dan perkembangan bisnis. Perusahaan perlu beradaptasi dengan tuntutan kemudahan konektivitas layanan dengan memastikan seluruh transaksi data di dunia siber aman untuk digunakan pengguna. Perusahaan perlu memastikan seluruh sistem dan aplikasi yang dikelola benar-benar memberikan jaminan keamanan bagi pengguna.Altha Consulting menawarkan layanan advisory dan training terbaik yang diberikan oleh tenaga ahli yang tepat, disesuaikan dengan situasi di organisasi Anda dan tren industri saat ini,, serta perspektif organisasi dalam penawaran layanan kami di bidang cybersecurity. Kami membantu klien kami dalam menerapkan cybersecurity yang mencakup perencanaan, penerapan, monitoring, dan evaluasi sesuai dengan prinsip-prinsip penerapan cybersecurity yang diperlukan.

cybersecurity atau cyberspace security adalah preservasi dari kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi di ruang siber.

Penerapan Cybersecurity sebagai Pondasi Digitalisasi Perusahaan

<h4>Mengapa Isu Keamanan Informasi Menjadi Sangat Penting Hari Ini?</h4>Pada September 2021, masyarakat dihebohkan dengan dugaan kebocoran 1,3 juta data pribadi dari pengguna aplikasi electronic Health Alert Card (eHAC), aplikasi yang wajib digunakan dalam memenuhi persyaratan penerbangan selama masa pandemi covid-19. Adapun beberapa data yang bocor adalah nama, alamat rumah, NIK, hingga data histori pelaksanaan tes covid-19 yang telah dilakukan.Kasus kebocoran data pribadi di Indonesia sering kali terjadi, beberapa kasus di antaranya terangkum dalam table berikut:Tabel 1 - Perbandingan Kasus Kebocoran Data Pribadi di Indonesia<figure class="image"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/HiKdZuJx8JdlGkfrj1atntgmT7SMkL4pmAfZqW9uGo8KcYJZT-Dk8qfxn5IveBkSdBat6_2SgHg5ECTJ_YFmR60TfLvgq04q5tOAmbJBiIA0ejh1YDCyGbKBu7RBM4i_MGfAxIQn" alt="Table

Description automatically generated"></figure>Maraknya kasus dan insiden kebocoran data informasi pengguna, menjadi suatu indikasi penting dalam penerapan standar manajemen keamanan informasi bagi perusahaan. Dengan adanya standar keamanan yang baku, perusahaan dapat memastikan bahwa praktik pengelolaan informasi telah mengikuti standar internasional sehingga dapat memberikan jaminan keamanan yang lebih baik bagi pengguna.<h4>ISO 27001:2013 sebagai Standar Penerapan Keamanan Informasi</h4>Standar sistem manajemen keamanan informasi yang paling banyak diacu secara internasional adalah ISO 27001:2013. ISO 27001:2013 adalah standar sistem manajemen keamanan informasi yang memuat persyaratan untuk mengelola keamanan informasi di dalam organisasi. ISO 27001:2013 bersifat generik, yang berarti dapat diterapkan untuk seluruh tipe dan ukuran organisasi.ISO 27001:2013 lebih menekankan pada persyaratan keamanan informasi yang dituangkan dalam 10 klausa umum dan detail 114 kendali (control) yang terbagi dalam 14 domain. Terdapat tiga tujuan keamanan dari penerapan ISO 27001:2013 yaitu:<ol><li>Confidentiality, hanya pihak berwenang yang memiliki hak akses terhadap informasi</li><li>Integrity, hanya pihak berwenang yang boleh merubah informasi</li><li>Availability, informasi harus dapat diakses oleh pihak berwenang kapanpun diperlukan</li></ol>Karena sifatnya yang umum, ISO 27001:2013 perlu didukung oleh panduan yang membahas bagaimana cara menerapkan persyaratan tersebut. Panduan ini tercantum dalam ISO 27002:2022 yang merupakan versi terbaru dari ISO 27002 pada tahun 2013.Secara umum, penerapan ISO 27001:2013 membawa beberapa manfaat bagi perusahaan, diantaranya:<ol><li>Melindungi data dan informasi perusahaan dan pelanggan Dengan adanya standar manajemen keamanan informasi, perusahaan dapat memastikan data dan informasi perusahaan dan pelanggan dapat terlindungi. &nbsp;</li><li>Meningkatkan kredibilitas bagi pelanggan Dengan adanya sertifikasi ISO 27001:2013, secara tidak langsung akan menambah kredibilitas perusahaan di mata pelanggan karena dianggap memiliki sistem pengamanan yang terjamin. &nbsp;</li><li>Memastikan tercapainya kepatuhan bagi perusahaan Penerapan ISO 27001:2013 secara tidak langsung mendukung upaya kepatuhan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.</li></ol><h4>Tahapan Penerapan ISO 27001:2013 di Perusahaan</h4><figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/r08xg1Y1qS0CuTs5JsDe-GgzPoaCfaeqXvZVmuNKPeipm0808uIPgDpvM6XCyj07P0r9OPBK7xs6odU5YTsGfYTHhecn6eN6VfdiBmq_QI59twNLnQMzPEXzfoJtdo4jVPia7IIW"></figure>Gambar 1 - 6 Tahapan Penerapan ISO 27001:2013Terdapat enam tahapan utama yang perlu dilakukan organisasi untuk menerapkan ISO 27001:2013, yaitu:<ol><li>Pembentukan tim Perusahaan perlu menetapkan susunan tim yang dibentuk khusus untuk pelaksanaan penerapan ISO 27001:2013 dari awal sampai akhir. Adanya pembentukan tim secara formal juga menunjukkan komitmen dari perusahaan dalam menerapkan ISO 27001:2013. &nbsp;</li><li>Pelaksanaan&nbsp;initial assessment Pada tahapan awal, perusahaan perlu melakukan penilaian awal (initial assessment) untuk mengetahui pemenuhan persyaratan keamanan informasi saat ini. Hasil dari aktivitas ini adalah adanya analisis kesenjangan (gap analysis) yang dapat digunakan sebagai acuan penyusunan dokumentasi pada tahap berikutnya. &nbsp;</li><li>Penyusunan dokumentasi Berdasarkan hasil&nbsp;initial assessment, perusahaan dapat mengetahui persyaratan apa yang masih belum dipenuhi. Selanjutnya perusahaan perlu melakukan penyusunan dokumentasi yang dipersyaratkan antara lain: kebijakan keamanan, prosedur-prosedur, instruksi kerja,&nbsp;risk register, dan&nbsp;statement of applicability (SoA) &nbsp;</li><li>Implementasi Setelah dokumen disusun dan disahkan, tahap selanjutnya adalah menerapkan dokumen yang telah disiapkan melalui aktivitas seperti pelaksanaan audit internal dan rapat tinjauan manajemen. Tahapan ini sekaligus menandakan sejauh mana kesiapan perusahaan untuk dilakukan audit sertifikasi oleh Badan Sertifikasi. &nbsp;</li><li>Pelaksanaan audit sertifikasi Tahapan ini dilakukan oleh Badan Sertifikasi, yaitu organisasi yang ditunjuk oleh perusahaan dan memiliki kewenangan dalam menilai dan merekomendasikan perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi ISO 27001:2013. Tahapan audit sertifikasi secara umum terbagi menjadi dua tahapan, yaitu audit dokumen dan audit lapangan. Audit dokumen dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dokumen persyaratan keamanan informasi. Jika lulus, maka dilakukan audit lapangan dengan memeriksa pemenuhan persyaratan keamanan informasi secara langsung di lapangan. Jika perusahaan sudah lulus dari kedua tahapan ini maka perusahaan berhak direkomendasikan untuk mendapatkan sertifikasi ISO 27001:2013. &nbsp;</li><li>Monitoring dan evaluasi Setelah mendapatkan sertifikasi, perusahaan dapat melakukan audit internal secara berkala untuk memantau dan mengevaluasi penerapan ISO 27001:2013. Badan Sertifikasi juga akan melakukan&nbsp;audit surveillance (audit pengawasan) setiap tahun untuk melihat konsistensi penerapan ISO 27001:2013 di perusahaan.</li></ol><h4>Karena Jaminan Keamanan Informasi sudah Menjadi Keharusan</h4>Kebutuhan dan penggunaan TI pada kehidupan sehari-hari terus meningkat, sebab penggunaan TI telah memudahkan cara hidup kita. Namun di sisi lain terdapat risiko besar rentannya kebocoran informasi yang jika tidak diantisipasi akan mengakibatkan dampak yang fatal bagi perusahaan. Sehingga bisa dikatakan, kebutuhan akan jaminan keamanan informasi saat ini telah menjadi suatu keharusan.Altha Consulting menawarkan layanan&nbsp;advisory dan&nbsp;training terbaik yang diberikan oleh tenaga ahli yang tepat,&nbsp;disesuaikan dengan situasi organisasi Anda dan tren industri saat ini,, serta perspektif organisasi dalam penawaran layanan kami di bidang pendampingan implementasi ISO 27001. Kami membantu klien kami mempersiapkan implementasi dan sertifikasi ISO 27001:2013 yang meliputi aktivitas persiapan, awareness, penyusunan dokumen, pendampingan implementasi dan audit sertifikasi yang konsisten sesuai dengan standar ISO 27001:2013.

ISO 27001:2013 adalah standar sistem manajemen keamanan informasi yang memuat persyaratan untuk mengelola keamanan informasi di dalam organisasi

Mengenal ISO 27001 sebagai Standar Pengelolaan Keamanan Informasi

Proses digitalisasi saat ini berjalan begitu cepat sehingga apapun yang ingin kita lakukan dapat diselesaikan dengan menggunakan aplikasi. Dengan intensitas penggunaan aplikasi yang semakin tinggi tentu saja data yang kita berikan kepada aplikasi tersebut juga semakin banyak. Hal ini tentu dapat menjadi katalis bagi perusahaan yang menggunakan aplikasi karena dapat lebih memahami pengguna aplikasinya. Jika perusahaan dapat memahami pengguna dengan baik dan memberikan apa yang dibutuhkan oleh pengguna tersebut, maka loyalitas pengguna aplikasi akan terjaga dan aplikasi tidak akan kehilangan pengguna. Selain itu apabila perusahaan bekerja di bidang manufaktur, dengan mengumpulkan data dari mesin yang digunakan maka dapat diambil tindakan lebih dini berdasarkan data yang dihasilkan jika terdeteksi sebuah anomali dalam pengoperasian mesin. Hal ini tentu dapat meningkatkan efisiensi penggunaan mesin dan menurunkan angka kecelakaan kerja akibat kerusakan mesin. Banyaknya data di sekitar kita tentu saja membutuhkan tempat yang dapat menampung dan mengolahnya, konsep pengolahan data yang sangat banyak ini adalah&nbsp;Big Data.<h4>Apa itu Big Data?</h4>Big data&nbsp;merupakan kumpulan data yang memiliki banyak variasi dengan ukuran yang selalu bertambah dan kecepatan data diterima yang tinggi. Ketiga aspek ini biasa disebut dengan&nbsp;three V’s.&nbsp;Dengan jumlah data yang besar, variasi data yang sangat banyak, dan kecepatan data yang tinggi membuat perangkat lunak tradisional yang biasa digunakan untuk mengolah data tidak dapat memprosesnya padahal jika data tersebut mampu diproses tentu saja dapat memberikan perusahaan gambaran bagaimana menyelesaikan masalah yang sedang terjadi.<h4>Apa itu&nbsp;Three V’s + Two V’s</h4>Big data&nbsp;sendiri memiliki tiga aspek pada awalnya yaitu&nbsp;volume, velocity,&nbsp;dan&nbsp;variety&nbsp;atau biasa disebut dengan&nbsp;three Vs.&nbsp;Tetapi seiring berjalannya waktu bertambah dua karakterisik yaitu&nbsp;value&nbsp;dan&nbsp;veracity&nbsp;sehingga saat ini lebih dikenal dengan&nbsp;the five V’s of big data.VolumeBerkaitan dengan jumlah data, dengan&nbsp;big data&nbsp;mengharuskan pemrosesan data dalam jumlah yang besar dan juga tidak terstruktur. Sumber data dapat berasal dari hal yang nilainya tidak diketahui kecuali dilakukan pemrosesan data terlebih dahulu. Beberapa contoh sumber data seperti jumlah klik pada halaman&nbsp;website&nbsp;atau aplikasi&nbsp;mobile,&nbsp;sensor yang dipasang pada perangkat&nbsp;IoT (Internet of Things),&nbsp;dan masih banyak lagi. Jumlah data yang dikumpulkan bisa mencapai puluhan&nbsp;terabytes&nbsp;hingga ratusan&nbsp;petabytes&nbsp;dan tentunya dulu hal ini sulit dilakukan karena akan butuh biaya yang sangat tinggi, akan tetapi saat ini dapat diatasi dengan menggunakan&nbsp;cloud.VelocityBerkaitan dengan kecepatan penerimaan data dan kecepatan pengolahan data. Dengan kemajuan di bidang IoT, pengumpulan data dapat dilakukan mendekati&nbsp;realtime&nbsp;atau bahkan&nbsp;realtime&nbsp;sehingga dapat diolah langsung ketika data sudah terkumpul untuk memberikan gambaran tindakan apa yang perlu dilakukan selanjutnya berdasarkan data yang diterima.VarietyBerkaitan dengan jumlah tipe data yang tersedia, data tradisional merupakan data yang terstruktur dan tersusun rapi di&nbsp;relational database. Dengan kemajuan&nbsp;big data,&nbsp;data yang dimiliki bergeser menjadi tipe data yang tidak terstruktur seperti teks, audio, dan juga video.ValueBanyaknya data yang diterima tentu saja tidak memiliki nilai untuk perusahaan apabila tidak diolah dengan baik dan menghasilkan hal yang bernilai. Data yang diterima tentu saja perlu diolah dan dikombinasikan dengan data lain yang ada sehingga menghasilkan wawasan yang baik dan data yang diterima juga menjadi bernilai.VeracityBerdasarkan data yang telah diterima, perlu dipertimbangkan juga kualitas data tersebut. Dengan banyaknya sumber data, sulit untuk menghubungkan antara satu kumpulan data dengan kumpulan data yang lain jika berasalah dari sistem yang berbeda. Perlu dilakukan normalisasi data agar data tersebut dapat dikorelasikan hubungannya sehingga memberikan gambaran yang dibutuhkan.<h4>Contoh Penggunaan&nbsp;Big Data</h4>Di industri manufaktur&nbsp;big data&nbsp;dapat digunakan untuk memprediksi kapan pemeliharaan sistem pabrik diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan memprediksi kegagalan mesin berdasarkan tahun pembuatan mesin dan model dari mesin tersebut, selain itu juga bisa berdasarkan data lainnya seperti&nbsp;log&nbsp;mesin, data dari sensor, pesan&nbsp;error,&nbsp;hingga suhu mesin. Dengan menganalisis hal tersebut sebelum masalah terjadi, perusahaan dapat menempatkan biaya pemeliharaan sistem dengan baik dan memaksimalkan utilitas dari mesin tersebut.Untuk keperluan layanan pelanggan, perusahaan mampu mendapatkan pandangan lebih baik mengenai pengalaman pelanggan dalam menggunakan produk perusahaan. Dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti media sosial, kunjungan&nbsp;website,&nbsp;riwayat panggilan, dan sumber lainnya mampu meningkatkan interaksi antara perusahaan dengan pelanggan dan meningkatkan keterikatan pelanggan dengan produk perusahaan. Hal ini tentu akan meningkatkan nilai yang diterima oleh pelanggan dari produk yang telah digunakan dan perusahaan dapat memberikan tawaran berdasarkan kondisi setiap pelanggan dan mengatasi masalah pelanggan secara proaktif.&nbsp;Altha Consulting menyediakan layanan&nbsp;IT advisory yang dapat membantu proses kajian kebutuhan perusahaan atas&nbsp;big data dalam proses pengelolaan data pada sistem perusahaan Anda. Proses kajian dilakukan secara komprehensif dan diharapkan dapat memberikan jawaban pada kemajuan teknologi di perusahaan Anda. Kami juga telah memiliki&nbsp;benchmark terkait dengan&nbsp;best practices berdasarkan hasil riset kami dan juga berdasarkan pengalaman dengan klien dari berbagai industri.

Big data merupakan kumpulan data yang memiliki banyak variasi dengan ukuran yang selalu bertambah dan kecepatan data diterima yang tinggi.

Big Data untuk Langkah Preventif Masalah Perusahaan

Saat ini begitu banyak proses ataupun hal yang digantikan dengan penggunaan aplikasi. Di balik kemampuan aplikasi melakukan proses yang dilakukan terdapat&nbsp;machine learning&nbsp;yang mampu meningkatkan efektivitas dari aplikasi tersebut. Dengan&nbsp;machine learning,&nbsp;aplikasi dapat memantau aktivitas yang dilakukan oleh pengguna ketika menggunakan aplikasi tersebut dan memberikan perusahaan gambaran mengenai titik mana dari aplikasi tersebut yang dapat ditingkatkan. Dengan mengetahui aktivitas pengguna, aplikasi juga dapat memberikan apa yang pengguna inginkan tanpa perlu disampaikan secara eksplisit oleh pengguna. Penggunaan&nbsp;machine learning&nbsp;sudah banyak digunakan untuk meningkatkan kualitas dari aplikasi yang dibuat agar lebih cocok dengan keinginan penggunanya.<h4>Apa itu&nbsp;Machine Learning?</h4>Machine learning&nbsp;adalah cabang dari&nbsp;artificial intelligence&nbsp;dan ilmu komputer yang fokus pada penggunaan data serta algoritma untuk meniru bagaimana manusia belajar. Hal ini dimungkinkan karena sistem dapat belajar dari data yang dimiliki, mengidentifikasi pola dari data tersebut, dan membuat keputusan berdasarkan data tanpa campur tangan manusia. Menggunakan metode statistik, algoritma dapat dilatih untuk membuat klasifikasi ataupun prediksi, sehingga mampu menghasilkan wawasan dari data yang diolah. Dengan wawasan yang dihasilkan, dapat mendorong pengambilan keputusan baik dalam pengembangan aplikasi ataupun bisnis.&nbsp;<h4>Bagaimana&nbsp;Machine Learning&nbsp;Bekerja</h4>UC Berkeley (Dr. Michael Tamir, 2020) menyebutkan&nbsp;machine learning&nbsp;memanfaatkan data untuk mengidentifikasi tren masa lalu dan memprediksi model yang akan terjadi di masa depan. Sistem pembelajaran dari algoritma&nbsp;machine learning&nbsp;menjadi tiga bagian.Proses KeputusanUmumnya, algoritma&nbsp;machine learning&nbsp;digunakan untuk memprediksi atau mengklasifikasikan berdasarkan data yang diterima. Dengan mengaplikasikan algoritma pada data yang diterima maka akan menghasilkan pola berdasarkan data tersebut.Fungsi KesalahanFungsi kesalahan di sini berfungsi untuk mengevaluasi kembali prediksi dari model yang telah dihasilkan. Jika sebelumnya terdapat contoh berdasarkan data yang lama, maka fungsi kesalahan dapat melakukan perbandingan untuk menilai akurasi dari model yang terbaru.Proses Optimisasi ModelJika model yang baru lebih baik dan lebih cocok dengan data yang dimiliki, maka bobot akan disesuaikan untuk mengurangi perbedaan antara contoh yang sudah ada dengan estimasi model. Algoritma akan mengulangi proses evaluasi dan pengoptimalan ini secara mandiri hingga memenuhi batas akurasi yang telah ditentukan.<h4>Contoh Penerapan&nbsp;Machine Learning</h4>Machine learning&nbsp;dapat diterapkan dalam beberapa bentuk dan memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan bisnis ataupun industri yang dilakukan.Speech RecognitionMemiliki istilah lain&nbsp;automatic speech recognition (ASR), computer speech recognition,&nbsp;atau&nbsp;speech-to-text,&nbsp;dengan menggunakan&nbsp;natural language processing (NLP)&nbsp;untuk memproses suara menusia ke dalam bentuk tulisan. Teknologi ini sudah banyak diimplementasikan pada perangkat&nbsp;mobile&nbsp;untuk memungkinkan pencarian dengan suara contohnya Alexa dan Siri sehingga dapat memberikan fleksibilitas dalam mengetik karena dapat menggunakan suara.Computer VisionTeknologi ini memungkinkan komputer dan sistem untuk mendapatkan informasi dari gambar, video, ataupun masukan visual lainnya dan mengambil tindakan berdasarkan data tersebut. Contoh penerapannya adalah pada penggambaran radiologi di bidang kesehatan, dan mobil yang dapat berjalan sendiri untuk bidang otomotif.RetailUntuk bidang ini umumnya diterapkan di sebuah&nbsp;website&nbsp;atau aplikasi.&nbsp;Platform&nbsp;tersebut dapat memberikan rekomendasi barang kepada pelanggan berdasarkan pembelian barang yang telah dilakukan oleh pelanggan. Tidak hanya barang yang telah dibeli, barang yang pernah dicari oleh pelanggan juga dapat direkomendasikan kembali oleh sistem. Dengan&nbsp;machine learning&nbsp;untuk mengolah data, dapat mempersonalisasi sistem sesuai dengan kebutuhan pelanggan untuk pemasaran, optimisasi harga, perencanaan pasokan produk, dan wawasan terhadap kebiasaan pelanggan.Oil and GasPada bidang ini dapat menggunakan&nbsp;machine learning&nbsp;untuk mencari sumber energi baru, menganalisis mineral, memprediksi kerusakan alat pabrik dan mendistribusikan minyak atau gas secara otomatis sehingga menjadi lebih efisien dan efektif dengan biaya yang lebih rendah.Altha Consulting menyediakan layanan&nbsp;IT advisory yang dapat membantu proses kajian kebutuhan perusahaan atas&nbsp;machine learning&nbsp;di dalam proses bisnis perusahaan. Proses kajian dilakukan secara komprehensif dan diharapkan dapat memberikan jawaban pada kemajuan teknologi di internal perusahaan. Kami juga telah memiliki&nbsp;benchmark terkait dengan&nbsp;best practices berdasarkan hasil riset kami dan juga berdasarkan pengalaman dengan klien dari berbagai industri.

Machine learning adalah cabang dari artificial intelligence dan ilmu komputer yang fokus pada penggunaan data serta algoritma untuk meniru bagaimana manusia belajar.

Machine Learning untuk Meningkatkan Efektivitas Proses Bisnis Perusahaan

Data adalah salah satu aset penting bagi organisasi dimana data berperan dalam menunjang proses bisnis sehingga operasional bisnis dapat berjalan optimal. Selain itu, data digunakan sebagai landasan dalam melakukan pengambilan keputusan di organisasi. Namun terdapat berbagai isu terkait data yang kerap terjadi di organisasi, diantaranya adalah:<ol><li>Kualitas data yang bermasalah,</li><li>Kesulitan dalam melakukan analisis data,</li><li>Data yang digunakan antar fungsi tidak terstandar,</li><li>Tingkat integritas, konsistensi dan kelengkapan data yang rendah, serta</li><li>Beberapa hambatan lain terkait dengan kualitas dan penyimpanan data.</li></ol>Untuk mengantisipasi dan mengatasi isu tersebut diperlukan penerapan data governance&nbsp;atau tata kelola data. Tata kelola data yang baik&nbsp;menetapkan proses dan tanggung jawab dengan memastikan kualitas serta keamanan&nbsp;data&nbsp;yang digunakan di seluruh bidang bisnis suatu organisasi.&nbsp;Tata kelola data&nbsp;mendefinisikan siapa yang dapat mengambil tindakan atas suatu data dalam situasi tertentu.<h4>Pengertian Tata Kelola Data</h4>Tata kelola data didefinisikan sebagai kegiatan otorisasi dan kontrol (meliputi perencanaan, pemantauan, dan penegakan) atas pengelolaan aset data. Tujuan dari tata kelola data&nbsp;adalah untuk memastikan bahwa data dikelola dengan baik, sesuai dengan kebijakan dan best practice&nbsp;(Ladley, 2012). Sementara itu, manfaat dari pengelolaan data secara general adalah untuk memastikan bahwa organisasi mendapatkan value dari data yang dimiliki. Tata kelola data berfokus pada bagaimana proses bisnis dan keputusan dibuat berdasarkan&nbsp;data&nbsp;yang ada dan sesuai dengan tren perkembangan bisnis organisasi. Agar mempermudah organisasi dalam menerapkan tata kelola data yang baik, maka dibutuhkan kerangka kerja sebagai acuan dalam melakukan implementasi tata kelola data. Salah satu kerangka kerja tata kelola dan manajemen data yang populer dan biasa digunakan adalah DMBOK (Data Management Body of Knowledge).<h4>DMBOK (Data Management Body of Knowledge)</h4>DMBOK (Data Management Body of Knowledge)&nbsp;merupakan kerangka kerja leading practice dalam bidang data management yang telah berlaku global. DMBOK menyajikan pandangan secara komprehensif mengenai tantangan, kompleksitas dan manajemen data yang efektif.Selain itu, DMBOK mendefinisikan prinsip&nbsp;untuk manajemen data dan menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip ini dapat diterapkan dalam area fungsional manajemen data. Memberikan kerangka kerja fungsional untuk implementasi praktik manajemen data perusahaan termasuk metode dan teknik yang diadopsi secara luas, fungsi, peran, hasil dan metrik. DMBOK dapat digunakan sebagai kerangka kerja dalam tahapan identifikasi, analisis dan desain manajemen data perusahaan.Beberapa manfaat yang akan didapatkan oleh organisasi dari penerapan kerangka kerja DMBOK dalam melakukan tata kelola data adalah sebagai berikut:<ol><li>Organisasi dapat memperoleh data yang tepat, pada waktu yang tepat, di tempat yang tepat, untuk pengguna yang tepat.</li><li>Membantu pengguna data untuk fokus pada data kritis yang paling bermanfaat.</li><li>Meningkatkan penyampaian data dan produktivitas personel di dalam perusahaan.</li><li>Menyederhanakan pembagian tugas dan tanggung jawab atas ketersediaan data serta informasi yang ada.</li></ol><h4>Knowledge Area&nbsp;DMBOK</h4> &nbsp;<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/6D3YTwayHZkFcOsRrF05NWwyXA298cVXumUqjPSRqwJX9y6AkRc1zE5iu2tfJltSm_2QJ_kyj0gg5QxP8eONUEv2UqC5iTYM9UmKZ8_mvdEBsBSHjbtdhIitQAao18Aj8suQ8dvd"></figure>Gambar 1 Knowledge Area DMBOK &nbsp;DMBOK memiliki 11 Knowledge area sebagai berikut:<figure class="table"><table><tbody><tr><td style="background-color:#4472c4;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">No.</td><td style="background-color:#4472c4;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Knowledge Area</td><td style="background-color:#4472c4;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Keterangan</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">1</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Data Architecture</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi Model data perusahaan, standar alat, dan konvensi penamaan sistem.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">2</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Data Modeling and Design</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi prosedur manajemen model data, konvensi penamaan pemodelan data, standar definisi, standar domain, dan standar singkatan.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">3</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Data Storage and Operations</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi standar alat penyimpanan data, standar untuk pemulihan basis data dan kelangsungan bisnis organisasi, kinerja basis data, retensi data, dan akuisisi data eksternal.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">4</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Data Security</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi standar keamanan akses data, prosedur pemantauan dan audit keamanan data, standar keamanan penyimpanan data, dan&nbsp;training requirements&nbsp;terkait keamanan data.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">5</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Data Integration</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi metode dan alat standar yang digunakan untuk integrasi dan interoperabilitas data.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">6</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Documents and Content</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi standar dan prosedur manajemen konten, termasuk penggunaan taksonomi perusahaan, dukungan untuk&nbsp;legal discovery, periode penyimpanan dokumen dan email, tanda tangan elektronik, dan pendekatan distribusi laporan.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">7</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Reference and Master Data</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi prosedur pengendalian manajemen data referensi, sistem pencatatan data, penetapan asersi dan&nbsp;mandating use,&nbsp;serta standar untuk&nbsp;entity resolution.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">8</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Data Warehousing and Business Intelligence</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi standar alat atau&nbsp;software yang digunakan, standar dan prosedur pemrosesan, standar format laporan dan visualisasi, standar untuk penanganan&nbsp;Big Data.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">9</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meta Data</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi metadata bisnis dan teknis standar yang akan diambil, serta prosedur dan penggunaan integrasi metadata.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">10</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Data Quality</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi aturan kualitas data, metodologi pengukuran standar kualitas data, serta standar dan prosedur remediasi data.</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">11</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Big Data and Data Science</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.75pt;">Meliputi identifikasi sumber data, otoritas data, akuisisi data, sistem pencatatan data,&nbsp;sharing data, dan&nbsp;refresh data.</td></tr></tbody></table></figure>Tabel 1 Knowledge Area DMBOK<h4>Kesimpulan&nbsp;</h4>Pengelolaan data yang baik sangat dibutuhkan oleh organisasi yang ingin memaksimalkan kinerja pada setiap aspek bisnis di organisasinya. Pengelolaan dan pemanfaatan daya yang tepat akan membantu organisasi menentukan langkah kebijakan yang harus diambil agar selaras dengan arah perkembangan bisnis organisasi.&nbsp;Agar mempermudah organisasi dalam menerapkan tata kelola data yang baik, maka dibutuhkan kerangka kerja sebagai acuan dalam melakukan implementasi tata kelola data. Salah satu kerangka kerja tata kelola dan manajemen data yang populer dan biasa digunakan adalah DMBOK (Data Management Body of Knowledge).Altha Consulting menawarkan layanan strategis dengan didukung oleh tenaga ahli yang tepat, disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu di organisasi Anda serta tren industri dan perspektif organisasi.Berikut merupakan beberapa layanan kami dalam membantu organisasi dalam melakukan tata kelola data:<ol><li>Data Governance Maturity Assessment Altha membantu klien dalam melakukan penilaian tingkat kematangan tata kelola data&nbsp;menggunakan pendekatan data, proses, orang, teknologi, dan praktik evaluasi yang konsisten sesuai dengan kerangka kerja dan standar yang berlaku. &nbsp;</li><li>Designing Data Governance Altha membantu klien menyusun kebijakan dan prosedur tata kelola data&nbsp;yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi. &nbsp;</li><li>Implementing Data Governance Altha membantu klien dalam melakukan implementasi tata kelola data seperti menyusun meta data, melakukan data quality check,&nbsp;menyusun DFD (data flow diagram), menyusun roadmap&nbsp;data dan servis lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.</li></ol>

Tata kelola data didefinisikan sebagai kegiatan otorisasi dan kontrol (meliputi perencanaan, pemantauan, dan penegakan) atas pengelolaan aset data

Praktik Dasar Implementasi Tata Kelola Data di Organisasi

Pada era digital ini, data dinilai sebagai aset yang berharga dan memiliki peran yang sangat penting bagi suatu organisasi. Oleh karena itu, data harus dapat dikelola dengan baik sebagaimana organisasi mengelola aset berharga lainnya. Jika organisasi tidak memiliki kebijakan data governance atau tata kelola data, maka tidak dapat dijamin kualitas datanya. Kualitas data yang buruk dan tidak adanya proses manajemen data dapat menyebabkan kumpulan data yang tidak akurat. Dan jika terdapat kesalahan data, maka terdapat konsekuensi masalah yang harus ditanggung, mulai dari keputusan bisnis yang merugikan organisasi hingga potensi pelanggaran data dan pelanggaran kepatuhan.Untuk mengatasi masalah ini, organisasi harus memahami kondisi tata kelola data yang terjadi saat ini. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Data Management Maturirty (DMM) Model.Lantas, apa itu Data Governance Maturity dan Data Management Maturity Model, lalu bagaimana manfaatnya dalam tata kelola data di dalam organisasi? Berikut penjelasan lengkapnya.<h4>Peran Data Management Maturity Model di Organisasi</h4>Di dalam buku Data Management Maturity (DMM) Model At-a-Glance, DMM didefinisikan sebagai model referensi yang komprehensif untuk meningkatkan kematangan kemampuan dalam proses pengelolaan data organisasi dan aktivitas terkait. Secara sederhana, Data Management Maturity adalah salah satu metodologi yang digunakan untuk mengukur inisiatif tata kelola data organisasi dan mengomunikasikannya secara sederhana ke seluruh organisasi Anda. Organisasi yang memiliki tingkat kematangan tata kelola data yang baik dapat&nbsp; mengelola, mengakses, dan berinovasi menggunakan aset data yang tersedia.&nbsp;Oleh karena itu, DMM dapat menjadi model praktik terbaik untuk membantu organisasi dalam membangun, meningkatkan, dan mengukur kemampuan manajemen data yang memungkinkan akses data yang tepat waktu, aman, dan akurat di seluruh organisasi.&nbsp;<h4>Arsitektur DMM dan Organisasi Area Proses</h4>CMMI Institute mengumumkan Data Management Maturity Model (DMM) pada tahun 2014 untuk memungkinkan organisasi meningkatkan praktik manajemen data di organisasi mereka. Model ini terdiri dari 20 area proses manajemen data serta 5 area proses pendukung yang digolongkan ke dalam 5 kategori, seperti yang diilustrasikan pada gambar berikut.&nbsp;Masing-masing kategori tersebut berisi sejumlah area proses yang berfungsi sebagai sarana utama untuk mengkomunikasikan tema, tujuan, praktik, dan contoh produk kerja model. Pencapaian praktik area proses memungkinkan organisasi untuk membangun kemampuan dalam hubungannya dengan praktik dukungan infrastruktur, serta mencapai kematangan dalam manajemen data.&nbsp;Tabel 1: Process Area dalam DMM, source: DMM At-a-Glance, CMMI<figure class="image"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/qgqgMKQvb4MsIOlJLqNK6KTNNngEYWKmwA-_3K-U7iCwZXa-t8VwnMPt10lecm-2LnQ3XBCzM6RtXH4K0OcCkoYLldtm8iQ3KmDruHLLmDrIEP8PgzX0KPZpdptFddtvLWFFgeYM" alt="Table

Description automatically generated"></figure>Dalam penilaian kematangan, DMM menyajikan lima tingkat kemampuan fungsional dan kematangan. Setiap tingkat area proses ditandai dengan peningkatan pencapaian untuk perbaikan proses praktik yang terbaik. Tabel 2 dibawah ini memberikan deskripsi ringkasan dan perspektif untuk setiap level.Tabel 2: Capability and Maturity Level Definitions, source: DMM At-a-Glance, CMMI<figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/i28q2Q39dPFVERBWjlWgvFkg0lQS7JzBn_U439SUyVEZQInutlwNN2BWU2P2D6uQT4Wz-slWKPnJrLL3yxDqsUjn0K3XEHMxJetAGKUurnt4diuVbC5-UnTeIk6eXqAQcKuvbNed" alt="Table

Description automatically generated"></figure><h4>Kesimpulan</h4>Data adalah pendorong pertumbuhan terpenting dalam bisnis saat ini. Tidak hanya mendukung keputusan bisnis yang penting, tetapi juga memungkinkan praktik kolaboratif yang membantu inovasi di seluruh organisasi. Namun, jika data di organisasi tidak dikelola dengan baik, maka Organisasi Anda tidak mungkin mencapai manfaat tersebut. Maka, di mana pun Anda berada dalam perjalanan tata kelola data, Data Management Maturity Model memungkinkan Anda untuk mengukur tingkat kematangan data yang telah dicapai oleh organisasi Anda. Anda dapat melihat kembali perjalanan tata kelola data Anda dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tingkat kematangan data tertinggi sehingga memberikan&nbsp;manfaat bisnis yang lebih besar, seperti mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi risiko.Altha Consulting menawarkan layanan berkualitas tinggi di bidang tata kelola data dan TI yang diberikan oleh tenaga ahli yang tepat, disesuaikan dengan situasi tertentu di Organisasi Anda dan juga memperhatikan tren pada industri terkait.Berikut merupakan beberapa layanan kami dalam membantu organisasi dalam melakukan tata kelola data:<ol><li>Data Governance Maturity Assessment Altha membantu klien dalam melakukan penilaian tingkat kematangan tata kelola data&nbsp;menggunakan pendekatan data, proses, orang, teknologi, dan praktik evaluasi yang konsisten sesuai dengan kerangka kerja dan standar yang berlaku. &nbsp;</li><li>Designing Data Governance Altha membantu klien menyusun kebijakan dan prosedur tata kelola data&nbsp;yang mengacu best practice dan disesuaikan dengan konteks kebutuhan dan tujuan organisasi. &nbsp;</li><li>Implementing Data Governance Altha membantu klien dalam melakukan tata kelola data seperti menyusun meta data, melakukan data quality check,&nbsp;menyusun DFD (Data Flow Diagram), menyusun roadmap data dan layanan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.</li></ol>

Data Management Maturity adalah model referensi yang komprehensif untuk meningkatkan kematangan kemampuan dalam proses pengelolaan data organisasi dan aktivitas terkait

Data Management Maturity Model Pendeketan Evaluasi Kinerja Tata Kelola Data

Data Management Maturity Model Pendekatan Evaluasi Kinerja Tata Kelola Data

Bagi sebuah perusahaan besar dan berbadan hukum, terutama yang sudah melantai di bursa efek, menyusun dan mempublikasikan laporan keuangan merupakan suatu kewajiban sebagai bentuk akuntabilitas kepada stakeholder terkait, terutama para investor. Namun hal ini bukan hal yang dianggap lazim oleh UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) ataupun perusahaan yang dijalankan perseorangan. Di Indonesia, literasi keuangan pada UMKM masih dianggap rendah, hal ini sejalan dengan hasil survei dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan tahun 2019 bahwa hasil indeks literasi keuangan di Indonesia sebesar 38,03%. Salah satu dampak langsung dari rendahnya literasi keuangan pada UMKM ini adalah rendahnya akses UMKM kepada produk perbankan, dimana saat ini porsi kredit perbankan kepada UMKM baru mencapai 20,6 persen dari total kredit perbankan, dibawah target dari pemerintah yaitu 30%.Oleh karena itu, penting bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan literasi keuangannya dengan lebih memahami konsep dasar dari produk keuangan, melakukan perencanaan dan pengelolaan keuangan yang lebih baik, terutama dalam menyusun laporan keuangan agar kedepannya UMKM dapat berkembang dengan pengelolaan yang lebih memadai serta akses produk keuangan yang lebih luas.Bagaimana caranya? Mari kita bahas di artikel ini.<h4>Definisi Laporan Keuangan</h4>Secara umum, laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai catatan informasi dan transaksi keuangan suatu unit usaha pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan performa dan kinerja perusahaan tersebut. Biasanya laporan keuangan ini merupakan satu kesatuan yang terdiri dari lima hal yaitu laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan neraca, laporan perubahan modal, dan catatan atas laporan keuangan. Setiap laporan ini memiliki tujuannya masing-masing, sebagai contoh untuk laporan arus kas akan mencatat seluruh transaksi keuangan yang bersifat tunai sementara laporan laba rugi mencatat pendapatan dan beban yang akan menghasilkan informasi apakah sebuah perusahaan mencetak laba atau justru mengalami kerugian.<h4>Manfaat Laporan Keuangan bagi UMKM</h4>Mengingat kondisi UMKM di Indonesia yang sering kali susah mendapatkan akses produk keuangan dari perbankan, penting bagi UMKM untuk menyusun laporan keuangan karena manfaat dan keuntungan dari menyusun laporan keuangan bagi UMKM lebih luas dari sebatas akses kepada produk keuangan. Berikut manfaat yang diperoleh bagi UMKM dengan adanya laporan keuangan:<ol><li>Informasi Konkrit Kinerja Perusahaan Bagi perusahaan atau UMKM yang belum mencatat keuangannya, akan susah untuk mereka mengetahui secara jelas apakah operasional bisnis dari perusahaan tersebut mencetak laba atau justru mengalami kerugian. Tanpa adanya laporan keuangan ini, sangat mungkin terjadinya beban/pengeluaran yang tidak tercatat sehingga ketika di akhir periode, laba yang tercatat bisa jadi tidak sejumlah yang seharusnya. Lebih buruk lagi jika selama ini perusahaan mengalami kerugian namun perusahaan tidak menyadarinya dikarenakan tidak tercatatnya sebagian pengeluaran. Dengan adanya laporan keuangan, perusahaan dan pelaku UMKM dapat menghindari hal-hal seperti ini. &nbsp;</li><li>Bahan Evaluasi Kinerja Dengan adanya laporan keuangan, UMKM dapat mengidentifikasi informasi yang hanya dapat ditelusuri dengan adanya laporan keuangan, sebagai contoh adalah identifikasi sumber pendapatan dan pengeluaran. UMKM sebagai sebuah perusahaan utamanya mendapatkan pendapatan dari pendapatan operasional, sebagai contoh UMKM perusahaan dagang, pendapatan ini diperoleh dari hasil penjualan barang oleh UMKM. Dengan adanya laporan keuangan, UMKM dapat mengidentifikasi barang apa yang paling laris dan cepat terjual sehingga bisa menjadi pertimbangan dalam strategi penjualan kedepannya. Sementara dari sisi pengeluaran, UMKM dapat mengidentifikasi barang atau jasa apa saja yang menjadi pengeluaran terbesar, sehingga kedepannya dapat dilakukan strategi penghematan biaya kepada barang atau jasa tersebut. &nbsp;</li><li>Pemisahan Aset Perusahaan dan Pribadi Salah satu kekurangan dalam UMKM terutama yang dikelola secara perseorangan adalah tidak adanya pemisahan yang jelas antara aset perusahaan dan aset pribadi. Dengan tidak adanya laporan keuangan, sangat mungkin prive yang dilakukan oleh pemilik tidak tercatat oleh perusahaan, hal ini tentu merugikan perusahaan. Selain kerugian bagi perusahaan, hal ini juga dapat menimbulkan kerugian kepada pemilik UMKM akibat tidak adanya pemisahan sehingga sangat mungkin dana pribadi digunakan untuk kebutuhan usaha.</li></ol>Dengan timbulnya tiga manfaat tersebut, baru setelahnya UMKM dapat lebih mudah dalam mengakses produk perbankan karena tentunya bank membutuhkan laporan keuangan untuk dapat menilai kondisi keuangan UMKM sehingga bank dapat mengambil keputusan apakah UMKM layak atau tidak untuk mendapatkan akses produk perbankan.<h4>Kenali SAK EMKM, Standar Laporan Keuangan Untuk UMKM</h4>Dalam upaya untuk mengembangkan UMKM, pemerintah dan stakeholder lainnya sudah melaksanakan beberapa upaya, salah satunya dengan merilis SAK EMKM (Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil Menengah). SAK EMKM ini adalah suatu standar pelaporan keuangan bagi UMKM yang disusun oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) agar kedepannya bisa menjadi panduan bagi UMKM dalam menyusun laporan keuangannya. mengingat standar ini disusun untuk UMKM, SAK EMKM dirancang dengan lebih ringkas dan mudah dipahami. SAK EMKM ini hanya mensyaratkan tiga laporan keuangan yang perlu disusun bagi UMKM yaitu laporan laba rugi, laporan posisi keuangan, dan catatan atas laporan keuangan.Dengan adanya laporan keuangan yang akuntabel dan komprehensif, UMKM akan lebih cepat menarik kepercayaan investor dan kreditor untuk menanamkan pendanaan sehingga UMKM akan lebih terbantu dari sisi pendanaan serta mampu meningkatkan skala dan kapasitas usahanya. Selain itu, laporan keuangan ini juga menjadi salah satu lampiran yang penting dalam pelaporan pajak.Pada akhirnya, laporan keuangan ini dapat menjadi alat yang tepat untuk menilai kinerja dari UMKM itu sendiri. Dengan menyusun laporan keuangan dengan baik, UMKM dapat memperoleh banyak keuntungan termasuk alat bantu untuk pengambilan keputusan, dan tentu saja informasi konkrit terkait performa UMKM sehingga kedepannya UMKM dapat berkembang sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki. Altha Consulting sebagai Konsultan Manajemen, menyediakan layanan business &amp; risk advisory yang dapat membantu dalam menyusun rencana kerja dan manajemen risiko yang sesuai dengan kinerja perusahaan berdasarkan laporan keuangan . Selain itu, Altha juga menawarkan layanan corporate training terkait penyusunan laporan keuangan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan Anda, termasuk untuk UMKM dengan menggunakan SAK EMKM.Pelajari lebih lanjut !

Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai catatan informasi dan transaksi keuangan suatu unit usaha pada suatu periode akuntansi

Laporan Keuangan bagi UMKM: Membawa UMKM ke Level Selanjutnya

Indonesia saat ini memiliki beberapa standar akuntansi keuangan yang berlaku dan digunakan oleh entitas perusahaan. Penggunaan standar akuntansi keuangan memiliki peran yang penting yaitu untuk mempermudah auditor dan pembaca laporan keuangan untuk memahami dan membandingkan laporan keuangan entitas yang berbeda beda. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan pedoman yang digunakan di Indonesia terutama oleh entitas perusahaan yang membutuhkan akuntabilitas publik untuk membuat laporan keuangan. Salah satu hal yang diatur dalam PSAK adalah terkait kontrak asuransi. Dimana kontrak asuransi akan diatur dalam PSAK 74 yang akan menggantikan PSAK 62. Kontrak asuransi sendiri adalah kontrak dimana satu pihak (perusahaan asuransi) menerima risiko asuransi signifikan dari pihak lain (pemegang polis) dengan menyetujui untuk mengkompensasi pemegang polis jika kejadian masa depan tidak pasti tertentu (kejadian yang diasuransikan) berdampak merugikan pemegang polis. PSAK 74 akan mengatur cara pencatatan keuangan kontrak asuransi agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang terstandarisasi.<h4>Kontrak Asuransi PSAK 62 dan PSAK 74</h4>Kontrak asuransi saat ini masih menggunakan PSAK 62 sebagai pedoman. PSAK 62 disusun berdasarkan standar internasional IFRS 4 yang merupakan standar sementara, namun saat ini, PSAK 62 dianggap tidak mencerminkan karakteristik ekonomi dan risiko secara tepat waktu di mana:<ol><li>Kontrak jangka panjang diukur dengan menggunakan informasi yang sudah tidak berlaku</li><li>Nilai waktu uang (time value of money) seringkali tidak tercermin</li><li>Pelaporan pendapatan menghitung komponen investasi.</li></ol>IFRS 17 telah disusun untuk menyelesaikan beberapa masalah tersebut. IFRS 17 di Indonesia diadopsi menjadi PSAK 74. Secara garis besar perubahan dalam PSAK 74 akan meliputi pembagian portfolio kontrak, perubahan penyajian dalam posisi keuangan, dan perubahan laporan laba rugi. Perubahan tersebut diharapkan akan lebih baik mencerminkan karakteristik ekonomi dan risiko secara tepat di mana kontrak asuransi akan mengikuti:<ol><li>Perhitungan liabilitas yang diperbaharui setiap kali sehingga asumsi yang digunakan merefleksikan kondisi ekonomi terkini</li><li>Perhitungan liabilitas yang memperhitungkan efek nilai waktu uang (time value of money)&nbsp;</li><li>Pendapatan asuransi dan beban jasa asuransi yang disajikan dalam laba rugi tidak memasukkan komponen investasi&nbsp;</li></ol> <img src="https://lh6.googleusercontent.com/lq314cdnsWax9Xaufhw3ZFYk-TEMPwpLMfdAEaIGqntY0O8urn6nvDsADPuUxzBqKoPtfvWyOq0_-pIZf2IvMcYqZtCTEUKTnf5sQrpbZ7MPyXrSyNjaOO02j7A1UuhqbKpq5i9u" alt="Timeline

Description automatically generated">Penyusunan&nbsp; PSAK 74 tentang Kontrak Asuransi telah berlangsung dari tahun 2017 dan telah diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 26 November 2020. PSAK 74 telah direncanakan untuk menggantikan PSAK 62 dengan waktu efektif di 1 Januari 2025, sehingga perusahaan perlu segera mempersiapkan diri untuk transisi sebelum penerapan yang efektif pada 1 Januari 2025. Implementasi tersebut akan mengubah mekanisme pelaporan keuangan serta operasional perusahaan asuransi, dimana transformasi ini harus ditunjang oleh sistem TI dan SDM memadai.&nbsp;<h4>Persiapan Sistem Keuangan untuk PSAK 74</h4>Penerapan PSAK 74 dalam perusahaan akan menghasilkan implikasi pada sistem keuangan perusahaan. Perusahaan perlu melakukan penyesuaian sistem keuangan perusahaan untuk memastikan laporan keuangan yang dihasilkan sesuai dengan PSAK 74. Untuk mempersiapkan hal tersebut perusahaan dapat melakukan tahapan berikut:<ol><li>Identifikasi panduan, kebijakan, prosedur, serta proses bisnis yang terdampak PSAK 74</li><li>Identifikasi kebutuhan sistem TI yang sesuai dengan ketentuan PSAK 74</li><li>Melakukan penilaian proses&nbsp;serta analisa&nbsp;terhadap konfigurasi sistem saat ini dan memvalidasi ketidaksesuaian yang ada</li><li>Melakukan simulasi perhitungan PSAK 74 pada laporan keuangan saat ini</li><li>Menyusun inisiatif perbaikan beserta peningkatan yang harus dicapai untuk kesiapan menuju implementasi PSAK 74</li></ol>Dengan persiapan sistem keuangan perusahaan untuk mengikuti PSAK 74, perusahaan dapat menerapkan PSAK 74 tanpa menghambat proses bisnis perusahaan. Altha Consulting sebagai menyediakan layanan IT Advisory yang dapat membantu dalam transisi sistem keuangan perusahaan dalam menerapkan PSAK 74. Kami menyediakan layanan penyusunan strategi dan roadmap penyesuaian sistem keuangan, serta pendampingan implementasi dari roadmap penerapan PSAK 74. Dengan penerapan PSAK 74 yang baik perusahaan akan mampu meningkatkan efektivitas &amp; kredibilitas manajemen informasi keuangan di perusahaan untuk mendukung pengambilan keputusan terbaik. Selain itu, Altha juga menawarkan layanan corporate training terkait PSAK 74 yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan setiap klien kami.Pelajari lebih lanjut !

PSAK 74 adalah standar akuntansi yang mengatur cara pencatatan keuangan kontrak asuransi agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang terstandarisasi.

Persiapan Sistem Keuangan dalam Penerapan PSAK 74: Kontrak Asuransi

Di era Industri 4.0, teknologi informasi tidak hanya menjadi pendukung dari proses bisnis, melainkan menjadi elemen yang menjalankan sebagian besar proses bisnis utama perusahaan dan memainkan peran vital dalam pengambilan keputusan oleh manajemen. Dikarenakan pentingnya peran teknologi informasi, maka stakeholder perlu memiliki keyakinan bahwa manajemen telah memahami risiko dan memiliki kontrol sepenuhnya atas teknologi informasi melalui tata kelola TI yang efektif. Isu ini menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan audit atas efektivitas IT General Control dalam mengidentifikasi dan memahami risiko IT environment. Lalu sebenarnya apa itu IT General Control (ITGC) dan apa perbedaannya dengan IT Application Control&nbsp;(ITAC)?<h4>&nbsp;</h4><h4>Apa itu&nbsp;IT General Control?</h4>IT General control&nbsp;(ITGC) merupakan serangkaian kebijakan untuk memastikan efektivitas implementasi dari sistem kontrol pada perusahaan (Pathlock, 2021). ITGC sebagai salah satu kegiatan Audit TI memiliki peran vital dalam proses audit laporan keuangan dan internal kontrol (SOX Compliance). ITGC yang tidak efektif akan menyebabkan karyawan tidak dapat mengandalkan data dan informasi yang dihasilkan dari pemrosesan dengan teknologi informasi karena risiko output yang tidak akurat dan tidak sesuai.Tujuan utama ITGC adalah memastikan pengembangan dan implementasi aplikasi yang sesuai dengan peraturan dan pedoman serta terjaminnya integritas dari data, program, serta output yang dihasilkan oleh sistem informasi. ITGC juga berperan dalam memastikan tidak adanya isu terkait perancangan, implementasi, perubahan dan penggunaan teknologi dalam perusahaan. ITGC menjadi dasar untuk selanjutnya evaluasi pada kontrol ITAC yang berfokus untuk memastikan ketersediaan, integritas, dan kerahasiaan data transaksi. Implementasi ITGC sendiri mengacu pada beberapa standar yang dapat digunakan yaitu Control Objectives for Information Technologies (COBIT), SP 800-34 Contingency Planning Guide for Information Technology Systems, dan Information Technology Infrastructure Library (ITIL).&nbsp;<h4>Perbedaan&nbsp;IT General Control dengan&nbsp;IT Application Control</h4>Audit IT General Control merupakan bagian dari Audit TI dan memiliki cakupan ruang lingkup kontrol yang bersifat umum untuk seluruh evaluasi atas sistem dan pendukungnya. ITGC relevan untuk evaluasi sistem untuk seluruh area dalam organisasi, baik penggunaan Infrastruktur TI maupun perangkat pendukung lainnya. Beberapa contoh kontrol yang umum dilakukan adalah kontrol atas perubahan program, kontrol atas akses pada sistem maupun infrastruktur pendukung dan termasuk akses fisik data center,&nbsp;serta kontrol pada operational TI seperti back up dan penanganan insiden.Sementara itu, IT Application Control (ITAC) merupakan aktivitas yang juga dilakukan dalam Audit TI namun memiliki fokus yang berbeda dengan ITGC. ITAC berperan untuk melindungi transaksi dan data yang terkait dengan software aplikasi tertentu. ITAC tidak dapat digeneralisir karena bersifat spesifik untuk setiap jenis aplikasi. ITAC berfokus memastikan kelengkapan dan keakuratan catatan yang dibuat oleh aplikasi, validitas atas data yang dimasukkan, dan integritas sepanjang siklus proses transaksi. Beberapa contoh kontrol yang sering dilakukan yaitu memastikan barang dan jasa diproses setelah pesanan penjualan diterima dan diotorisasi serta mengidentifikasi bahwa barang yang telah dikirim segera di proses pembuatan tagihan kepada pengguna jasa. Tentunya kontrol yang dievaluasi pada ITAC adalah kontrol yang sepenuhnya dilakukan oleh sistem (application control).&nbsp;<h4>Kontrol utama pada Audit&nbsp;IT General Control</h4>Terdapat 3 area yang didefinisikan sebagai kontrol utama pada kategori ITGC, yaitu change management, access management, dan operation management<ol><li>Change Management Auditor harus memahami apakah proses perubahan teknologi yang dilakukan oleh perusahaan telah dilakukan secara efektif dan efisien serta bagaimana pengaruh perubahan pada sistem, program, dan aplikasi organisasi. Kontrol utama yang perlu dilakukan dalam mengelola perubahan adalah memastikan bahwa permintaan perubahan telah diotorisasi, perubahan telah diuji secara menyeluruh, seluruh instalasi &amp; transport program, atau konfigurasi telah disetujui sebelum dipasang ke production, perubahan yang terjadi pada sistem production telah diawasi, dan adanya segregation of duties antara pengembangan, pengujian, dan instalasi. &nbsp;</li><li>Access Management Dalam melakukan Audit ITGC, auditor harus memastikan bahwa kontrol internal perusahaan secara efektif dapat mengurangi risiko akses yang tidak terotorisasi atau tidak sesuai pada sistem. Kontrol utama yang perlu dimiliki oleh perusahaan yaitu melakukan pengaturan keamanan secara umum, melakukan pengaturan password, melakukan pembatasan akses sesuai kebutuhan bisnis, melakukan manajemen akses user, membatasi akses secara fisik, mengawasi akses, dan melakukan segregation of duties&nbsp;antara fungsi - fungsi berisiko tinggi. &nbsp;</li><li>Operation Management Auditor juga harus memastikan bahwa perusahaan menjalankan aktivitas kontrol internal yang menunjang kelancaran kegiatan operasional. Kontrol utama yang perlu dikelola oleh perusahaan yaitu terkait backup &amp; recovery serta penanganan terkait insiden dan masalah.</li></ol><h4>&nbsp;</h4><h4>Evaluasi ITGC Secara Efektif pada Perusahaan</h4>Terdapat 3 komponen utama yang mendukung efektivitas evaluasi ITGC, yaitu sumber daya manusia (SDM), proses, dan teknologi.<ol><li>Sumber Daya Manusia SDM menjadi komponen kunci dalam pelaksanaan ITGC. Hal ini dikarenakan kompleksitas dari ITGC sehingga diperlukan pemahaman yang mendalam terkait kontrol pada seluruh area IT environment. Selain itu, segregation of duties sangatlah penting pada ITGC, sehingga SDM yang menjalankan ITGC perlu untuk memahami job description dari setiap posisi untuk memastikan bahwa setiap karyawan telah menjalankan peran serta tanggung jawabnya masing - masing dalam menjalankan proses bisnis. &nbsp;</li><li>Proses Sebelum mengimplementasikan ITGC, maka perlu untuk memahami strategi kontrol dan proses yang akan digunakan. Teknologi informasi yang telah terintegrasi dengan proses bisnis, menjadikan proses ITGC berkaitan dengan seluruh unit organisasi. Oleh karena itu dibutuhkan perancangan proses ITGC yang sejalan dengan model operasional organisasi. Dokumentasi atas kebijakan, peraturan, dan panduan dalam menjalankan proses juga menjadi elemen yang vital untuk memastikan konsistensi dari proses ITGC. &nbsp;</li><li>Teknologi Otomasi yang identik dengan ITAC, juga didasari oleh bagaimana pelaksanaan kontrol ITGC yang baik. Penggunaan sistem akan meningkatkan efektivitas pelaksanaan ITGC dan mengurangi risiko kesalahan manusia. Pada perusahaan besar, otomasi ITGC menjadi penting karena dapat secara real-time memberikan peringatan apabila terdapat pelaksanaan kontrol yang tidak sesuai dengan desain yang telah didefinisikan.</li></ol>Peran teknologi informasi yang semakin vital bagi perusahaan, perlu untuk diimbangi dengan keyakinan bahwa teknologi dan sistem informasi yang digunakan telah beroperasi secara efektif. Audit atas IT General Control menjadi salah satu pilihan untuk memberikan keyakinan dan membuka peluang dalam membangun tata kelola TI yang lebih baik. ITGC yang memiliki area kontrol yang lebih luas membutuhkan perhatian khusus untuk memastikan efektivitas kontrol internalnya. ITGC juga menentukan tingkat implementasi cybersecurity dan kepatuhan terhadap kebijakan yang meliputi IT environment. Selain itu hasil yang didapatkan dari evaluasi ITGC juga berperan dalam penentuan strategi yang akan dilakukan pada evaluasi ITAC.Altha telah berpengalaman memberikan layanan IT Audit khususnya IT General Controls dengan stakeholder dari berbagai industri sehingga kami memiliki banyak perspektif untuk dapat membantu sesuai dengan kebutuhan stakeholders. Selain itu, Altha juga menyediakan pelatihan dengan tema Audit TI bagi Anda yang tertarik untuk memahami lebih dalam mengenai praktik audit IT General Control.

IT General control (ITGC) merupakan serangkaian kebijakan untuk memastikan efektivitas implementasi dari sistem kontrol pada perusahaan

IT General Control sebagai kunci utama dalam framework IT Audit dan pengendalian internal

IT General control (ITGC) merupakan serangkaian kebijakan untuk memastikan efektivitas implementasi dari sistem kontrol pada perusahaan.

Pada era digitalisasi sekarang ini, sebagian besar perusahaan telah menggunakan teknologi dalam mendukung proses bisnisnya. Teknologi tidak hanya digunakan untuk membantu penyelesaian administrasi saja, namun telah digunakan sebagai faktor utama dalam keberlanjutan bisnis suatu perusahaan. Perusahaan - perusahaan besar sudah banyak yang menerapkan&nbsp;automation dalam setiap tahapan bisnis utamanya. Oleh karena itu, evaluasi terhadap seluruh komponen teknologi yang ada di perusahaan perlu dilakukan secara rutin untuk memastikan bahwa penggunaan teknologi tidak hanya untuk membantu dan memberikan kemudahan bagi manusia dalam hal penggunaan tetapi juga disertai perhatian terhadap kebenaran dan kesesuaian&nbsp;output atau informasi yang dihasilkan.&nbsp;<h4>Berbagai evaluasi TI yang sering dilakukan perusahaan</h4>Terdapat berbagai macam evaluasi TI yang dapat dilakukan tergantung dari tujuan dilakukannya evaluasi. Penentuan jenis evaluasi TI yang dilakukan juga berdampak terhadap kebutuhan kompetensi teknis yang berbeda-beda. Berikut adalah beberapa evaluasi TI yang dapat dilakukan perusahaan:<ol><li>IT Maturity Assessment IT Maturity Assessment bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tata kelola TI di setiap domain proses COBIT (Control Objectives for Information Technologies). Ruang lingkup pada IT Maturity Assessment mencakup strategi TI, penyelarasan implementasi TI dan proses bisnis, pemenuhan infrastruktur serta pengelolaan data, dan proses monitoring yang telah dilakukan dalam menjaga kualitas TI perusahaan. Kebutuhan level kompetensi teknis dalam melakukan IT Maturity Assessment adalah level menengah – tinggi. &nbsp;</li><li>Post Implementation Review Post Implementation Review bertujuan untuk meningkatkan realisasi manfaat atas implementasi suatu sistem dan memastikan proses implementasi telah sesuai dengan tujuan awal implementasi. Ruang lingkup Post Implementation Review&nbsp;mencakup evaluasi terhadap application control dan user access&nbsp;atas proses bisnis yang didukung sistem yang diimplementasikan, serta infrastructure review yang terkait dengan implementasi sistem. Kebutuhan level kompetensi teknis dalam melakukan Post Implementation Review&nbsp;adalah level&nbsp;menengah-tinggi. &nbsp;</li><li>Penetration Testing Penetration Testing adalah evaluasi yang bertujuan&nbsp;untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kelemahan pada aspek security&nbsp;dalam jaringan, machine dan software. Ruang lingkup Penetration Testing&nbsp;adalah security review.&nbsp;Kebutuhan level kompetensi teknis dalam melakukan Penetration Testing adalah level tinggi. &nbsp;</li><li>IT Audit IT Audit evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan internal control pengelolaan dan penggunaan TI atas ruang lingkup proses bisnis yang akan diaudit. Ruang lingkup IT Audit mencakup IT General Control dan IT Application Control.&nbsp;Kebutuhan level kompetensi teknis dalam melakukan Penetration Testing&nbsp;adalah level&nbsp;menengah.</li></ol>Dari berbagai jenis evaluasi TI, perusahaan dapat menentukan prioritas mana yang akan menjadi fokus yang dapat dilakukan dan memberikan dampak yang optimal bagi pengembangan perusahaan secara korporat. Berdasarkan kebutuhan dalam pelaksanaan operasional proses bisnis, maka pada artikel ini akan berfokus kepada pembahasan mengenai IT Audit.&nbsp;<h4>Apa itu IT Audit?</h4>IT Audit merupakan proses audit yang melibatkan pelaksanaan prosedur spesifik untuk menyediakan reasonable assurance mengenai penggunaan komponen TI berdasarkan acuan suatu desain kebijakan atau best practice yang berlaku. (ISACA, IT Audit Framework 4th edition). IT Audit akan dilakukan untuk mengevaluasi elemen yang ada pada IT Environment, mencakup:<ol><li>IT Organization merupakan suatu fungsi yang bertanggungjawab untuk mengelola dan memelihara layanan TI untuk mendukung tujuan perusahaan. Fungsi tersebut misalnya: Application Development, IT Operation, IT Support. &nbsp;</li><li>IT Infrastructure merupakan komponen pendukung implementasi Teknologi Informasi di perusahaan. Beberapa komponen dari Infrastruktur TI antara lain: hardware, software, data center, dan networking. &nbsp;</li><li>IT Process merupakan urutan aktivitas yang dilakukan oleh organisasi IT dalam menjalankan fungsinya. IT Process&nbsp;terdiri dari: Plan and Organize, Acquire and Implement, Deliver and Support, dan Monitor and Evaluate.</li></ol>Selain itu, IT audit juga akan mengacu pada risk-based approach di mana seluruh kontrol yang akan dievaluasi diturunkan dari risiko yang berpotensi terjadi pada suatu proses terkait.&nbsp;<h4>Proses IT Audit dan kaitannya dengan audit operasional lainnya</h4>Dalam pelaksanaannya, IT audit juga berkaitan dengan audit operasional lainnya. Dengan pelaksanaan IT Audit yang efektif, maka dapat membantu dalam penentuan strategi pelaksanaan audit operasional. Apabila hasil IT audit efektif, maka pelaksanaan audit operasional dapat difokuskan pada kontrol-kontrol yang bersifat manual yang belum menjadi cakupan pada IT audit, sample audit yang dibutuhkan juga akan lebih sedikit karena kontrol yang di evaluasi pada IT audit bersifat terstruktur karena sepenuhnya dilakukan oleh sistem. Namun apabila hasil IT auditnya tidak efektif, maka pelaksanaan audit operasional akan lebih berat dikarenakan auditor tidak dapat mengandalkan kontrol yang ada di aplikasi, dan seperti yang kita ketahui bersama kontrol yang dilakukan secara manual memiliki risiko konsistensi yang tinggi terhadap perlakuan dan pelaksanaannya. &nbsp;<h4>Pelaksanaan IT Audit yang efektif</h4>Ruang lingkup IT Audit dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu IT General Control (ITGC) dan IT Application Control (ITAC) yang masing-masing memiliki kriteria yang berbeda namun saling terkait satu sama lain, karena diawali dengan penentuan proses dan aplikasi yang akan menjadi object&nbsp;audit. Pembahasan terhadap 2 ruang lingkup IT audit akan di detailkan lebih lanjut pada artikel lain yang merupakan kelanjutan dari pembahasan IT Audit.Kembali pada konteks IT Audit, secara umum, aktivitas IT Audit dapat dibagi menjadi 5 tahapan utama sebagai berikut:<ol><li>Penentuan&nbsp;significant account/process&nbsp;ruang lingkup IT Audit Pada tahapan ini, auditor perlu menentukan terlebih dahulu konteks audit yang akan dilakukan, proses mana yang akan menjadi ruang lingkup audit dan kapan periode audit yang akan dievaluasi. Penentuan significant account/process dapat ditentukan dari berbagai faktor, misalnya jumlah transaksi¸nilai transaksi¸jumlah stakeholder yang terlibat atau yang terkena dampak, dan aspek atau kriteria pendukung lainnya.&nbsp; Contoh proses yang dapat dijadikan ruang lingkup adalah: proses pembelian, proses penjualan, proses pemeliharaan, proses produksi, dan lain-lain. &nbsp;</li><li>Identifikasi aplikasi yang terkait dengan&nbsp;significant account/process Setelah ditentukan proses yang akan menjadi ruang lingkup audit yang akan dilakukan, maka auditor perlu mengindentifikasi aplikasi yang berkaitan dengan proses ini. Penentuan aplikasi yang digunakan tidak hanya mencakup aplikasi utamanya saja, namun aplikasi lain yang terintegrasi dengan aplikasi utama juga harus sepenuhnya diidentifikasi. Contoh identifikasi aplikasi misalnya: pada proses pembelian, aplikasi utama yang digunakan adalah ERP dan aplikasi ERP juga terintegrasi dengan aplikasi e-procurement sebagai portal vendor. &nbsp;</li><li>Identifikasi&nbsp;environment&nbsp;pendukung aplikasi. Selanjutnya, berdasarkan aplikasi yang telah ditentukan sebagai ruang lingkup IT Audit, maka auditor juga perlu mengidentifikasi lingkungan pendukung lainnya yang meliputi infrastruktur TI terkait seperti server, storage, network, data center dan aspek pendukung lainnya. &nbsp;</li><li>Identifikasi/update risiko dan kontrol yang akan dievaluasi. Berdasarkan proses dan aplikasi yang telah ditentukan, maka auditor dapat mendetailkan risiko dan kontrol yang terkait. Untuk evaluasi IT General Control maka risiko dan kontrol yang dievaluasi bersifat umum dan biasanya selalu digunakan pada setiap IT Audit. Sedangkan untuk IT Application Control,&nbsp;kontrol dapat berubah sesuai dengan penggunaan aplikasi dan pelaksanaan proses bisnis. Apabila ini merupakan recurring audit,&nbsp;maka auditor dapat menggunakan risiko dan kontrol dari pelaksanaan audit sebelumnya kemudian dilakukan update untuk memastikan tidak terdapat perubahan dari risiko dan kontrol yang digunakan.&nbsp; &nbsp;</li><li>Pelaksanaan IT Audit. Setelah seluruh komponen telah diidentifikasi pada fase perencanaan, maka selanjutnya auditor dapat segera melakukan IT audit dengan mengevaluasi desain dan efektifitas pelaksanaan kontrol berdasarkan kelengkapan dokumen pendukung yang dapat dijadikan sebagai audit evidence.</li></ol>Sebagai kesimpulan, IT Audit merupakan minimum evaluasi TI yang sebaiknya telah dilakukan oleh perusahaan secara rutin karena tidak hanya berdampak pada aspek TI saja namun juga proses bisnis secara keseluruhan. Salah satu tantangan yang dihadapi banyak perusahaan saat ini dalam melakukan IT Audit adalah menyiapkan SDM yang dapat memahami konteks IT Audit dan bagaimana cara melakukannya dengan efektif dengan keterbatasan kompetensi teknis TI yang dimiliki, tanpa perlu bergantung pada pihak eksternal.Dalam hal ini&nbsp;Altha dapat membantu perusahaan anda dalam&nbsp;menyiapkan SDM yang handal dalam melakukan IT Audit melalui&nbsp;layanan Pelatihan IT Audit maupun SAP Audit. Dengan mengikuti pelatihan IT Audit maupun SAP Audit, diharapkan perusahaan dapat menciptakan SDM yang mumpuni dan dapat memahami secara konteks bagaimana pelaksanaan IT Audit dan dapat secara mandiri melakukan IT Audit sesuai kebutuhan perusahaan.

IT Audit merupakan proses audit yang melibatkan pelaksanaan prosedur spesifik untuk menyediakan reasonable assurance mengenai penggunaan komponen TI berdasarkan acuan suatu desain kebijakan atau best practice yang berlaku.

IT Audit: Evaluasi Efektifitas Pelaksanaan Tata Kelola TI untuk Mengontrol & Melindungi Asset TI

Kebutuhan masyarakat terhadap layanan instan semakin meningkat, hal ini diperkuat dengan hasil laporan dari data.ai pada tahun 2021 yang menyatakan bahwa jumlah unduh aplikasi meningkat 33% dari tahun 2019.&nbsp;Kondisi ini mendorong budaya digitalisasi yang semakin melekat di kehidupan masyarakat sehari-hari. Kegiatan yang awalnya lebih banyak dilakukan secara&nbsp;offline&nbsp;atau tatap muka langsung, kini bergeser menjadi&nbsp;online&nbsp;dan terdigitalisasi melalui dukungan sistem. Kegiatan-kegiatan tersebut mulai dari melakukan interaksi, transaksi, sampai dengan proses dokumentasi kini dapat dilakukan secara online. Hal ini pada akhirnya meningkatkan kebutuhan masyarakat maupun perusahaan untuk dapat menggunakan dukungan sistem dalam membantu pekerjaannya. Akan tetapi, dikarenakan pengembangan sistem itu tidak mudah serta memerlukan banyak langkah yang harus dilakukan, seperti pembuatan sistem, pengujian, konfigurasi, hingga deployment,&nbsp;maka perusahaan harus memastikan bahwa kemungkinan terjadi error. Untuk mengatasi hal tersebut dapat menerapkan continuous integration and continuous delivery/continuous deployment yang selanjutnya akan disingkat menjadi CI/CD.&nbsp;<h4>Apa itu Continuous Integration and Continuous Delivery / Continuous Deployment (CI/CD)?</h4>Continuous Integration (CI) merupakan praktik pengembangan perangkat lunak&nbsp;modern dimana perubahan kode tambahan sering dilakukan sepanjang pengembangan dan penggunaan sistem. Langkah-langkah&nbsp;build-and-test dilakukan otomatis oleh bantuan CI untuk memastikan bahwa perubahan kode yang digabungkan ke dalam repositori sudah tepat dan sesuai. Kode kemudian dikirimkan dengan cepat sebagai bagian dari proses CD (Continuous Delivery / Continuous Deployment). Di dunia perangkat lunak,&nbsp;CI/CD pipeline mengacu pada otomatisasi yang memungkinkan perubahan kode tambahan dari komputer developer dikirimkan dengan cepat ke production. Dengan otomatisasi yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan proses yang efektif dalam kegiatan rilis sistem/aplikasi, serta tetap memastikan fitur baru ataupun perbaikan bug dapat dilakukan dengan baik.<h4>Perbedaan antara CI dan CD</h4>Continuous Integration (CI) adalah praktik yang melibatkan developer dalam pembuatan perubahan dan memeriksa kode yang telah dibuat oleh developer. CI membantu mengintegrasikan perubahan kode, sehingga membantu developer dalam peningkatan kualitas dari sistem/aplikasi yang sedang dibangun. Karena banyaknya requirement dan banyaknya langkah yang harus dilakukan, maka proses ini dilakukan secara otomatis untuk memastikan bahwa kegiatan development, pengujian dan pengemasan sistem/aplikasi dilakukan dengan cara yang andal.&nbsp;Continuous delivery (CD) adalah pengiriman otomatis kode yang telah selesai dikembangkan oleh developer ke environment yang berbeda&nbsp;seperti testing dan production. CD melakukan pengiriman kode ke environment tersebut secara otomatis dan konsisten. Pengiriman dilakukan ke repository (contohnya GitHub atau container registry) yang kemudian developer akan meneruskan kode ke production environment.Continuous deployment adalah langkah selanjutnya dari continuous delivery. Setiap perubahan yang sudah ada di repository akan diteruskan secara otomatis ke production environment. Hal ini menyelesaikan masalah yang sering terjadi sebelumnya, dimana developer harus melakukan secara manual dan hal itu memperlambat proses rilis produk. Dengan otomatisasi maka kode menjadi lebih cepat dimasukkan dan dikirimkan ke dalam production environment serta lebih cepat digunakan oleh pengguna.Secara umum, CI adalah praktik yang dilakukan saat developer menulis kode, sedangkan CD adalah praktik yang dilakukan setelah kode selesai.<img src="https://lh3.googleusercontent.com/EmjeRyBQg-pRJaUktkig0SvN5qZ3jbHCJ7_90rPeIcwNXXYrA32GzTOhY7lpTqITF6xFtD0uASgGV93En9SDNozbE5Ie0WlOa75owVj24kG9x0NZgDu3GLrUyQjsXWW7meuNkBhL">Gambar 1. Diagram Proses CI/CD (Red Hat 2018)<h4>CI/CD Tools</h4>CI/CD tools membantu&nbsp;developer melakukan otomatisasi proses pengembangan, deployment, dan pengujian.&nbsp;Beberapa tools membantu di bagian integrasi (CI), beberapa tools lagi membantu proses pengembangan dan deployment (CD), dan beberapa tools lainnya membantu di proses pengujian yang berkelanjutan. Berikut ini terdapat beberapa tools yang dapat digunakan untuk membantu proses otomatisasi seperti:<ol><li>Jenkins,&nbsp;open-source&nbsp;otomatisasi server.</li><li>Tekton Pipelines,&nbsp;open-source framework&nbsp;untuk membuat sistem CI/CD.</li><li>Screwdriver,&nbsp;open-source build platform&nbsp;untuk&nbsp;continuous delivery.</li></ol>Selain itu juga ada beberapa&nbsp;CI/CD tools&nbsp;yang telah disediakan oleh public cloud provider, Gitlab, CircleCI, Travis CI, Atlassian Bamboo, dan lain-lain. Terdapat tools dasar yang kemungkinan akan menjadi bagian dari proses CI/CD, seperti tools untuk otomatisasi konfigurasi (contohnya Ansible, Chef, dan Puppet), container runtimes&nbsp;(Dockerdan cri-o), dan container orchestration&nbsp;(Kubernetes dan Rancher).&nbsp;Altha Consulting menyediakan layanan IT advisory yang dapat membantu proses kajian kebutuhan perusahaan atas CI/CD di dalam proses pengembangan maupun pemeliharaan sistem perusahaan Anda. Proses kajian dilakukan secara komprehensif dan diharapkan dapat memberikan jawaban pada kemajuan teknologi di perusahaan Anda. Kami juga telah memiliki benchmark terkait dengan best practices berdasarkan hasil riset kami dan juga berdasarkan pengalaman dengan klien dari berbagai industri.Pelajari Lebih Lanjut!

Continuous Integration (CI) adalah praktik yang melibatkan developer dalam pembuatan perubahan kecil dan memeriksa kode yang telah dibuat oleh developer.

Akselerasi Pengembangan Aplikasi dengan Menggunakan CI/CD

Continuous Integration (CI) adalah praktik yang melibatkan developer dalam pembuatan perubahan kecil dan memeriksa kode yang telah dibuat oleh developer

Pembuatan sebuah aplikasi tidak hanya dikerjakan oleh perseorangan, tetapi dikerjakan oleh sebuah tim yang terdiri dari beberapa anggota. Tentunya setiap anggota memiliki bagiannya masing-masing.&nbsp;Output&nbsp;dari masing-masing anggota tim, kemudian akan disatukan menjadi sebuah aplikasi yang utuh. Untuk menghindari proses tumpang tindih atau konflik antara pekerjaan satu anggota tim dengan anggota tim lainnya, atau menghindari bug,&nbsp;maka source code management&nbsp;dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.<h4>Source Code Management</h4>Source code management&nbsp;(SCM) merupakan sebuah metode yang menggunakan sistem untuk membantu sebuah tim berkolaborasi dalam perubahan kode aplikasi pada&nbsp;repository. Sistem ini bertugas untuk merekam setiap perubahan yang terjadi pada kode di repository sehingga tim dapat mengerjakan proyek secara bersamaan. Setiap anggota tim dapat melakukan perubahan, dimana perubahan tersebut kemudian ditambahkan ke dalam repository atau biasa disebut “commit”. Sistem&nbsp;kemudian akan menggabungkan hasil commit&nbsp;dari setiap anggota tim dan merekam perubahan apa saja yang dilakukan. Apabila terjadi bug&nbsp;setelah proses pembaruan, maka anggota tim dapat menelusuri penyebab terjadinya bug. Anggota tim juga dapat mengembalikan sistem ke versi sebelumnya. Seperti istilah commit dan repository, terdapat istilah lain yang biasanya digunakan di dalam Source code management (SCM)&nbsp;sebagai berikut:<ol><li>Repository Sebuah tempat untuk penyimpanan file&nbsp;proyek yang sedang dikerjakan, termasuk sistem SCM yang digunakan. Developer dapat melakukan “check out” kode untuk melakukan perubahan, kemudian disimpan kembali ke dalam repository jika pembaruan telah selesai dilakukan. SCM akan menyimpan versi terbaru tanpa mengganti versi sebelumnya. &nbsp;</li><li>Check out Mengambil file dari repository&nbsp;untuk dilakukan perubahan dan otomatis mengunci file yang sedang diperbarui sehingga developer lain tidak dapat memperbarui file tersebut. &nbsp;</li><li>Check in Proses membuka kunci&nbsp;file&nbsp;atau menyimpan kembali&nbsp;file&nbsp;yang telah di-check out&nbsp;ke dalam repository&nbsp;setelah proses pembaruan selesai dilakukan. &nbsp;</li><li>Commit Istilah lain dari&nbsp;“check in”. &nbsp;</li><li>Trunk Jalur pengembangan utama dari sebuah&nbsp;file tree&nbsp;di bawah&nbsp;version control. &nbsp;</li><li>Branch Duplikasi dari&nbsp;trunk&nbsp;yang merupakan jalur pengembangan utama sehingga dengan melakukan branching memungkinkan duplikasi file yang sama untuk dilakukan pembaruan yang berbeda tanpa mempengaruhi&nbsp;file&nbsp;utama yang ada pada&nbsp;trunk. &nbsp;</li><li>Merge Proses integrasi dari dua macam perubahan menjadi satu file,&nbsp;contohnya menggabungkan kembali branch dengan trunk.</li></ol>&nbsp;<h4>Manfaat Mengimplementasikan Source Code Management (SCM)</h4>Dengan mengimplementasikan&nbsp;Source code management&nbsp;(SCM), terdapat beberapa manfaat dalam pengembangan aplikasi sebagai berikut:<ol><li>Riwayat pembaruan yang lengkap Source code management&nbsp;(SCM) akan mengelola setiap perubahan yang terjadi pada kode dan merangkum aktivitas perubahan tersebut ke dalam histori SCM. Hal ini akan memudahkan anggota tim dalam melihat histori aktivitas perubahan pada suatu file, serta melihat siapa yang melakukan perubahan tersebut. Apabila dibutuhkan, source code management&nbsp;(SCM) juga memungkinkan melakukan rollback&nbsp;ke versi sebelumnya. &nbsp;</li><li>Kolaborasi menjadi lebih efektif Setiap developer dapat bekerja dalam waktu yang bersamaan dan mengerjakan bagian yang berbeda-beda tanpa perlu khawatir akan menimpa pekerjaan orang lain. Ketika terjadi suatu konflik, sistem akan menunjukkan bagian yang konflik di dalam sistem yang terisolasi sehingga tidak mempengaruhi file aslinya. Konflik yang terjadi kemudian dapat ditinjau ulang dan diselesaikan bersama-sama. &nbsp;</li><li>Otomatisasi alur kerja Developer perlu mengikuti alur kerja yang telah ditentukan, beberapa source code management (SCM) dapat melakukan otomatisasi seperti mengirimkan email ketika suatu tugas telah diselesaikan. &nbsp;</li><li>Code backup Source code management&nbsp;(SCM) menyediakan lokasi yang tersentralisasi untuk penyimpanan kode yang dapat diakses oleh siapapun sehingga mendukung pelaksanaan backup. &nbsp;</li><li>Pipeline analytics Source code management&nbsp;(SCM) dapat melakukan pemantauan pada tingkat aplikasi dan juga infrastruktur sehingga mendukung proses identifikasi ketika terjadi masalah pada kinerja aplikasi ataupun infrastruktur. &nbsp;</li></ol>Selain 5 manfaat source code management&nbsp;(SCM) diatas, masih banyak manfaat lainnya yang dapat diambil dari fitur-fitur tambahan yang disediakan oleh penyedia SCM. Selain itu, terdapat beberapa sistem SCM seperti Bitbucket, IBM Rational Clearcase ataupun sistem SCM yang bersifat ‘open-source’&nbsp;seperti Github dan Apache Subversion dan masing-masing memiliki fitur tambahan yang berbeda.&nbsp;Altha yakin bahwa saat ini penerapan source code management (SCM) dibutuhkan dalam mendukung pelaksanaan operasional bisnis perusahaan. Altha Consulting melalui layanan IT advisory dapat membantu Anda dalam mengkaji kebutuhan perusahaan Anda saat ini dengan implementasi teknologi baru yang tepat untuk diadopsi sesuai dengan kebutuhan perusahaan terhadap source code management (SCM). Proses kajian dilakukan secara komprehensif dan diharapkan dapat memberikan jawaban pada kemajuan teknologi yang dimiliki oleh Anda. Pelajari Lebih Lanjut!

Source code management (SCM) merupakan sebuah metode yang menggunakan sistem untuk membantu sebuah tim berkolaborasi dalam perubahan kode aplikasi pada repository

 Source Code Management untuk Kolaborasi Pengembangan Aplikasi yang Lebih Baik

Pengelolaan Layanan Teknologi Informasi yang baik berguna untuk menangani berbagai permasalahan operasional teknologi informasi. Karena saat ini pengelolaan layanan TI bukan hanya sebatas peningkatan performa TI, namun&nbsp;manajemen layanan TI juga merupakan pendorong bisnis,&nbsp;penerapan standar untuk pengelolaan layanan TI menjadi sangat penting bagi suatu organisasi.ISO/IEC 20000 adalah standar internasional terkemuka untuk Manajemen Layanan Teknologi Informasi (ITSM – IT Service Management) yang pertama kali dipublikasikan pada Desember 2005 oleh Organisasi Internasional untuk Standardisasi (ISO). Setelah tujuh tahun, revisi 2011 digantikan oleh revisi ISO/IEC 20000:2018.<figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/nHrbu-7g8Y-AdeFDjLq3fJpqYhENh4ZkL07KLSOG-7z5G0DivcOPMWrqv9TsjizsGXnwPjeFR4-mAEYSGCVUcSx4Ui53dKEqoFYbxB5lpr9gNWB-avD1HZ-55Ty4bKbScKXj5pJn" alt="Timeline

Description automatically generated"></figure>Gambar 1: Rangkuman Versi Cobit Terkini&nbsp;(Source:&nbsp;ISACA)<figure class="image"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/Gh4s8pZjhj2aYV_Etjwc9KDUOP99iAa8IS2SUZZV3alCj-3CjVyatUiJctaz94uYO2ntjluImQQWwOG3_HZ6iMFTmDmoF1dx93Ao-l0CHxJVeGlwzKYU9g34sxJwtE9wREsJT17N" alt="Timeline

Description automatically generated with medium confidence"></figure>Gambar 2: Periode Transisi ISO 20000 Berdasarkan Revisi Tahun 2018<h4>ISO 20000 dan ITIL sebagai Panduan Praktik Manajemen Layanan TI</h4>ISO 20000 memiliki banyak persamaan dengan ITIL yang mengelola standar praktik manajemen layanan teknologi informasi. ITIL sendiri merupakan singkatan dari “Information Technology Infrastructure Library” yaitu kerangka praktik untuk manajemen layanan TI. Kedua standar tersebut, baik ISO 20000 maupun ITIL dapat membantu individu maupun organisasi dalam pengelolaan layanan TI melalui kerangka atau kode praktik.Tabel 1: Perbandingan ISO 20000 dan ITIL sebagai Panduan Praktik Manajemen Layanan<figure class="table"><table><tbody><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Kategori</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">ISO/IEC 20000</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">ITIL</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Sertifikasi</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Sertifikasi untuk perusahaan</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Sertifikasi untuk individu</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Konten</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Berisi dengan standar apa saja yang harus dipatuhi organisasi untuk dapat dinyatakan memiliki manajemen layanan TI yang baik</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Berisi&nbsp;best practice dalam melaksanakan manajemen layanan TI</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Keterkaitan dengan standar lainnya</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">ISO 20000 berbasis ITIL</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">ITIL dirancang dengan mempertimbangkan ISO 20000</td></tr></tbody></table></figure><h4>Manfaat Sertifikasi Standar ISO/IEC 20000</h4>Standarisasi ISO 20000 memiliki berbagai keuntungan bagi organisasi terutama dalam hal:<ol><li>Meningkatkan reputasi dan kredibilitas organisasi<ol style="list-style-type:lower-latin;"><li>Organisasi Anda dapat menunjukkan bahwa layanan TI-nya telah sesuai dengan praktik terbaik yang diakui secara internasional</li><li>Memiliki kredibilitas pengelolaan layanan TI sehingga meningkatkan kesempatan organisasi Anda untuk mendapatkan peluang bisnis baru &nbsp;</li></ol></li><li>Meningkatkan kepuasan pelanggan atau&nbsp;customer satisfaction<ol style="list-style-type:lower-latin;"><li>Penerapan proses pengelolaan layanan TI yang efisien akan meningkatkan produk dan layanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan</li><li>Memastikan bahwa produk dan layanan telah memenuhi kepuasan pelanggan, sehingga mampu mengelola dan mengoptimalkan biaya &nbsp;</li></ol></li><li>Penerapan peningkatan berkelanjutan atau&nbsp;continuous improvement<ol style="list-style-type:lower-latin;"><li>Standar ISO/IEC 20000 memastikan bahwa layanan TI organisasi Anda selalu ditinjau secara berkala, sehingga organisasi Anda dapat merespons perubahan</li><li>Standar ISO/IEC 20000 mendukung peningkatan berkelanjutan pada sistem manajemen layanan TI organisasi terhadap tujuan dan sasaran penting yang ingin dicapai.&nbsp;</li></ol></li></ol><h4>Struktur ISO/IEC 20000</h4>Pada ISO/IEC 20000, bagian yang paling penting dalam standar pengelolaan layanan TI adalah: ISO 20000-1 “Persyaratan Sistem Manajemen Service”, dan ISO 20000-2 “Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Pelayanan”.&nbsp;Pada ISO 20000-1, dipaparkan mengenai penggunaan pendekatan proses terintegrasi untuk layanan yang terkelola sesuai kebutuhan bisnis dan pelanggan secara efektif.Sementara itu, ISO 20000-2, dijelaskan mengenai aturan pelaksanaan dan penjelasan manajemen layanan di dalam lingkup ISO 20000-1.Secara lengkap, bagian-bagian yang terdapat di dalam ISO/IEC 20000 adalah sebagai berikut:<ol><li>ISO 20000-1 “Persyaratan Sistem Manajemen Layanan”,</li><li>ISO 20000-2 “Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Pelayanan”,</li><li>ISO 20000-3 “Pedoman Definisi Ruang Lingkup dan Penerapan ISO 20000-1”,</li><li>ISO 20000-5 “Contoh Rencana Pelaksanaan untuk ISO 20000-1”,</li><li>ISO 20000-6 “Persyaratan untuk Badan yang Menyediakan Audit dan Sertifikasi Sistem Manajemen Layanan”</li><li>ISO 20000-7 Integrasi dan Korelasi ISO/IEC 20000-1:2018 dengan ISO 9001:2015 dan ISO/IEC 27001:2013,</li><li>ISO 20000-10 “Konsep dan Terminologi untuk ISO 20000-1”,</li><li>ISO 20000-11 “Pedoman Hubungan antara ISO 20000-1 dan Kerangka Kerja Manajemen Layanan: ITIL®“.</li><li>ISO 20000-12 “Panduan tentang hubungan antara ISO/IEC 20000-1 dan Kerangka Kerja Manajemen Layanan: CMMI-SVC”</li><li>ISO 20000-13 “Panduan tentang hubungan antara ISO/IEC 20000-1 dan Kerangka Kerja Manajemen Layanan: COBIT”</li></ol>Dari bagian-bagian tersebut, hanya bagian 1 saja yang dilakukan sertifikasi yaitu : ISO/IEC 20000-1: Service Management.<h4>Perubahan ISO 20000-1:2018 dari ISO 20000-1:2011</h4>Terdapat beberapa perubahan pada ISO 20000-1:2018 dari segi jumlah klausul, proses, kelompok proses, dokumen wajib, serta catatan wajib.<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/bWeiiLpz2xLiPIuirACiG_snLrZmBBAEEIIyCRcRpPAB-g8Hl34eTogm9oqmQ7d8VzD5tycC4Scu4Cm5z0TNpFVcfUAbSQId3GYLBm7i7RoM_2FKdL__3O4HTzP2tgNVzapdRcFr" alt="Table

Description automatically generated with medium confidence"></figure>Gambar 3: Perubahan ISO 20000-1:2018 dari ISO 20000-1:2011Sementara itu, perbandingan antara persyaratan baru pada revisi ISO 20000-1:2018 dan persyaratan yang dihilangkan dari ISO 20000-1:2011 adalah sebagai berikut:<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/1J12XVUy5zh78SGwEDpDU3ROjkCWbXS_G9MUWj99TtzgHhgO63lfUb-ZABs2lrpw1n0tZR0yzMeFZ2NpH8Q38_tRBu4euxgEMRxCGFIUTUVRBBLt54u2qQTHYG2k7FE0jIbt8XCq" alt="Table

Description automatically generated"></figure>Gambar 4: Perbandingan Antara Persyaratan Baru pada Revisi ISO 20000-1:2018 dan ISO 20000-1:2011Perbedaan tersebut dapat ditinjau berdasarkan tingkat perubahan pada ISO 20000-1:2018 di dalam area-area berikut.<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/hhsFq1kQk5MpALOf1cD47qe17Y8eOBJkknn1JSfVflHQ6-4FDxHJAhqXBsRf2kTA47hmsZ9YeOF8aFTo6tS8Yuwuh_4WLGENfcP_lqVdRWy8a82ifhCLVrAzI-2gthwAiEAyRqcO" alt="Graphical user interface

Description automatically generated"></figure>Gambar 5: Derajat Perubahan pada&nbsp;ISO 20000-1:2018Secara umum, revisi ISO 20000 tahun 2018 memberikan dampak berikut terhadap Sistem Manajemen Layanan:<ol><li>ISO 20000:2018 lebih mudah untuk diintergrasikan dengan standar ISO lainnya&nbsp;</li><li>Organisasi Anda dapat mengurangi jumlah dokumen untuk hal yang sama, yaitu dengan mengelola layanan Anda.</li><li>ISO 20000:2018 merupakan alat yang berguna untuk meningkatkan kualitas layanan organisasi Anda, sehingga mendapatkan kepuasan pelanggan terbaik.</li></ol><h4>Terapkan Perubahan Positif untuk Organisasi Anda</h4>Tentunya, bagi orang yang bekerja dengan standar ISO, ISO 20000:2018 revisi terbaru ini lebih mudah untuk dipahami, serta lebih mudah untuk diintegrasikan dengan standar ISO lainnya. Dengan standar ini, organisasi Anda dapat memutuskan untuk bekerja dengan metode&nbsp;Plan, Do, Check, Action (PDCA), atau tidak, namun bagaimanapun, organisasi Anda dapat mengurangi jumlah dokumen untuk hal yang sama: mengelola layanan Anda.&nbsp;Satu hal yang pasti adalah bahwa ISO 20000 revisi terbaru ini memang bukanlah pilihan yang unik dalam praktik manajemen layanan, tetapi dapat memberikan organisasi Anda alat yang berguna dalam bentuk proses untuk meningkatkan kualitas layanan Anda, serta mendapatkan kepuasan pelanggan terbaik.Altha Consulting menawarkan layanan&nbsp;advisory dan&nbsp;training terbaik yang diberikan oleh tenaga ahli yang tepat, disesuaikan dengan situasi tertentu di organisasi Anda dan tren industri yang ada, serta perspektif organisasi dalam penawaran layanan kami di bidang pendampingan implementasi ISO 20000. Kami membantu klien sebagai&nbsp;Project Management (PMO) &amp; Internal Quality Assurance (IQA) dalam mempersiapkan implementasi dan sertifikasi ISO 20000:2018 yang termasuk: persiapan manajemen data, proses, orang, teknologi, dan praktik pengukuran yang konsisten sesuai dengan standar ISO 20000 &nbsp;

ISO/IEC 20000 adalah standar internasional terkemuka untuk Manajemen Layanan Teknologi Informasi (ITSM – IT Service Management)

ISO 20000-1:2018 sebagai Standar Pengelolaan Layanan TI di Organisasi

Kegagalan layanan TI masih menjadi salah satu masalah dengan persentase tertinggi yang dihadapi organisasi selama 4 tahun terakhir (Statista, 2022). Di antara dampak yang ditimbulkan dari permasalahan ini ialah penurunan tingkat kepuasan pelanggan dan produktivitas pegawai perusahaan serta kerugian finansial perusahaan. Pengelolaan layanan TI (IT Service Management) yang efektif memegang peranan yang krusial dalam menjawab permasalahan tersebut. Salah satu acuan kerangka kerja pengelolaan layanan IT yang dapat digunakan adalah&nbsp;IT Infrastucture Library (ITIL).<h4>Apa itu ITIL (Information Technology Infrastructure Library)?</h4>Information Technology Infrastructure Library atau ITIL merupakan kerangka kerja atau&nbsp;framework&nbsp;yang mendeskripsikan seperangkat&nbsp;best practices untuk mendukung pengelolaan layanan IT (IT Service Management)&nbsp;secara efektif di suatu organisasi. Panduan yang disediakan oleh ITIL berisikan proses serta prosedur yang ditujukan untuk dapat membantu organisasi dalam menyediakan layanan IT yang bersifat&nbsp;customer-focused,&nbsp;quality-driven dan&nbsp;cost-effective. &nbsp; Sejak diperkenalkan pada tahun 1989 oleh&nbsp;Cabinet Office, kehadiran ITIL semakin eksis sebagai&nbsp;framework ITSM terkemuka dan telah banyak diadopsi oleh banyak organisasi di dunia di berbagai bidang bisnis.&nbsp;&nbsp;<h4>Bagaimana sejarah ITIL?</h4>ITIL dikembangkan pertama kali oleh CCTA UK pada tahun 80-an akhir untuk menjawab permasalahan yang dialami oleh pemerintah Inggris (British Government) untuk dapat melakukan pengadaan layanan IT dengan kualitas yang tinggi dengan biaya yang lebih rendah. Seiring perkembangannya, lingkup tujuan penerapan ITIL semakin diperluas yaitu untuk dapat mendukung transformasi organisasi IT yang lebih bersifat&nbsp;customer-focused&nbsp;dalam menyediakan layanan IT untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.ITIL telah melalui perbaruan versi sebanyak 5 (lima) kali.&nbsp; Di antara kelima versi tersebut, organisasi saat ini pada umumnya menerapkan ITIL V3 atau ITIL V4. ITIL V3 dirilis oleh OGC pada tahun 2007 dengan menghadirkan konsep mengenai&nbsp;Service Lifecycle yang mencerminkan&nbsp;PDCA (Plan, Do, Check, Act) Cycle pada ISO20000, yaitu standar internasional untuk&nbsp;Service Management. ITIL V3 kemudian diperbarui pada tahun 2011 yang dikenal dengan nama “ITIL 2011”. Kemudian, ITIL V4 dirilis oleh AXELOS (sekarang pemilik resmi merek dagang ITIL) pada tahun 2019.&nbsp; Jika dibandingkan versi sebelumnya, ITIL V4 diklaim bersifat lebih fleksibel, praktis dan adaptif sebab telah mengakomodasi perkembangan teknologi modern, seperti perkembangan metode Agile, Lean, dan DevOps.<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/cAFLkIkWGL6iJC9HR0LMFTn33QWrtujMsqlmNZCMFMXUZ-05bCMbNI5FfqX4KldGBt_PdQwlmDAPCSsaXzerUba8IlJwz05LCp2jCS427rVWpPDy0XUCfYSQxkqP7HFDXiGO-ulW" alt="Timeline

Description automatically generated"></figure>Gambar 1 Rangkuman Perbedaan ITIL V3 dan ITIL V4&nbsp;<h4>Apa saja komponen yang dimiliki oleh ITIL?</h4>Dalam menerapkan sistem manajemen layanan TI, suatu organisasi perlu sejumlah komponen yang dapat mendukung organisasi tersebut untuk mencapai tujuannya. Mengacu pada&nbsp;framework ITIL V4, berikut merupakan komponen-komponen yang dimiliki oleh ITIL:1. Four dimensions model. Menggambarkan 4 (empat) dimensi sumber daya (resources) yang diperlukan untuk saling berinteraksi guna mendukung pelaksanaan&nbsp;service management&nbsp;secara holistik. Sumber daya yang dimaksud meliputi organizations and people,&nbsp;information and technology, partners and suppliers&nbsp;serta&nbsp;value streams and processes.&nbsp;<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/UJYdjKYZFcO2RDhmcNAFbPJOyjeomUnnF0DoFeI0K08jqVIdagP3U-5CgCU53tERDMwmFCn8IKQh4DNjLynGYiDqg7AzThwSNi6IKiS3zJVlFr8eLitu31BspRhppTiZW_vLhbpq" alt="Diagram

Description automatically generated"></figure>Gambar 2. Four dimensions model ITIL V4&nbsp;2. Service Value System (SVS). Menggambarkan bagaimana semua komponen dan aktivitas dalam organisasi dapat saling bekerja sama untuk dapat menciptakan&nbsp;value&nbsp;dalam memenuhi kebutuhan (demand) produk dan layanan bagi seluruh&nbsp;stakeholder-nya.<figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/0nf5SMtYlQtrb5k4fH-CZNToOWQ1IhPyc7edk42Vdd67OT-mlP4nVdqHsa9Vt6bWcK8VmXquIu9-k-t2U7A73-n9zMdvdxMBiazNAB0eLIdEUSPdG4ZUiH3yXyDkf554ALXBQPPh" alt="Diagram

Description automatically generated"></figure>Gambar 3 Service Value System&nbsp;Service Value System dibangun oleh 5 (lima)&nbsp;building blocks yaitu:<ol><li>Guiding Principles.&nbsp;Berperan sebagai pedoman bagi organisasi untuk dapat mencapai tujuan mereka semaksimal mungkin dalam situasi apapun, seperti dengan adanya perubahan strategi bisnis, struktur organisasi dan perubahan lainnya.</li><li>Governance.&nbsp;Berperan sebagai mekanisme kontrol sebuah organisasi melalui aktivitas&nbsp;Evaluate, Direct, Monitor.</li><li>Service Value Chain (SVC).&nbsp;Berperan sebagai model operasi (operating model) yang terdiri dari sekumpulan aktivitas yang perlu dijalankan sebuah organisasi untuk dapat menghasilkan produk atau layanan yang memiliki&nbsp;value kepada pelanggannya.</li><li>Practices.&nbsp;Berperan sebagai sekumpulan sumber daya (resources) yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi tertentu.&nbsp;</li></ol><figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/22Mc8i-w4ZzUJKyLSrzgqLcu5rwBErPDasrAD1qF2B1w6sbaxV_IdLITE_r-7FjSmdA1e_uXRKY7RhLYqvbOBV5v2fh5faJUI9OUy4rS1syE8GYzL_n0Stl6cL6EHJEpj9tjBD-v" alt="Graphical user interface

Description automatically generated"></figure>Gambar 4&nbsp;Practices ITIL V4&nbsp;3. Continual Improvement.&nbsp;Aktivitas yang perlu dilakukan secara terus-menerus oleh sebuah organisasi untuk memastikan bahwa performa suatu organisasi dapat selalu memenuhi ekspektasi dari&nbsp;stakeholder.&nbsp;Dalam ITIL V4, konsep&nbsp;continual improvement digambarkan dalam “7-step continual improvement&nbsp;model” yang bersifat iteratif.&nbsp;<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/BTsccORYIuQOXre-3XFrxPA-Orm9T0ZiHKZ7LelCcqZ61MNvNcuuBqp4GDPFRH71fVdVNUSXvEGSYp53NhzPo2uI7glREu0nIwutmJB2dLds7oHPO3eRKzZoAictkm5yy0n5bqyB" alt="Diagram

Description automatically generated"></figure>Gambar 5&nbsp;Continual Improvement Model ITIL V4&nbsp;<h4>Apa saja aspek yang perlu diperhatikan dalam memulai implementasi ITIL di suatu organisasi?</h4>Berdasarkan konsep ITIL V4, ITIL tidak bersifat preskriptif mengenai proses atau&nbsp;practice yang perlu diimplementasikan suatu organisasi. Suatu organisasi tetap perlu mendefinisikan sendiri proses apa saja&nbsp;yang memegang peran penting dalam model operasinya, sehingga nantinya setiap organisasi dapat memperoleh&nbsp;tailor-made solutions yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi secara spesifik.&nbsp; Untuk dapat memilih proses yang tepat, suatu organisasi perlu terlebih dahulu melakukan pemetaan terhadap visi, misi dan tujuan bisnis, serta melaksanakan analisa kesenjangan proses bisnis&nbsp;as-is dan proses bisnis&nbsp;to-be yang dituju.&nbsp;Setiap proses yang telah terpilih kemudian perlu didefinisikan output/produk kerja terkait, kebutuhan implementasi proses seperti instalasi atau perubahan infrastruktur, peran dan tanggung jawab (idealnya menggunakan matriks RACI), serta&nbsp;process control dalam bentuk metrik KPI dan metode pengukurannya.&nbsp;<h4>Bagaimana ITIL dapat bekerja dalam meningkatkan performa organisasi?</h4>ITIL diciptakan dengan prinsip untuk dapat mendukung pengelolaan layanan IT yang senantiasa selaras dengan kebutuhan bisnis suatu organisasi.&nbsp; Sehingga nantinya, dengan pemilihan proses/practice yang tepat, ITIL dapat digunakan sebagai alat (tools) untuk meningkatkan performa IT sekaligus memfasilitasi pertumbuhan dan transformasi bisnis di suatu organisasi.&nbsp;Berikut rangkuman singkat Altha mengenai manfaat bisnis dari adopsi ITIL, baik yang telah diklaim oleh AXELOS maupun sejumlah perusahaan di dunia:Tabel 1&nbsp;Manfaat Penerapan ITIL di Organisasi<figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/Fja7Ue7RKgrfRxE42oz2UbOphCRqUl8_4z7bL2gB3GjHyalfENckIScGovKKMokieotbD4LkBVXH7G4dVtFbXPQKZaQ4DMVVWUPNH6M6oFk30C-2imWg4ZXN1mI52vVtRVy_8mZj" alt="Graphical user interface, application

Description automatically generated"></figure>Pemanfaatan ITIL di suatu organisasi memberikan kerangka kerja yang konsisten, terstruktur serta adaptif untuk perencanaan, pembangunan dan pengoperasian layanan IT dalam menghadapi tantangan&nbsp;requirement&nbsp;bisnis yang dinamis.Altha Consulting menawarkan layanan berkualitas tinggi yang diberikan oleh tenaga ahli yang tepat, disesuaikan dengan situasi tertentu di organisasi Anda dan tren industri, serta perspektif organisasi dalam penawaran layanan kami di bidang manajemen layanan TI. Berikut merupakan beberapa layanan kami dalam membantu manajemen layanan TI di Organisasi:<ol><li>Designing ITSM Policy and Procedure Altha membantu klien dalam menyusun kebijakan dan prosedur pengelolaan layanan TI&nbsp;yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi berdasarkan kerangka kerja ITIL. &nbsp;</li><li>ITSM Implementation Altha membantu klien dalam mengimplementasikan produk kerja manajemen layanan TI yang dibutuhkan seperti&nbsp;Service Catalogue, SLA, CMDB (Configuration Management Database)&nbsp;dan mendesain&nbsp;IT Shared Service Model. &nbsp;</li><li>ITSM Performance Review Altha membantu klien dalam mengukur kinerja organisasi TI dalam menyediakan suatu layanan TI.</li></ol> &nbsp;

Information Technology Infrastructure Library atau ITIL merupakan kerangka kerja atau framework yang mendeskripsikan seperangkat best practices untuk mendukung pengelolaan layanan IT (IT Service Management) secara efektif di suatu organisasi

Konsep ITIL dalam Menunjang Pengelolaan Layanan TI di Organisasi

Untuk mengukur pencapaian program reformasi birokrasi melalui penerapan SPBE, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) melakukan penilaian setiap tahunnya pada Instansi Pemerintah sesuai yang tercantum pada Peraturan Menteri PAN-RB No 59 Tahun 2020. Penilaian ini dilakukan agar standar kepatuhan dapat terpenuhi dan kepuasan masyarakat terhadap layanan publik dapat terwujud. Secara umum, terdapat 5 tahapan dalam melakukan evaluasi SPBE, yaitu:&nbsp;<h4>1. Menentukan Tingkat Kematangan SPBE</h4>Tingkat kematangan SPBE adalah kerangka kerja yang mengukur derajat tingkatan penerapan SPBE. Area pelaksanaan SPBE yang dinilai disebut Domain. Sebuah domain terdiri dari beberapa Aspek dan sebuah Aspek terdiri dari beberapa Indikator. Secara keseluruhan, terdapat 47 indikator yang menjadi parameter penilaian indeks SPBE.<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/cQ8bMKXEyNBPzMTwy1-oVmJfoB5dB9slKWzkgfNX4V1CP829HvGeJTnAzZpSXUDAOw6sdPkc31iqu4XE2K9C3Gd2emOcOrxAdrFL8n8BHbMC5dUirtLHRFUOUwY8K8njhizvGW3T"></figure>Gambar 1. Perangkat Evaluasi SPBEPelaksanaan evaluasi tingkat kematangan indeks SPBE dilakukan melalui salah satu atau kombinasi dari metode berikut:<ol><li>Evaluasi dokumen, yaitu penilaian terhadap jawaban, penjelasan dan bukti pendukung yang diberikan responden.&nbsp;</li><li>Wawancara, yaitu klarifikasi terhadap jawaban, penjelasan dan bukti pendukung yang diberikan responden.&nbsp;</li><li>Observasi lapangan, yaitu kunjungan ke unit kerja pada Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melakukan validasi terhadap jawaban, penjelasan atau bukti pendukung.</li></ol>&nbsp;<h4>2. Menghitung Nilai Indeks Tingkat Kematangan SPBE</h4>Berikut adalah contoh perhitungan Indeks salah satu domain SPBE:<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/85CWZCkRDLeHAgb8K-NZS0BIYQuOgi_9-7_thIiMkPl8bs9R6wawUY9DhcAtH8tmMogT38emr-Emy0YTawiiiGSwcoBEw2wnk685WvH98UGR7BBUfyHZO9662lRmDtcvrFzaaWKD"></figure>Tabel 1. Contoh Penghitungan Indeks Domain SPBEDapat dilihat pada tabel diatas, jumlah total nilai indeks aspek yang telah dibobotkan pada domain Tata Kelola SPBE adalah 85,00. Sehingga, indeks domain Tata Kelola adalah bobot dari domain Tata Kelola dikalikan dengan jumlah total nilai indeks aspek pada domain Tata Kelola yaitu = 25/100 x 85,00 sehingga diperoleh angka indeks domain Tata Kelola SPBE sebesar 3,40.&nbsp;<h4>3. Melakukan&nbsp;Gap Analysis</h4>SPBE dibangun sebagai&nbsp;tools untuk mengukur tingkat kematangan kapabilitas proses dan kapabilitas layanan. Tingkat kematangan kapabilitas proses digunakan untuk pengukuran tingkat kematangan kebijakan, tata kelola, dan manajemen SPBE. Sedangkan tingkat kematangan kapabilitas layanan digunakan untuk pengukuran tingkat kapabilitas layanan SPBE. Berikut adalah deskripsi dari keduanya:&nbsp; &nbsp; a. Tingkat Kematangan Kapabilitas Proses.&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;&nbsp;Tingkat kematangan pada kapabilitas proses diterapkan pada domain Tata Kelola SPBE dan domain Kebijakan Internal SPBE.<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/2w8HIMRF4dm14YZj1owxyaKTr2rDXSlWP474c4lC3B4cFi4_IFOTha4qBehkImwrRSQI8Lv7y4de3RSxE3l3mh263pZX0zkJaNYToi9wikRM1glmucm1yIFbZx1dsmh4h5gJvnDQ"></figure>Tabel 2. Tingkat Kematangan pada Domain Tata Kelola SPBE dan Kebijakan Internal SPBEBerikut adalah penjelasan singkat mengenai tingkat kematangan:<ol><li>Rintisan: Pelaksanaan Tata Kelola SPBE masih bersifat&nbsp;ad-hoc, tidak terorganisir dengan baik dan hasilnya tidak dapat diprediksi.&nbsp;</li><li>Terkelola: Tata Kelola SPBE terlaksana dengan dasar-dasar manajemen yang telah didefinisikan dan didokumentasikan.&nbsp;</li><li>Terstandarisasi: Tata Kelola SPBE terlaksana dengan standar manajemen.&nbsp;</li><li>Terintegrasi dan terukur: Tata Kelola SPBE terlaksana secara terpadu dengan proses Tata Kelola SPBE lain yang terkait dan telah menentukan serta melaksanakan mekanisme pengukuran kinerja dari proses-proses Tata Kelola SPBE terkait.</li><li>Optimum: Peningkatan kualitas proses Tata Kelola SPBE dilakukan secara berkesinambungan melalui pelaksanaan evaluasi berdasarkan pengukuran kinerja.</li></ol>&nbsp;&nbsp; &nbsp; b. Tingkat kematangan Kapabilitas Layanan &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;&nbsp;Layanan SPBE diukur dari kemudahan dan kenyamanan yang diterima pengguna SPBE. Semakin tinggi tingkat kematangan layanan SPBE menunjukkan semakin mudah dan nyaman bagi pengguna SPBE.<figure class="image"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/-qRC0OWqpUmO3sNBvdZR7kMRdeUvrMA50bCmk_HgPwVcp6REFQoxJTg89f3DlvBInKCdFb84TSL3KJVXyH5rnITLry6iAAi9UTi9yMSz2wq24rTSfYUaxsxFp4ZbzkuHNL_vF-fG"></figure>Tabel 3. Tingkat Kematangan pada Domain Layanan SPBEBerikut adalah penjelasan singkat mengenai tingkat kematangan pada Domain Layanan SPBE:<ol><li>Informasi: Tersedia sistem aplikasi dimana pengguna tidak dapat berinteraksi kepada sistem aplikasi.&nbsp;</li><li>Interaksi: Tersedia sistem aplikasi yang memberikan fasilitas interaksi dimana pengguna dapat mengunduh informasi atau dokumen dan mengunggah informasi atau dokumen.</li><li>Transaksi: Tersedia sistem aplikasi yang memberikan fasilitas transaksi dimana pengguna SPBE dapat melakukan pembayaran melalui kanal lain dan selanjutnya dapat menerima layanan SPBE.&nbsp;</li><li>Kolaborasi: Tersedia sistem aplikasi yang memberikan layanan SPBE sebagai hasil kolaborasi atau integrasi dengan layanan SPBE lain.</li><li>Optimalisasi: Tersedia sistem aplikasi yang dapat merespon terhadap perubahan kebutuhan, baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal.&nbsp;</li></ol>Dari setiap nilai tingkat kematangan pada indikator, dihasilkan nilai indeks yang dihitung secara agregat. Nilai indeks terdiri dari Nilai Indeks Aspek, Nilai Indeks Domain, dan Nilai Indeks SPBE. Nilai Indeks yang merepresentasikan tingkat kematangan pelaksanaan SPBE dikelompokkan berdasarkan predikat seperti tertera pada tabel berikut:<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/7QMWPKoSr2oAv-LOdadKi8STXPIDAEZrYMM8EaMZYFNHuex8j-pJo6n2i-YMhGpL-mO9O78uIjQwO7Bk_gyIfmrFEpeShDFoIoLqMbIwRMPhztyVbP93PyZdL4Kpp3SDQyl1d1Wp"></figure>Tabel 4. Predikat Penilaian&nbsp; SPBEDari hasil penilaian dari setiap domain, aspek, dan indikator, didapatkan predikat akhir penilaian SPBE. Target Indeks SPBE nasional di tahun 2025 adalah lebih dari atau sama dengan 2,6 yaitu berpredikat baik. Sehingga, setelah didapatkan nilai indeks SPBE dapat diperoleh&nbsp;gap&nbsp;antara nilai target dengan nilai aktual. Dari hasil tersebut, tiap instansi dapat melakukan analisis keunggulan dan kelemahan dari setiap aspek. Dari aspek yang masih bisa ditingkatkan, dapat disusun rekomendasi untuk mengurangi&nbsp;gap&nbsp;yang ada.&nbsp;<h4>4. Menyusun Rencana Strategis Peningkatan Nilai Indeks SPBE</h4>Dari total 4 domain, Instansi Pusat dan Daerah dapat mengelompokkan (clustering) dan melakukan penyusunan prioritas berdasarkan nilai indeks menggunakan matriks antara&nbsp;impact&nbsp;dan&nbsp;effort seperti pada gambar di bawah:<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/Mxg2Oj-munOdYepHoGrVTvwCk91UxLocl9DavV4RZNI3mGeHECMFbWekb8mqdJnfqKU1yZOkLujiBIN1wK45HjUvUdm3vEHCj5K1PpX7HC4NlkzgNRKP5g6jqxRMGbAKvr3WQslU"></figure>Gambar 2. Matriks&nbsp;impact dan&nbsp;effortDari matriks ini, dapat ditentukan prioritas rencana aksi yang perlu dilakukan yaitu dengan mendahulukan rencana perbaikan dengan signifikansi utama namun dapat dilakukan dengan cara yang mudah.&nbsp;Ketika penyusunan prioritas selesai, langkah selanjutnya adalah menyusun Peta Rencana&nbsp;Peningkatan Kematangan SPBE yang berisi&nbsp;timeline singkat dan tenggat waktu setiap&nbsp;milestone. Peta Rencana akan memperlihatkan kondisi saat ini dan kondisi yang ingin dicapai. Contohnya dapat dilihat seperti pada diagram di bawah:<figure class="image"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/JSLF-mswNQ3Wm-VjXuDuFbI1myQJszBH_h_5G4ydQ5kjDXCM-gXqghLYSnWMGH_jGIH-nN18fjdWn2m9C7rlXWn9g9NHpIGzzZdT8Jc9Bu61nWDGHm5UbtmusaAPa55aVfPtTwh2"></figure>Gambar 3. Contoh Peta Rencana SPBEDari hasil asesmen, dapat dirancang peta rencana perbaikan yang akan masuk ke dalam beberapa dokumen seperti Rencana Induk dan Peta Rencana SPBE untuk meningkatkan kualitas Indeks SPBE dari yang sebelumnya. Dapat dilihat seperti tabel peta rencana di atas, target yang ingin dicapai dalam waktu 15 bulan adalah meningkatkan indeks dari nilai 1 menjadi 4. Dalam prosesnya, akan terdapat beberapa&nbsp;check-point yang menyesuaikan dengan rencana yang telah di prioritisasi.&nbsp;<h4>5. Melakukan Monitoring Penerapan SPBE</h4>Tahap terakhir adalah&nbsp;monitoring. Monitoring&nbsp;dapat dilakukan melalui asistensi/pendampingan&nbsp;serta&nbsp;memberikan bimbingan dan arahan melalui peningkatan penerapan SPBE.&nbsp;Hal-hal yang dibahas dalam kegiatan asistensi SPBE ini meliputi materi tentang semua indikator evaluasi, saran tindak lanjut dari hasil evaluasi, serta perbaikan tingkat kematangan penerapan SPBE masing-masing instansi.&nbsp;Setelah dilakukan asistensi dan perbaikan, dilakukan&nbsp;monitoring evaluasi serta pengukuran kembali indeks SPBE di instansi masing-masing. Diharapkan saat dilakukan pengukuran kembali, nilai indeks akan sesuai dengan target yang telah ditetapkan.&nbsp;<h4>Kesimpulan</h4>Hasil asesmen indeks SPBE tentu adalah sebuah cerminan dari kualitas aktual implementasi SPBE yang ada pada Instansi Pemerintah. Hasil tersebut dapat meningkatkan komitmen dan kesadaran Instansi Pemerintah untuk menjamin kualitas pelaksanaan SPBE yang terintegrasi dan berdayaguna. Dalam pengukuran tingkat kematangan indeks SPBE hingga pendampingan untuk meningkatkan indeks&nbsp;assessment, Instansi Pemerintah dapat bekerja sama dengan tenaga ahli dari pihak ketiga yang berpengalaman untuk dapat mendapatkan hasil analisis dan rekomendasi yang berkualitas. Altha Consulting melalui unit Altha SPBE dapat menjadi solusi kolaborasi dengan pihak ketiga dalam membantu tercapainya tingkat kematangan indeks SPBE yang lebih baik di Instansi Anda.&nbsp; &nbsp;

Tingkat kematangan SPBE adalah kerangka kerja yang mengukur derajat tingkatan penerapan SPBE.Secara keseluruhan, terdapat 47 indikator yang menjadi parameter penilaian indeks SPBE. 

5 Tahapan Evaluasi SPBE yang Perlu Anda Ketahui

Teknologi informasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan era&nbsp;digital&nbsp;saat ini. Tidak terkecuali pada sektor pemerintahan dengan hadirnya Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). SPBE mendorong berbagai terobosan dalam peningkatan layanan pemerintahan baik internal maupun eksternal, diantaranya kolaborasi antar instansi pemerintah, serta peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan publik.<h4>Pengertian SPBE</h4>Menurut Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018, SPBE adalah penyelenggaraan pemerintahan yang menggunakan digitalisasi untuk dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada pengguna SPBE. Keberhasilan SPBE dapat terwujud dengan memastikan terlaksananya penerapan dan pengendalian komponen-komponen SPBE yang diperlukan. Terdapat 14 komponen SPBE yang perlu dirancang, diimplementasikan, dan dievaluasi.&nbsp;Adapun penjelasan dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut:<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/ojqXhKD4QKMVjHXSnGU9vlPW5tcCd7T6QI-tC7QOECDdQLayYCxB5gbvR7yrMtNWnY0GmZyaDt-_IseMaLl1fVGYgmJG0m70mL3SwCUTjAeVwBAxPlKTiMiW258HUkpucEmqD0Ec"></figure>Gambar 1. Komponen - Komponen SPBE<ol><li>Arsitektur SPBE&nbsp; Arsitektur SPBE adalah sebuah&nbsp;kerangka dasar yang mendeskripsikan integrasi proses bisnis, data dan informasi, aplikasi, infrastruktur SPBE, dan keamanan SPBE untuk menghasilkan layanan pemerintah yang terintegrasi. Arsitektur SPBE memiliki 3 jenis, yaitu:&nbsp; <ol><li>Arsitektur SPBE Nasional Arsitektur SPBE Instansi Pusat disusun dengan berpedoman pada Rencana Induk SPBE Nasional dan RPJMN yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden dan dikoordinasikan oleh Kemenpan. &nbsp;</li><li>Arsitektur SPBE Instansi Pusat Arsitektur SPBE Instansi Pusat disusun dengan berpedoman pada Arsitektur SPBE Nasional dan&nbsp; rencana strategis Instansi Pusat yang ditetapkan pimpinan Instansi Pusat masing-masing.&nbsp; &nbsp;</li><li>Arsitektur SPBE Pemerintah daerah Arsitektur SPBE Pemerintah Daerah disusun dengan berpedoman pada Arsitektur SPBE Nasional dan RPJMD. Arsitektur SPBE Instansi Daerah ditetapkan oleh kepala daerah masing-masing.&nbsp; &nbsp;</li></ol></li><li>Peta Rencana SPBE&nbsp; Peta Rencana SPBE merupakan dokumen yang digunakan untuk mengelaborasi arah dan langkah dari pelaksanaan SPBE. Peta rencana disusun untuk jangka waktu lima tahun dalam bentuk program dan/atau kegiatan SPBE Nasional. &nbsp;</li><li>Pemantauan &amp; Evaluasi&nbsp; Pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh tim koordinasi SPBE mulai dari Pemerintah Daerah, Instansi Pusat, hingga di level nasional. Hasil dari pemantauan dan evaluasi SPBE berfungsi untuk meningkatkan reviu pada setiap komponen dan mengukur kemajuan dan meningkatkan kualitas SPBE di setiap instansi.&nbsp; &nbsp;</li><li>Rencana dan Anggaran&nbsp; Rencana dan anggaran SPBE Instansi Pusat menyesuaikan dengan isi dari Arsitektur SPBE Instansi Pusat dan juga Peta Rencana SPBE Instansi Pusat. Untuk keterpaduan rencana SPBE, penyusunan rencana SPBE Instansi Pusat dikoordinasikan dengan Kementerian PPN. &nbsp;</li><li>Kebijakan Internal&nbsp; Kebijakan internal merupakan salah satu domain yang akan dinilai pada saat evaluasi SPBE. Kebijakan internal berfungsi sebagai landasan pelaksanaan proses tata kelola SPBE. Kebijakan internal terdiri dari kebijakan tata kelola SPBE yang mendukung penerapan tim koordinasi SPBE dan kebijakan layanan SPBE yang mendukung penerapan layanan administrasi pemerintahan dan layanan publik.&nbsp; &nbsp;</li><li>Penyelenggara SPBE Dalam menyelenggarakan SPBE dibutuhkan sumber daya yang mendukung agar SPBE dapat berjalan dengan optimal, yang meliputi penetapan Tim Koordinasi SPBE, penyediaan SDM SPBE, dan penetapan Struktur Organisasi SDM SPBE. &nbsp;</li><li>Audit TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi)&nbsp; Audit merupakan proses sistematis untuk mengevaluasi bukti secara objektif terhadap aset TIK dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara TIK dengan kriteria dan/atau standar yang telah ditetapkan. Audit keamanan SPBE terdiri atas: <ol><li>Audit Aplikasi, dengan lingkup yaitu Tata Kelola, Manajemen, dan Fungsionalitas Kinerja aplikasi.</li><li>Audit Infrastruktur, dengan lingkup&nbsp; yaitu Tata Kelola, dan Fungsionalitas Kinerja Infrastruktur.</li><li>Audit Keamanan SPBE (Infrastruktur dan Aplikasi), dengan lingkup yaitu adalah Standar Audit Keamanan SPBE, Tata Cara Audit Keamanan SPBE, dan Sumber Daya Audit Keamanan SPBE. &nbsp;</li></ol></li><li>Manajemen SPBE&nbsp; Manajemen SPBE adalah rangkaian proses guna mencapai implementasi SPBE yang efektif, efisien, dan terintegrasi, serta layanan SPBE yang berkualitas. Manajemen SPBE meliputi 8 area kelompok, yaitu:<ol><li>Manajemen Risiko.</li><li>Manajemen Data.</li><li>Manajemen Layanan.</li><li>Manajemen Perubahan.</li><li>Manajemen Keamanan Informasi.</li><li>Manajemen Aset TIK.</li><li>Manajemen Pengetahuan.</li><li>Manajemen SDM. &nbsp;</li></ol></li><li>Proses bisnis&nbsp; Proses bisnis adalah sekumpulan kegiatan yang terstruktur dan saling terkait dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari setiap instansi. Penyusunan proses bisnis bertujuan untuk menjadi arahan dalam menggunakan data dan informasi, serta penerapan aplikasi SPBE, keamanan SPBE, dan layanan SPBE. &nbsp;</li><li>Keamanan SPBE&nbsp; Keamanan SPBE mencakup penjaminan kerahasiaan, keutuhan, ketersediaan dan keaslian sumber daya terkait data dan informasi, Infrastruktur SPBE, dan Aplikasi SPBE.&nbsp; &nbsp;</li><li>&nbsp;Infrastruktur SPBE&nbsp; Infrastruktur SPBE dihasilkan dari layanan yang akan mendukung data dan informasi serta aplikasi SPBE. Terdapat tiga jenis infrastruktur SPBE yang perlu dibangun, yaitu:<ol><li>Pusat Data, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam memanfaatkan sumber daya Pusat Data Nasional oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah.&nbsp;</li><li>Jaringan Intra Pemerintah, yang bertujuan untuk menjaga keamanan dalam melakukan pengiriman data dan informasi antar Instansi Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.</li><li>Sistem Penghubung Layanan, yang bertujuan untuk memudahkan melakukan integrasi antar Layanan SPBE. &nbsp;</li></ol></li><li>&nbsp;Aplikasi SPBE&nbsp; Aplikasi SPBE adalah program dan prosedur yang dapat membantu meningkatkan efisiensi belanja TIK serta memudahkan integrasi proses bisnis pemerintahan. Terdapat dua jenis aplikasi SPBE, yaitu: <ol><li>Aplikasi Umum Aplikasi umum merupakan aplikasi SPBE yang sama dan digunakan secara bersama atau bagi pakai. Salah satu jenis aplikasi yang telah diluncurkan adalah Aplikasi Srikandi di bidang kearsipan. &nbsp;</li><li>Aplikasi Khusus Aplikasi Khusus adalah aplikasi SPBE yang dikembangkan, digunakan dan dikelola oleh pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan khusus yang bukan kebutuhan instansi pusat dan pemerintah daerah lain. &nbsp;</li></ol></li><li>&nbsp;Data &amp; Informasi Data dan informasi mencakup semua jenis data dan informasi yang dimiliki oleh Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah, dan/atau yang diperoleh dari masyarakat, pelaku usaha, hingga pihak lain. Data &amp; Informasi SPBE perlu mengatur tiga area berikut: <ol><li>Satu Data Satu Data merupakan terobosan pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan pengambilan kebijakan yang efektif berdasarkan data. &nbsp;</li><li>Integrasi Data Integrasi data membuat data menjadi terpusat sehingga kolaborasi menjadi lebih mudah di antara Instansi Pusat dan Daerah. &nbsp;</li><li>Data Analytics Data Analytics merupakan proses inspeksi serangkaian data yang berguna untuk mendapatkan kesimpulan dari informasi yang ada sehingga pembuatan keputusan kebijakan akan lebih mudah, cepat dan efektif. &nbsp;</li></ol></li><li>&nbsp;Layanan SPBE&nbsp; Layanan SPBE merupakan&nbsp;output&nbsp;yang dihasilkan dari beberapa fungsi aplikasi SPBE yang memiliki nilai manfaat. Layanan SPBE terdiri atas: <ol><li>Layanan Administrasi Pemerintahan Berbasis Elektronik Layanan administrasi berfungsi untuk memenuhi semua layanan yang sesuai dengan kebutuhan internal birokrasi pemerintahan. &nbsp;</li><li>Layanan Publik Berbasis Elektronik Layanan publik berbasis elektronik dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelayanan publik di Instansi Pusat dan Pemerintah daerah.&nbsp;</li></ol></li></ol><h4>Kesimpulan</h4>Semua komponen SPBE memiliki fungsi dan peran masing-masing untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan SPBE. Dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Instansi Pusat maupun Daerah dapat bekerja sama dengan Tenaga Ahli dari pihak ketiga yang berpengalaman untuk menjamin hasil dengan kualitas yang terbaik. Altha Consulting melalui unit Altha SPBE dapat menjadi solusi kolaborasi dengan pihak ketiga dalam membantu penerapan SPBE di Instansi Anda.

SPBE adalah penyelenggaraan pemerintahan yang menggunakan digitalisasi untuk dapat memberikan layanan yang lebih baik kepada pengguna SPBE. Terdapat 14 komponen SPBE yang perlu dirancang, diimplementasikan, dan dievaluasi.

SPBE 101 Mengenal 14 Komponen SPBE

Tidak dapat kita pungkiri pentingnya peran sebuah&nbsp;supplier dalam kesuksesan suatu bisnis.&nbsp;Supplier atau biasa dikenal dengan&nbsp;vendor membantu bisnis dalam proses penyediaan barang/jasa yang memungkinkan tujuan bisnis dapat tercapai. Dalam perjalanannya&nbsp;vendor tidak lagi hanya sebagai penyedia, namun menjadi mitra kerja strategis dalam mencapai target jangka panjang perusahaan.Pengelolaan vendor (vendor management) yang baik menjadi kunci keberlangsungan suatu bisnis, maka dari itu kita perlu memahami terlebih dahulu pengertian dari&nbsp;vendor management, manfaat&nbsp;vendor management, serta proses dan strategi dalam implementasi&nbsp;vendor management. Mari kita pelajari lebih lanjut!<h4>Apa itu Vendor Management?</h4>Vendor management&nbsp;adalah sebuah proses pengelolaan&nbsp;vendor/mitra kerja dalam rangka pengadaan barang atau jasa. Proses&nbsp;vendor management&nbsp;itu sendiri merupakan hal yang sangat penting dalam menjamin kelancaran&nbsp;supply chain. Dimana&nbsp;vendor management&nbsp;merupakan proses yang bertahap dari mulai pemilihan&nbsp;vendor, negosiasi kontrak dengan&nbsp;vendor, analisis risiko, hinga memastikan pengiriman layanan.Jumlah dan variasi&nbsp;vendor dalam sebuah perusahaan pun sangat beragam tergantung pada bisnis yang dijalankan perusahaan itu sendiri. Contohnya pada perusahaan X yang bergerak pada industri otomotif memerlukan&nbsp;vendor&nbsp;komponen elektronik,&nbsp;vendor&nbsp;jasa layanan kebersihan, dan&nbsp;vendor jasa manajemen konsultan.<h4>Pentingnya dan Manfaat Implementasi Vendor Management</h4>Membangun hubungan antara&nbsp;vendor dengan perusahaan merupakan bagian penting dalam berjalannya bisnis, maka dari itu keberadaan&nbsp;vendor management&nbsp;diharapkan dapat membangun hubungan yang baik dengan mitra kerja. Dalam prosesnya&nbsp;vendor perlu dikelola secara efektif agar dapat memastikan penyediaan dan pengiriman barang atau jasa tidak terkendala sehingga tidak mengganggu proses&nbsp;supply chain.&nbsp;Implementasi&nbsp;vendor management&nbsp;yang baik dapat membuka peluang/kesempatan kerja sama di masa depan dengan&nbsp;vendor yang puas akan kerja sama yang dilakukan. Beberapa manfaat lain yang dapat dirasakan ketika perusahaan mengimplementasikan&nbsp;vendor management&nbsp;adalah sebagai berikut:<ol><li>Meningkatkan dan mempercepat proses pemilihan&nbsp;vendor</li><li>Menghemat biaya&nbsp;vendor</li><li>Negosiasi biaya berjalan lebih baik</li><li>Meningkatkan&nbsp;value for money dari&nbsp;vendor</li><li>Mempercepat proses&nbsp;on-boarding&nbsp;vendor</li></ol><h4>Proses Vendor Management</h4>Pada umumnya,&nbsp;vendor management&nbsp;terdiri akan beberapa proses dari mulai pemilihan dan seleksi&nbsp;vendor, negosiasi kontrak,&nbsp;risk assessment, pengawasan, hingga pembayaran atas barang/jasa. Berikut ini merupakan penjelasan untuk setiap proses dari&nbsp;vendor management:<figure class="image image_resized" style="width:54.25%;"><img src="{backend_url}/uploads/Vendor%20Management%20Framework_Altha%20Consulting.png"></figure>Gambar 1.&nbsp;Proses Vendor Management&nbsp;<ol><li>Pemilihan dan Seleksi&nbsp;Vendor Tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan kualifikasi yang menunjukan kemampuan dan kapabilitas&nbsp;vendor&nbsp;dalam memenuhi kebutuhan perusahaan. Berdasarkan kualifikasi tersebut perusahaan melakukan pemilihan dan seleksi&nbsp;vendor&nbsp;yang sesuai dengan kualifikasi yang sudah ditentukan. Dalam proses seleksi biasanya perusahaan menilai rekam jejak, reputasi&nbsp;vendor, serta komunikasi&nbsp;vendor sebagai faktor&nbsp;tambahan dalam menentukan&nbsp;vendor yang akan digunakan, &nbsp;</li><li>Risk assessment dan&nbsp;Due Diligence&nbsp; Proses&nbsp;risk assessment dilakukan untuk melakukan identifikasi dan evaluasi potensi risiko yang mungkin terjadi ketika berkolaborasi dengan&nbsp;vendor. Identifikasi ini dilakukan dengan menganalisis kebijakan, prosedur, dan tujuan&nbsp;vendor serta faktor-faktor lainnya. Dengan melakukan&nbsp;vendor risk assessment dan&nbsp;vendor due diligence, perusahaan dapat melakukan mitigasi dari potensi risiko yang dapat terjadi. &nbsp;</li><li>Negosiasi&nbsp; Penetapan kontrak kerja terkait dengan ketentuan kerja sangat penting untuk disetujui kedua belah pihak pada awal kerja sama. Maka dari itu negosiasi kontrak terkait dengan durasi pekerjaan, ruang lingkup, serta biaya dapat memakan waktu yang cukup lama. Ketentuan mengenai kerahasiaan (NDA) dan klausul non-kompetisi juga perlu menjadi perhatian dalam pembuatan kontrak. &nbsp;</li><li>Pengawasan Kinerja Vendor Proses kerja vendor perlu dilakukan&nbsp;monitoring menggunakan&nbsp;key performance indicators (KPI), untuk menilai dan melakukan evaluasi terhadap kinerja yang dilakukan. Hasil&nbsp;monitoring dan penilaian ini juga dapat menjadi faktor dalam pemilihan&nbsp;vendor&nbsp;di masa depan. &nbsp;</li><li>Payment Tahapan terakhir ini bertujuan untuk memastikan pembayaran&nbsp;vendor tepat waktu sesuai dengan kinerja yang telah dilakukan serta sesuai dengan kontrak yang telah dibuat. Pembayaran yang tepat waktu dan sesuai perjanjian membuat hubungan kerjasama dengan&nbsp;vendor&nbsp;menjadi lebih baik. &nbsp;</li></ol><h4>Key factor dalam implementasi vendor management&nbsp;</h4>Implementasi&nbsp;vendor management&nbsp;tidak akan berjalan secara sukses apabila tidak memperhitungkan strategi yang perlu digunakan. Beberapa&nbsp;key factor yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan&nbsp;vendor management&nbsp;adalah sebagai berikut:<ol><li>Transparansi dan komunikasi yang baik&nbsp; Pentingnya komunikasi informasi terkait dengan target dan prioritas proyek yang dilakukan. Komunikasi secara rutin memastikan target dan prioritas dipahami kedua belah pihak. &nbsp;</li><li>Membangun kerja sama jangka panjang Dalam&nbsp;vendor management&nbsp;kerja sama jangka panjang lebih menguntungkan. Dimana kerja sama jangka panjang akan menghasilkan&nbsp;cost saving, kepercayaan, dan perlakuan istimewa. &nbsp;</li><li>Win-win solution Negosiasi dilakukan secara maksimal untuk menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, sehingga dapat membentuk hubungan yang baik. &nbsp;</li></ol><h4>Pengembangan vendor management menggunakan tools vendor management system (VMS)</h4>Implementasi&nbsp;vendor management&nbsp;dapat dikembangkan dengan menggunakan&nbsp;vendor management system (VMS). VMS sendiri merupakan sebuah&nbsp;tools atau&nbsp;platform aplikasi yang memungkinkan perusahaan untuk memiliki transparansi informasi terhadap jaringan&nbsp;vendor yang ada, dimana pendaftaran, seleksi, dan evaluasi&nbsp;vendor dapat dilakukan secara langsung melalui VMS. Dengan menggunakan aplikasi VMS yang tepat perusahan akan memperoleh keuntungan agar dapat menjalankan strategi pengadaan dan pengelolaan&nbsp;vendor perusahaan dengan baik.&nbsp;Terdapat banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh perusahaan ketika menggunakan&nbsp;vendor management system, seperti kemudahan bagi calon&nbsp;vendor dalam proses pendaftaran dan&nbsp;onboarding&nbsp;dengan&nbsp;vendor self-registration, tugas dan&nbsp;workflow yang dikomunikasikan secara jelas melalui sistem, media penyimpanan dokumen kerja yang aman, serta memungkinkannya penilaian performa&nbsp;vendor melalui KPI secara otomatis.Secara keseluruhan implementasi&nbsp;vendor management&nbsp;yang dikolaborasikan dengen platform&nbsp;vendor management system akan sangat membantu proses penyediaan barang/jasa perusahaan. Implementasi ini akan meningkatkan konsitensi dan efisiensi pengelolaan&nbsp;vendor&nbsp;selama proses penyediaan barang/jasa.Kami Altha Consulting sebagai manajemen konsultan berpengalaman, menyediakan layanan Business &amp; Risk Advisory yang dapat membantu Anda dalam mengimplementasikan vendor management maupun memilih dan menerapkan vendor management system yang tepat bagi perusahaan Anda. Kami memiliki benchmark serta best practice dalam implementasi vendor management berdasarkan pengalaman kami dengan klien dari berbagai industri. Apabila ada pertanyaan lebih lanjut, silahkan hubungi kami!

Vendor management adalah sebuah proses pengelolaan vendor/mitra kerja dalam rangka pengadaan barang atau jasa

Vendor Management: Langkah Tepat Dalam Proses Pengelolaan Vendor 

Supply Chain Management (SCM)&nbsp;merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan dalam operasional perusahaan, baik yang beroperasi dibidang perdagangan, manufaktur maupun jasa. Banyak sekali manfaat yang didapatkan apabila suatu perusahaan mengimplementasikan SCM dengan komprehensif dan benar. Namun, tidak jarang perusahaan yang masih belum memfokuskan, bahkan belum mengerti esensi dari SCM untuk peningkatan operasional perusahaan. Untuk meningkatkan pengertian mengenai SCM, mari kita pelajari lebih lanjut!<h4>Apa itu Supply Chain Management?</h4>Supply Chain Management (SCM)&nbsp;merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan meliputi perencanaan, pembelian, produksi, penjualan dan distribusi suatu produk. Aktivitas ini melibatkan seluruh&nbsp;stakeholder perusahaan seperti internal perusahaan, pemasok dan pelanggan. Tujuan utama dilakukannya SCM adalah untuk efisiensi pengelolaan produk, penghematan biaya dan transparansi operasional perusahaan.<h4>Manfaat Supply Chain Management</h4>Adapun manfaat yang didapat dirasakan dalam penerapan SCM sebagai berikut:<ol><li>Peningkatan efisiensi Ketika perusahaan melakukan proses SCM secara terintegrasi dan dilakukan secara strategis, maka bisnis dapat memprediksi permintaan yang lebih akurat. Hal ini akan meningkatkan efisiensi perusahaan dan meminimalisir disrupsi yang terjadi. &nbsp;</li><li>Efektivitas biaya Dengan prediksi permintaan yang akurat, perusahaan dapat mengurangi biaya&nbsp;overhead&nbsp;perusahaan, selain itu potensi penghematan biaya juga didapatkan dari agregasi permintaan barang/jasa dan manajemen inventori yang baik. &nbsp;</li><li>Peningkatan hubungan dengan&nbsp;supplier Perusahaan dan&nbsp;supplier&nbsp;memiliki masing-masing tujuan, dengan SCM tujuan ini dapat diselaraskan. SCM akan membantu untuk membina komunikasi yang efektif, meningkatkan produktivitas dan memperkuat kolaborasi. &nbsp;</li><li>Optimalisasi&nbsp;quality control SCM akan berdampak langsung pada kualitas produk dan layanan perusahaan. Selain itu, SCM akan membantu memastikan&nbsp;supplier&nbsp;melakukan pengiriman tepat waktu, memastikan standar kualitas dan memberikan solusi pada keluhan produk. &nbsp;</li><li>Upaya mitigasi risiko Dengan memiliki gambaran besar proses SCM secara keseluruhan, maka perusahaan dapat mengidentifikasi potensi risiko yang terjadi dan melakukan proses mitigasi risiko. Adanya tindakan proaktif akan menurunkan potensi terjadinya gangguan dalam proses&nbsp;supply chain.</li></ol><h4>Strategi dan Penerapan Supply Chain Management</h4>Di dalam praktiknya, terdapat lima proses utama dalam aktivitas&nbsp;supply chain,&nbsp;yaitu:<figure class="image image_resized" style="width:77.68%;"><img src="{backend_url}/uploads/image1.png"></figure>Gambar 1.&nbsp;Proses Supply Chain Management (SCM)<ol><li>Perencanaan&nbsp;(Planning) Perencanaan merupakan aktivitas yang krusial dalam proses SCM, hal ini dapat dilakukan dengan: penyusunan kebutuhan, perkiraan produksi dan penjualan, perencanaan pembelian, hingga perkiraan tenaga kerja dan proses logistik.&nbsp; &nbsp;</li><li>Sourcing&nbsp; Aktivitas ini merupakan penyambung antara perusahaan dan&nbsp;supplier,&nbsp;tujuan utama di proses ini mencari barang/jasa terbaik bagi perusahaan. Proses yang biasa dilakukan pada tahap ini adalah seleksi&nbsp;supplier, proses pengadaan, pemesanan dan pembelian barang. &nbsp;</li><li>Produksi&nbsp;(Manufacturing) Proses produksi melibatkan pengolahan barang mentah menjadi produk jadi, beberapa elemen penting di produksi mencakup tenaga kerja, mesin dan equipment lainnya. SCM berperan dalam efisiensi produksi, menjaga kualitas dan peningkatan produktivitas. &nbsp;</li><li>Pengiriman dan logistik&nbsp;(Delivery and Logistic) Produk kemudian disimpan di gudang melalui proses masuk barang (inbound), penyimpanan barang, dan pengeluaran barang (outbound). Setelah proses pengeluaran barang, kemudian dilakukan pengemasan dan pengiriman kepada pelanggan. &nbsp;</li><li>Pengembalian&nbsp;(Returning) Apabila pelanggan mengajukan pengembalian produk akibat kerusakan atau kesalahan pengiriman, maka perusahaan dapat melakukan pemeriksaan barang, penggantian barang atau pengembalian uang.</li></ol><h4>Sistem Pendukung Supply Chain Management</h4>Untuk proses&nbsp;Supply Chain Management yang lebih terintegrasi dan komprehensif, maka diperlukan sistem atau&nbsp;tools pendukung. Berbagai nama sistem yang ada seperti purchasing management system, procurement system, integrated procurement system maupun&nbsp;supply chain management system, memiliki satu tujuan yaitu membantu proses&nbsp;end-to-end dari&nbsp;supply chain. Berikut beberapa manfaat yang dirasakan dengan adanya penggunaan sistem:<ol><li>Peningkatan kecepatan proses Dengan adanya sistem, alur kerja menjadi otomatis. Aktivitas yang biasa dilakukan secara manual seperti pengumpulan data, pengolahan data dan&nbsp;approval dapat dilakukan dengan cepat.&nbsp; &nbsp;</li><li>Peningkatan visibilitas dan transparansi Sistem akan menyediakan visibilitas data dari proses awal&nbsp;supply chain sampai ke proses akhir, seperti: data pemesanan, pembelian, produksi, penjualan sampai distribusi. Hal ini akan sangat memudahkan dalam sisi kontrol dan transparansi finansial. &nbsp;</li><li>Meminimalisir&nbsp;human error Dengan adanya otomatisasi maka&nbsp;input manual yang biasa dilakukan dengan formulir atau&nbsp;spreadsheet akan berkurang. Sehingga potensi kesalahan dapat diturunkan ke&nbsp;level yang minimum. &nbsp;</li><li>Efisiensi transaksi bisnis Ketika kecepatan proses ditingkatkan dan kesalahan input diminimalisir, maka akan berpengaruh terhadap kecepatan transaksi bisnis perusahaan dengan pihak eksternal. Perusahaan dapat mengelola transaksi dengan cepat, meningkatkan ketepatan waktu untuk menghasilkan suatu produk dan mencapai target perusahaan.</li></ol><h4>Summary</h4>Supply Chain Management&nbsp;merupakan aktivitas yang krusial untuk dilakukan di dalam perusahaan. Manfaatnya dapat dirasakan dari segi operasional seperti efisiensi proses, dari segi finansial seperti efektivitas biaya dan dapat meningkatkan reputasi perusahaan dengan menghasilan produk andalan. Proses SCM belum lengkap tanpa didukung sistem seperti&nbsp;integrated procurement system&nbsp;yang dapat membantu untuk peningkatan kecepatan proses, peningkatan visibilitas dan transparansi, dan mengeliminasi&nbsp;human error.Altha meyakini bahwa SCM merupakan salah satu solusi terbaik untuk peningkatan efisiensi di bidang operasional dan&nbsp;service excellence bagi perusahaan Anda. Dengan didukung tenaga ahli dan pengalaman kami dalam proyek&nbsp;supply chain di berbagai industri, kami akan membantu perusahaan Anda dalam penyusunan strategi SCM, pemilihan sistem yang tepat dan bertransformasi di bidang&nbsp;supply chain. Apabila ada pertanyaan lebih lanjut, silahkan hubungi kami! &nbsp;

Supply Chain Management (SCM) merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan meliputi perencanaan, pembelian, produksi, penjualan dan distribusi suatu produk

Peningkatan Efisiensi dan Penghematan Biaya Melalui Supply Chain Management

Kehadiran&nbsp;cloud computing&nbsp;saat ini telah banyak mengubah cara perusahaan dalam menjalankan sistem yang mereka gunakan. Dari yang awalnya sistem itu dibuat secara internal dan mandiri, saat ini dikembangkan oleh bantuan pihak ketiga. Hal ini juga berlaku pada infrastruktur teknologi perusahaan. Yang awalnya dibangun, dikelola, dan dioperasikan secara mandiri, saat ini beralih menggunakan infrastruktur yang ditawarkan oleh pihak ketiga.<h4>Tentang&nbsp;Cloud Computing</h4>Cloud computing adalah layanan infrastruktur&nbsp;on-demand yang dapat kita gunakan melalui internet sehingga kita tidak perlu menyediakan infrastruktur seperti&nbsp;server, storage, database, maupun perangkat jaringan lainnya ketika membutuhkan infrastruktur untuk menjalankan sistem di perusahaan.&nbsp;Seluruh&nbsp;resource yang dibutuhkan sudah disediakan oleh&nbsp;cloud service provider dan siap untuk digunakan. Untuk menggunakan&nbsp;resource&nbsp;tersebut kita hanya perlu menggunakan&nbsp;web browser karena sebagian besar konfigurasi dilakukan melalui&nbsp;portal website. Untuk biaya layanan ini, umumnya&nbsp;cloud service provider menggunakan konsep&nbsp;pay-as-you-go sehingga kita hanya perlu membayar layanan&nbsp;cloud yang kita gunakan saja. Bahkan pembayaran dapat disesuaikan dengan&nbsp;traffic yang sedang terjadi, sehingga kita bisa memiliki infrastruktur yang lebih kompeten untuk memenuhi kebutuhan kita dengan biaya yang lebih hemat.<h4>Tipe-Tipe&nbsp;Cloud Computing</h4>Saat ini model penerapan dari&nbsp;cloud computing telah berkembang sehingga mampu menyesuaikan dengan kebutuhan yang kita perlukan. Sebelum kita menggunakan layanan&nbsp;cloud computing,&nbsp;terlebih dahulu kita perlu menentukan&nbsp;cloud computing architecture&nbsp;atau layanan&nbsp;cloud computing&nbsp;apa yang perusahaan butuhkan. Pada umumnya terdapat tiga tipe layanan&nbsp;cloud computing,&nbsp;yaitu:&nbsp;<ol><li>Public Cloud Public cloud dimiliki dan dioperasikan oleh pihak ketiga yaitu&nbsp;cloud service provider yang memberikan&nbsp;resource computing seperti&nbsp;server dan&nbsp;storage melalui internet. Seluruh&nbsp;hardware, software, dan infrastruktur pendukung lainnya dimiliki dan dikelola oleh&nbsp;cloud provider. Pengguna hanya perlu menggunakan&nbsp;web browser untuk mengakses dan mengelola layanan yang kita gunakan.</li><li>Private Cloud Private cloud merupakan&nbsp;cloud computing resources yang digunakan khusus oleh satu perusahaan.&nbsp;Private cloud dapat berada di&nbsp;data center on-site perusahaan tetapi ada juga perusahaan yang membayar layanan pihak ketiga untuk menempatkan&nbsp;private cloud mereka di sana.</li><li>Hybrid Cloud Hybrid cloud merupakan hasil kombinasi dari&nbsp;public cloud dan&nbsp;private cloud yang didukung oleh bantuan teknologi, sehingga memungkinkan data maupun aplikasi menggunakan kedua tipe&nbsp;cloud&nbsp;tersebut. Manfaat lain dari penggunaan&nbsp;hybrid cloud&nbsp;ialah memberikan opsi lebih ketika proses&nbsp;deployment dan dapat mengoptimalkan infrastruktur yang sudah ada.</li></ol> &nbsp;<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/Db71aVOfJEOV5o78QAeFVr_00DE1p31e9HAEtLkW8SP61O8qkqVrF-tI1XtDycln1Kmr3XUr7rukOa1QnvjMi6-p4mVxgnyBV2uulYeF7C0rn_K-FnHVQZUrCJtIDCLQP_d9-vkU"></figure>Gambar 1. Tipe-tipe&nbsp;cloud computing&nbsp;(Darkit, 2019)<h4>Tipe-Tipe Layanan&nbsp;Cloud Computing</h4>Umumnya terdapat 3 tipe layanan&nbsp;cloud&nbsp;computing&nbsp;yang tersedia saat ini yaitu&nbsp;Infrastructure as a Service, Platform as a Service, dan&nbsp;Software as a Service. Setiap tipe memiliki tingkat kontrol, fleksibilitas, dan manajemen yang berbeda sehingga kita dapat memilih layanan yang sesuai dengan kebutuhan kita.<ol><li>Infrastructure as a Service (IaaS) IaaS merupakan dasar dari layanan&nbsp;cloud, dengan IaaS kita dapat menyewa infrastruktur IT seperti&nbsp;server, virtual machine, storage, networks hingga sistem operasinya. IaaS memberikan tingkat tertinggi untuk fleksibilitas dan manajemen kontrol terhadap&nbsp;resource.</li><li>Platform as a Service (PaaS) PaaS merupakan layanan&nbsp;cloud computing yang menyediakan&nbsp;on-demand environment untuk&nbsp;development, testing, dan&nbsp;manage software. PaaS memudahkan&nbsp;developer dalam pembuatan&nbsp;website ataupun&nbsp;mobile apps tanpa perlu memikirkan bagaimana konfigurasi infrastruktur seperti&nbsp;server, storage, jaringan, maupun&nbsp;database yang dibutuhkan pada proses pengembangan aplikasi.</li><li>Software as a Service (SaaS) SaaS merupakan layanan aplikasi yang disediakan oleh pihak ketiga mulai dari aplikasi, infrastruktur, sampai dengan&nbsp;maintenance aplikasi seperti&nbsp;upgrade software maupun&nbsp;security patching. Pengguna dapat menggunakan aplikasi tersebut melalui&nbsp;web browser dan dapat langsung menggunakan aplikasi tersebut.</li></ol><h4>Pertimbangan Mengimplementasikan&nbsp;Cloud Computing</h4>Berdasarkan hasil riset dari Gartner, layanan&nbsp;public cloud&nbsp;diperkirakan meningkat 21.5% pada tahun 2022. Banyaknya perusahaan yang beralih menggunakan layanan&nbsp;cloud computing&nbsp;tentunya membuat kita memikirkan apakah migrasi dari&nbsp;data center&nbsp;konvensional menjadi&nbsp;cloud computing&nbsp;benar-benar dibutuhkan dan menguntungkan untuk diadopsi. Hal ini tentu saja bergantung pada kondisi sistem yang telah berjalan. Tidak semua teknologi baru, sesuai dengan kebutuhan perusahaan, sehingga perlu diketahui jalan tengah dari kebutuhan dan teknologi baru yang ada saat ini. Pertimbangan ini tidak terlepas dari aplikasi yang telah berjalan, kepemilikan data&nbsp;confidential,&nbsp;sumber daya manusia yang dimiliki, teknologi yang telah digunakan saat ini, dan lain-lain.&nbsp;Altha Consulting menyediakan layanan&nbsp;IT advisory&nbsp;yang dapat membantu proses kajian kebutuhan saat ini dengan implementasi teknologi baru yang tepat untuk diadopsi sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Proses kajian dilakukan secara komprehensif dan diharapkan dapat memberikan jawaban pada kemajuan teknologi yang dimiliki oleh&nbsp;stakeholder. Kami juga telah memiliki&nbsp;benchmark&nbsp;terkait dengan&nbsp;best practices&nbsp;berdasarkan hasil riset kami dan juga berdasarkan pengalaman dengan klien dari berbagai industri.

Cloud computing adalah layanan infrastruktur on-demand yang dapat kita gunakan melalui internet 

Cloud Computing: Bentuk Baru Teknologi Informasi

Perusahaan tidak harus menangani seluruh kebutuhan layanan TI yang ada. Tidak ada salahnya menggunakan&nbsp;managed services&nbsp;dari pihak ketiga karena jika dapat dieksekusi dengan efektif, justru kehadiran&nbsp;managed services&nbsp;terasa seperti memiliki departemen TI yang memiliki kapabilitas serta berpengalaman seperti praktisi profesional, sehingga layanan tesebut dapat digunakan dengan baik oleh&nbsp;user&nbsp;terkait.<h4>Apakah itu&nbsp;Managed Service?</h4>Managed service&nbsp;merupakan salah satu cara pengalihan tugas dari tim TI kepada pihak ketiga yang biasanya disebut&nbsp;managed service provider (MSP). Hal ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi biaya operasional, meningkatkan kualitas layanan, ataupun mengembalikan fokus&nbsp;in-house&nbsp;TI untuk mengembangkan sistem yang berkaitan erat dengan bisnis perusahaan. MSP&nbsp;bertanggung jawab pada layanan ataupun produk yang telah disepakati sesuai dengan&nbsp;Service Level Agreement&nbsp;(SLA).&nbsp;<h4>Manfaat Menggunakan&nbsp;Managed Service</h4>MSP dapat menyediakan layanan apapun sesuai dengan kapabilitasnya dan cocok untuk digunakan baik untuk perusahaan yang sudah besar ataupun yang masih berkembang. Penggunaan&nbsp;managed service&nbsp;memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:<ol><li>Meningkatkan fokus&nbsp;in-house&nbsp;TI untuk mengembangkan program strategis TI perusahaan dengan mengalihkan pekerjaan sehari-hari tim TI kepada MSP.</li><li>Menghemat biaya karena beberapa MSP memberikan layanan dengan biaya yang sudah mencakup infrastruktur sistem TI begitu pula sumber daya manusia yang sudah kompeten di bidangnya.</li><li>Operasional sistem menjadi tanggung jawab MSP karena telah diatur di dalam SLA yang sudah disepakati sebelumnya.</li></ol><h4>Penggunaan&nbsp;Managed Service</h4>Managed service&nbsp;dapat digunakan untuk menyelesaikan operasional TI mulai dari yang umum hingga spesifik tergantung kebutuhan perusahaan. Umumnya layanan yang disediakan atau digunakan meliputi pemantauan dan pemeliharaan perangkat jaringan dan infrastruktur, serta manajemen sistem hingga operasional suatu aplikasi. Tentunya hal ini memerlukan beberapa pertimbangan sebelum akhirnya memutuskan untuk mempercayakan pengelolaan operasional sistem kepada MSP. Beberapa pertimbangan tersebut adalah:<ol><li>Meminta pertanggung jawaban kepada MSP sehingga ketika memilih suatu MSP, kita perlu memastikan SLA yang diberikan jelas dan dapat ditindaklanjuti. Pertanggung jawaban di sini juga termasuk laporan bulanan yang diberikan kepada perusahaan.</li><li>Mengembangkan rencana strategis TI perusahaan bersama dengan MSP, beberapa hal yang dapat didiskusikan diantaranya rencana strategis peningkatan infrastuktur, perubahan konfigurasi. Sehingga MSP perlu mengetahui bagaimana kondisi TI di perusahaan dan bagaimana arah dari rencana strategis TI di perusahaan.</li><li>Menggunakan MSP yang telah memiliki reputasi baik, selain itu tidak semua MSP memiliki pengalaman yang sesuai dengan industri ataupun ukuran dari perusahaan.</li></ol><h4>Tipe-Tipe&nbsp;Managed Services</h4>Pada umumnya setiap MSP memiliki fokus&nbsp;managed service&nbsp;yang berbeda-beda, oleh karena itu kita perlu mengetahui beberapa tipe&nbsp;managed services&nbsp;yang umumnya ditawarkan untuk saat ini. Beberapa contoh berikut tidak membatasi tipe-tipe&nbsp;managed services&nbsp;yang&nbsp;ada saat ini, mungkin saja terdapat tipe lain. Berikut beberapa tipe&nbsp;managed service:<ol><li>Manajemen&nbsp;endpoint&nbsp;dan jaringan yang umumnya berkaitan dengan manajemen perangkat seperti&nbsp;server,&nbsp;laptop, dan juga perangkat jaringan seperti&nbsp;router dan switch.&nbsp;</li><li>Manajemen keamanan TI yang saat ini sedang meningkat penggunaan layanan dikarenakan kenaikan cyberattack. Manajemen keamanan yang dilakukan termasuk implementasi antivirus dan antimalware, penguatan firewall, dan secara aktif memantau ancaman. Bahkan untuk area keamanan informasi sudah memiliki istilah lain yaitu Managed Security Service Provider untuk MSP yang berfokus pada keamanan informasi.</li></ol>Tentunya masih terdapat&nbsp;managed service&nbsp;lain yang tersedia dan tentu saja tetap harus memperhatikan kebutuhan perusahaan dengan&nbsp;managed service&nbsp;yang akan diterapkan. Selain kebutuhan juga terdapat lingkup layanan yang harus diperjelas di awal sehingga tetap ada batas antara MSP dengan perusahaan karena pada dasarnya MSP adalah pihak eksternal perusahaan.Di Altha, kami menyediakan layanan&nbsp;IT advisory&nbsp;yang dapat membantu proses kajian kebutuhan perusahaan dengan memanfaatkan konsep&nbsp;managed service. Proses kajian dilakukan secara komprehensif sehingga memberikan jawaban pada kebutuhan&nbsp;managed service&nbsp;dari&nbsp;stakeholder. Kami juga telah memiliki&nbsp;benchmark&nbsp;terkait dengan&nbsp;best practices&nbsp;berdasarkan hasil riset kami serta pengalaman dengan berbagai klien dari beragam industri.

Managed service adalah salah satu cara pengalihan tugas dari tim TI kepada pihak ketiga yang biasanya disebut managed service provider (MSP).

Tingkatkan Kualitas TI Perusahaan dengan Managed Service

Pengembangan sebuah&nbsp;software dalam organisasi dilakukan berdasarkan tujuan dan kebutuhan organisasi. Organisasi harus memastikan bahwa setiap fitur yang dibangun sudah sesuai dan dapat mendukung proses bisnis secara holistik. Selain itu, organisasi juga memastikan bahwa setiap komponen sistem dapat berjalan sebagaimana mestinya. Untuk mendukung aktivitas tersebut dibutuhkan suatu model maupun metodologi yang dapat mendukung aktivitas&nbsp;pembuatan, pengembangan dan pengubahan&nbsp;software yang dibutuhan organisasi. Metodologi tersebut biasa dikenal dengan sebutan&nbsp;System Development Life Cycle (SDLC).<h4>Pengertian&nbsp;Software Development Life Cycle (SDLC)</h4>Software Development Life Cycle atau SDLC adalah suatu metode berupa tahapan-tahapan pekerjaan yang diacu oleh analis sistem dan&nbsp;developer&nbsp;dalam membangun suatu&nbsp;software. Metode SDLC akan memudahkan&nbsp;developer&nbsp;dalam melakukan perancangan sistem, pengembangan sistem dan identifikasi masalah yang mungkin muncul selama proses pengembangan, serta memudahkan&nbsp;developer&nbsp;dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.&nbsp;Terdapat berbagai macam metode SDLC yang dapat digunakan oleh&nbsp;developer dalam membangun suatu sistem diantaranya metode SDLC&nbsp;waterfall&nbsp;dan scrum (agile)&nbsp;yang saat ini paling populer digunakan di organisasi.<h4>Metode Waterfall</h4><figure class="image image_resized" style="width:30.97%;"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/kAbT14WPlBaTAINjetMTAiThsiXQwv5bnMV_M8bSB2PN0tvocp82Z9OlZUTEbRSddRseo3bqCj2IqzpALVZy0xsV-ErZC4igpMaRuImFAED7wWajapeKtGDy93b26GOpnDEO5OVv"></figure>Gambar 1. Metode WaterfallMetode&nbsp;waterfall menekankan langah-langkah yang berurutan dan sistematis. Metodologi ini disebut&nbsp;waterfall karena proses mengalir satu arah “dari atas ke bawah” seperti air terjun. Metode&nbsp;waterfall ini harus dilakukan secara berurutan sesuai dengan tahap yang ada.&nbsp;Berikut adalah tahap-tahap pengembangan pada metode&nbsp;waterfall:<ol><li>Requirement gathering and analysis Pada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi terkait dengan daftar kebutuhan pengguna (dari sisi fungsionalitas sistem yang akan dibangun) atau biasa disebut dengan&nbsp;user requirement. Informasi tersebut akan dianalisis dan didefinisikan menjadi&nbsp;planning&nbsp;kebutuhan fungsional apa saja yang harus dicapai oleh&nbsp;software. Pengumpulan informasi dapat dilakukan baik melalui aktivitas wawancara, diskusi, ataupun&nbsp;survey.</li><li>Design Pada tahap ini dilakukan perancangan desain dari&nbsp;software&nbsp;yang akan dibangun berdasarkan&nbsp;user requirement&nbsp;yang ada. Desain sistem berfungsi sebagai landasan dalam melakukan implementasi/pengembangan sistem. Desain sistem dapat dibuat menggunakan&nbsp;Flowchart, Use Case Diagram,&nbsp;Entity Relationship Diagram&nbsp;(ERD) dan lain sebagainya.</li><li>Implementation Pada tahap ini dilakukan implementasi seluruh desain yang sebelumnya sudah dibuat menggunakan kode program.</li><li>Testing Pada tahap ini dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah&nbsp;software&nbsp;yang dibuat sudah sesuai dengan yang dibutuhkan (dari sisi desain, teknis dan fungsionalitasnya). Pengujian dapat dilakukan menggunakan skema uji yang sudah ada seperti&nbsp;integration test, smoke test, usability test, user acceptance test, stress test dan lain-lain.</li><li>Operation &amp; Maintenance Tahap ini merupakan tahap terakhir dari model&nbsp;waterfall. Pada tahap ini&nbsp;software yang sudah selesai dibangun dan diuji akan di-deploy dan dijalankan (go-live) pada lingkungan produksi menjadi sistem yang siap untuk digunakan oleh organisasi. Pada tahap ini juga akan dilakukan pemeliharaan terhadap sistem secara periodik.</li></ol><h4>Metode Scrum (Agile)</h4><figure class="image"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/b-MiXyIFWntjXu7Jw0SEDzFMc71FhSER1SJq-TOJ0TgDTsB-QnmtBGuN0SyOlBD0x8o4JAN8uPJ8OTxcPmMCg6FKXiOyejLqRioiTtTfY6xiSmlMYOVuIp1US6eZJkqwrTCBQSsp" alt="What is Scrum?"></figure>Gambar 2. Metode Scrum (Agile)Metode&nbsp;scrum (agile)&nbsp;merupakan metode yang fleksibel dimana pengembangan dilakukan dalam jangka pendek. Namun diperlukan adaptasi yang cepat dari&nbsp;developer terhadap perubahan dalam bentuk apapun. Berikut merupakan tahapan dari metode&nbsp;scrum (agile):<ol><li>Sprint Planning Pada tahap ini dilakukan pemilihan terhadap daftar&nbsp;product backlog (to-do list) yang paling diprioritaskan (berdasarkan&nbsp;roadmap dan&nbsp;user requirements) untuk kemudian diubah menjadi&nbsp;sprint backlog&nbsp;(to-do list yang diprioritaskan untuk segera dikerjakan). Pada tahap ini juga disusun rencana&nbsp;timeline&nbsp;dan beban kerja untuk satu siklus&nbsp;sprint.&nbsp;selain itu juga akan ditentukan formasi tim ataupun individu yang akan mengerjakan&nbsp;sprint&nbsp;tersebut.</li><li>Sprint Pada tahap ini dilakukan pembuatan desain dan pengembangan&nbsp;software&nbsp;berdasarkan desain yang dibuat.&nbsp;Progress&nbsp;dari pembuatan desain dan pengembangan&nbsp;software&nbsp;juga akan selalu diawasi melalui tahapan&nbsp;daily scrum.</li><li>Daily Scrum Pada tahap ini dilakukan pelaporan status harian (dari masing-masing aktivitas&nbsp;sprint). selain itu pada tahap ini juga didiskusikan kinerja, risiko dan hambatan yang dihadapi serta dilakukan pengambilan keputusan terkait dengan solusi untuk mengurangi hambatan dan risiko yang dihadapi (dalam periode harian).</li><li>Review &amp; Retrospective Pada tahap ini dilakukan&nbsp;review terkait dengan kinerja dan&nbsp;software&nbsp;yang dihasilkan. Pada tahap ini juga dilakukan pembahasan terkait dengan&nbsp;next improvement dan juga pertimbangan penentuan prioritas&nbsp;to-do list untuk siklus&nbsp;sprint berikutnya.</li></ol><h4>Perbedaan Metode&nbsp;Waterfall&nbsp;dan&nbsp;Scrum (Agile)</h4>Pada dasarnya metode&nbsp;waterfall mengedepankan perencanaan yang&nbsp;rigid dan matang untuk memastikan pekerjaan selesai, sedangkan metode&nbsp;scrum (agile) memrioritaskan fleksibilitas, kecepatan, dan pengembangan berkelanjutan dalam merilis produk ataupun layanan. Adapun metode&nbsp;waterfall dan&nbsp;scrum (agile) akan cocok diterapkan pada organisasi yang memiliki kondisi sebagai berikut:Tabel 1. Kondisi Organisasi<figure class="table"><table><tbody><tr><td style="background-color:#4472c4;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Waterfall</td><td style="background-color:#4472c4;border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;vertical-align:top;">Scrum (Agile)</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;">Organisasi yang ingin terus memantau&nbsp;progress</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;">Tingkat persaingan yang tinggi dengan kompetitor sejenis</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;">Ideal untuk proyek yang sudah memiliki tujuan yang jelas</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;">Fokus menghasilkan produk ke pasar (product delivery)</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;">Cenderung mengedepankan risiko yang lebih rendah</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;">Melibatkan&nbsp;customer dalam pembangunan produk atau layanan</td></tr><tr><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;">Fokus memastikan proyek selesai sesuai dengan&nbsp;requirements yang ada</td><td style="border:0.5pt solid #000000;padding:0pt 5.4pt;">Ingin cepat menyesuaikan produk/layanan terhadap perubahan</td></tr></tbody></table></figure><h4>Kesimpulan</h4>Metode SDLC memberikan kemudahan kepada&nbsp;developer dalam mengelola dan mengontrol aktivitas pengembangan&nbsp;software sehingga&nbsp;software&nbsp;yang dibangun sesuai dan dapat mendukung proses bisnis secara maksimal. Metode SDLC yang tepat mampu meminimalisir adanya&nbsp;overtime dan&nbsp;overbudget dalam proses pembangunan sehingga meningkatkan efisiensi&nbsp;software yang akan dibangun. Namun sebaliknya, jika metode yang digunakan dalam pembangunan&nbsp;software tidak tepat maka dikhawatirkan akan menimbulkan inefisiensi,&nbsp;overtime dan bahkan&nbsp;overbudget yang harus ditanggung oleh organisasi.&nbsp;Altha Consulting menawarkan layanan strategis dengan didukung oleh tenaga ahli yang tepat, disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu di organisasi Anda serta tren industri dan perspektif organisasi.Berikut merupakan beberapa layanan kami dalam membantu organisasi menentukan metode pengembangan yang tepat:<ol><li>SDLC Performance Evaluation&nbsp; Altha membantu klien dalam melakukan evaluasi pengembangan&nbsp;software&nbsp;menggunakan pendekatan data, proses, orang, teknologi, dan praktik evaluasi yang konsisten sesuai dengan kerangka kerja dan standar yang berlaku.</li><li>Designing SDLC Policy and Procedure Altha membantu klien menyusun kebijakan dan prosedur pengembangan&nbsp;software&nbsp;yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi.</li><li>Designing SDLC Operating Model Altha membantu klien dalam menyusun struktur tim pengembangan&nbsp;software&nbsp;yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan Organisasi. Altha juga memastikan bahwa struktur tim yang disusun dapat menghasilkan pola interaksi yang tepat sehingga sehingga menghasilkan kinerja TI yang optimal sesuai dengan kerangka kerja tata kelola TI.</li></ol>

SDLC adalah suatu metode berupa tahapan-tahapan pekerjaan yang diacu oleh analis sistem dan developer dalam membangun suatu software

SDLC: Pengertian dan Macam-Macam Metode Pengembangan Software

COBIT adalah singkatan dari&nbsp;Control Objectives for Information and Related Technologies. Pada umumnya COBIT adalah kerangka kerja atau framework tata kelola TI yang mendefinisikan cara dan metode untuk suatu organisasi. Kehadiran COBIT diharapkan dapat mendukung perusahaan/organisasi dalam menerapkan, mengelola, dan memantau tata kelola TI.Kerangka kerja COBIT dibuat oleh ISACA (The Information Systems Audit and Control&nbsp;Association) untuk menjembatani&nbsp;gap yang krusial antara masalah teknis, risiko bisnis, dan juga&nbsp;control requirements. Oleh karenanya, COBIT memberikan pedoman dan langkah-langkah untuk memanfaatkan sumber daya dan proses TI secara efektif.Pada artikel ini, Altha akan membahas mengenai COBIT secara menyeluruh. Mulai dari sejarah dan berbagai versi COBIT, pentingnya COBIT, kerangka kerja COBIT, interaksi COBIT dengan&nbsp;framework&nbsp;tata kelola TI lainnya, hingga layanan apa saja yang dapat membantu pengimplementasian COBIT dalam organisasi Anda.<h4>Bagaimana sejarah COBIT?</h4>COBIT versi pertama diterbitkan pada tahun 1996 untuk auditor keuangan guna mendukung pertumbuhan lingkungan TI yang terus berkembang. Kemudian, ISACA merilis versi kedua yang lebih komprehensif pada tahun 1998 yang mulai mencakup area di luar kendali audit keuangan. Versi 3 dan 4, dirilis pada tahun 2000-an, dengan menyertakan pedoman manajemen lebih lanjut seputar&nbsp;cyber security. Kemudian,&nbsp; secara bertahap ISACA merilis COBIT 4.1, COBIT 5, dan yang terbaru versi COBIT 2019.&nbsp;<figure class="image"><img src="https://lh6.googleusercontent.com/SUntaJfsC52PwP3QgkRXek-OlkUF2baHUFo_PlkZg6m2ecDoo1HG1t2IKJ1xQo8_PpUXW0qdcO2YlLu9XguBkWF5ZHhantl2KmoVKeVoftc99VbzGtIBU0I76tt_l4IIXs80TR7N" alt="Table

Description automatically generated with medium confidence"></figure>Gambar 1: Rangkuman Versi Cobit Terkini&nbsp;(Source:&nbsp;ISACA)COBIT 2019 di-klaim sebagai&nbsp;framework yang lebih umum, komprehensif, dan fleksibel yang dapat digunakan oleh semua organisasi terlepas dari ukuran atau tujuan utama dari penerapan COBIT dalam Tata Kelola TI Organisasi.<h4>Mengapa COBIT penting?</h4>Tujuan kerangka kerja COBIT adalah untuk menyediakan bahasa yang sama atau&nbsp;common language bagi profesional TI, eksekutif bisnis, dan auditor kepatuhan untuk berkomunikasi satu sama lain tentang kontrol, sasaran, dan tujuan&nbsp;TI.&nbsp;Tanpa bahasa yang sama, organisasi yang diaudit berisiko harus menginstruksikan setiap auditor&nbsp; tentang kapan, di mana, bagaimana, dan mengapa mereka membuat kontrol TI tertentu di dalam organisasi.<h4>Apa dasar-dasar kerangka kerja COBIT?</h4>COBIT mencakup kontrol yang terstruktur secara sistematis dan mudah dikelola serta dapat digunakan sebagai&nbsp;tools untuk membantu mengarahkan dan mengawasi aktivitas-aktivitas terkait TI. Kerangka kerja tersebut mendukung kebutuhan bisnis dengan memanfaatkan kombinasi aplikasi, sumber daya, dan proses TI secara efektif. Siklus pelaksanaan Tata Kelola TI dalam Organisasi terdiri atas dua hal yaitu:<ol><li>Design. Mendefinisikan aturan atau panduan dalam menjalankan tata kelola TI di organisasi yaitu diantaranya Prosedur, Praktik, Kebijakan, dan Struktur Organisasi TI yang dirancang untuk menjamin bahwa tujuan bisnis dapat terpenuhi dengan baik.</li><li>Implementation. Mendefinisikan hasil yang dapat dicapai dengan menerapkan prosedur pengendalian untuk setiap aktivitas-aktivitas TI tertentu serta menghasilkan produk kerja yang dipersyaratkan. Hasil produk kerja tersebut akan menjadi&nbsp;evidence dalam mengevaluasi kinerja di Organisasi TI.&nbsp;</li></ol><h4>Bagaimana COBIT mendukung kerangka kerja tata kelola TI lainnya?</h4>COBIT telah disesuaikan dengan berbagai&nbsp;standard dan&nbsp;framework tata kelola TI lainnya yang merupakan&nbsp;best practice dalam ruang lingkup TI. COBIT mengkombinasikan berbagai&nbsp;Framework&nbsp;yang sudah ada untuk menciptakan&nbsp;framework yang komperhensif dan diakui secara umum sebagai acuan dalam melakukan pengelolaan tata Kelola TI. Beberapa framework yang terafiliasi dengan COBIT 2019 adalah sebagai berikut:<figure class="image"><img src="{backend_url}/uploads/Altha_Insights_DataVisualization-6April22-01_1.jpg"></figure><figure class="image"><img></figure>Gambar 2: Framework Tata Kelola TI (Selain COBIT)<h4>Apa yang perlu Anda ketahui sebelum menggunakan COBIT?</h4>Untuk dapat mengelola tata kelola TI yang terstandar, maka organisasi harus merujuk pada sebuah&nbsp;Framework&nbsp; yang dapat dijadikan referensi dalam menjalankan proses TI serta dalam mengukur pencapaian kinerja pelaksanaan proses TI. COBIT 2019 telah dikembangkan selama lebih dari 25 tahun untuk menciptakan&nbsp;framework yang komperhensif dan diakui secara umum sebagai acuan dalam melakukan pengelolaan tata Kelola TI. Pada artikel ini Altha akan membahas beberapa hal yang perlu Anda ketahui terkait COBIT:1. COBIT Core Model. Model inti COBIT mencakup tujuan tata kelola dan manajemen yang dikelompokkan ke dalam 5 domain. Setiap domain memiliki masing-masing&nbsp;management objectives yang menjadi ruang lingkup tata kelola TI yang dapat disesuaikan sesuai kebutuhan organisasi.<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/EugkQSxnMUbH-rnIpEEfkccBV1jWh7nzRRxoMfThrV5l-G92EDCh_672G-cBZhgoJJQlHBWZ0sGbhP4Xr5zLVmC9WGuaUlcynlbd0ai2INT0idbGLdp_wD0WrvDp381jcNXfRyV6" alt="Diagram

Description automatically generated"></figure>Gambar 3: COBIT Core Model&nbsp;(Sumber: ISACA)<figure class="image"><img src="https://lh3.googleusercontent.com/g_uPnP8l7GyiHSDl0Nf7UKR682YemY2PdXqIKOQs1XFPjKwksmeQt9tea8d8-EPXL4koByFouUACHkgGJcGANapv-e8OalSo7aAy7mp59UdrFXQfH_TtPlxYT_Pbp81kyYMgXNIv" alt="Graphical user interface, application, PowerPoint

Description automatically generated"></figure>Gambar 4: COBIT 2019 Core Model, Governance &amp; Management Objectives&nbsp;(sumber: ISACA)2. Components.&nbsp;Dalam menerapkan sistem tata kelola TI, organisasi perlu sejumlah komponen yang dapat mendukung Organisasi TI untuk mencapai tujuannya. Altha merangkum 7&nbsp; komponen yang termuat dalam COBIT 2019 tersebut sebagai berikut:<figure class="image"><img src="https://lh4.googleusercontent.com/cC45T3t5IaFC3lCWuAVNkEt-RClJ9t-Z1DlVHuyuLmlm0h_8O05qmlok3dChBq5i5DcPnIxcunJqqUUo9Ti_7gdgn6HjK1Qq2xWiagF_JzG6WaDDar_GmVTjbjzqTPrHTjG6wo4O" alt="Diagram

Description automatically generated with low confidence"></figure>Gambar 5: Komponen Sistem Tata Kelola berdasarkan COBIT 20193. Goals Cascade.&nbsp;Untuk membantu Organisasi dalam memenuhi kebutuhannya, COBIT 2019 menggunakan konsep&nbsp;"goals cascade" di mana kebutuhan pemangku kepentingan dituangkan ke dalam tujuan perusahaan, kemudian diturunkan ke dalam tujuan penyelarasan dimana tujuan TI harus selaras dengan tujuan bisnis, dan terakhir ke tujuan tata kelola dan manajemen COBIT itu sendiri.&nbsp;<figure class="image image_resized" style="width:100%;"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/huh12YAFizRZdY_SMOBZ2gRmAWjTFTPk1cwx9gQye29sIiDhTnZFBg7wSiphl6nSAoxUN5JDAWNGhtJnOgrFS8wlKaGbaP_3N-2ZP3Qv6ANfySbf2YV2ib48pGjCMwO_NaKez7qm" alt="Figure 1"></figure>Gambar 6: COBIT Goals Cascade&nbsp;(Sumber: ISACA)4. Design Factors.&nbsp; Dalam menyusun desain tata kelola TI yang tepat dan sesuai&nbsp; dengan kebutuhan, organisasi perlu untuk mempertimbangkan 11 faktor desain yang termuat dalam COBIT 2019 sebagai berikut:&nbsp;<figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/YlRWvlBYovYpDjPjg8oiph7WzxtPFpbkpj18_XTcmaPsGQJ0jl-C8ys44a5BOc0XCz-juG32kLxBgmrO0W8JtkzBf7KdP_I80qGDdyUc0mHUdVWFu4sdmFeOid7Rn60VbD_11rKw" alt="A Dynamic Approach to Tailoring Governance in the Era of Digital Disruption | ISACA"></figure>Gambar 7: Design Factors COBIT 2019&nbsp;(Sumber: ISACA)Altha Consulting menawarkan layanan berkualitas tinggi yang diberikan oleh tenaga ahli yang tepat, disesuaikan dengan situasi tertentu di organisasi Anda dan tren industri, serta perspektif organisasi dalam penawaran layanan kami di bidang Tata Kelola TI.Berikut merupakan beberapa layanan kami dalam membantu tata kelola TI di Organisasi:<ol><li>IT Maturity Assessment Altha Consulting membantu klien dalam melakukan penilaian kematangan TI untuk mengukur kesiapan dan kemampuan organisasi. Penilaian kematangan TI tersebut dilakukan dengan menilai data, proses, orang, teknologi, dan praktik pengukuran yang konsisten sesuai dengan kerangka kerja COBIT terbaru, yakni COBIT 2019. Altha juga memiliki&nbsp;tools&nbsp;yang dapat mendukung pelaksanaan&nbsp;IT Maturity Assessment di Organisasi Anda.</li><li>Designing IT Policy and Procedure Altha Consulting membantu klien dalam menyusun kebijakan dan prosedur tata kelola TI yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan organisasi berdasarkan kerangka kerja COBIT terbaru, yakni COBIT 2019.</li><li>Designing IT Operating Model Altha Consulting membantu klien dalam menyusun Struktur Organisasi TI yang disesuaikan dengan yang kebutuhan dan tujuan organisasi. Altha juga memastikan bahwa Struktur Organisasi TI tersebut dapat menciptakan pola interaksi yang mendukung kinerja TI secara optimal sesuai dengan kerangka kerja tata kelola TI.</li></ol>

COBIT adalah kerangka kerja atau framework tata kelola TI yang mendefinisikan cara dan metode untuk suatu organisasi

Apa itu COBIT dan Bagaimana Perannya dalam Tata Kelola TI di Organisasi?

Setiap perusahaan perlu memiliki rencana dan arahan dalam melakukan bisnisnya, bukan hanya sebagai&nbsp;strategic tools yang digunakan agar focus mencapai tujuan, namun perencanaan&nbsp;yang baik dapat membantu dalam mencapai tujuan jangka-pendek dan jangka-panjang perusahaan.&nbsp;Perusahaan dengan&nbsp;business plan&nbsp;yang matang mengalami pertumbuhan bisnis sebesar 30% dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki perencanaan dan hampir 71% perusahaan yang memiliki pertumbuhan pesat memiliki&nbsp;business plan yang matang (Nazar, 2013).Sebelum lebih jauh membahas bagaimana cara membuat&nbsp;business plan yang baik. Mari kita pelajari apa itu&nbsp;business plan, pentingnya penyusunaan&nbsp;business plan, dan bagaimana contoh pembuatanya.<h4>Apa yang dimaksud dengan&nbsp;business plan?</h4>Rencana bisnis atau yang lebih sering kita kenal sebagai&nbsp;business plan adalah sebuah dokumen yang menjelaskan secara detail bagaimana sebuah bisnis/perusahaan menjalankan bisnisnya. Pada umumnya,&nbsp;business plan berisi informasi mengenai produk, strategi pemasaran, financial, dan operasional dari bisnisnya itu sendiri.&nbsp;Idealnya&nbsp;business plan yang baik dilakukan review dan&nbsp;update&nbsp;secara berkala untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai ataupun adanya perubahan tujuan. Pembuatan&nbsp;business plan perlu dilakukan saat adanya ekspansi ataupun rumusan tujuan baru dalam sebuah perusahaan.<h4>Mengapa&nbsp;business plan sangat penting?</h4>Business plan yang baik memiliki kemampuan untuk memberikan gambaran berupa&nbsp;roadmap&nbsp;ataupun arahan kepada manajemen perusahaan, mengenai bagaimana cara mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan. Rencana bisnis menjadi poin utama dalam memulai sebuah usaha ataupun melakukan ekspansi terhadap bisnis.&nbsp;Perusahaan yang memiliki&nbsp;business plan meningkatkan peluang usaha untuk mendapatkan pendanaan melalui bank ataupun&nbsp;venture capitalist, dimana pemberi dana dapat melihat gambaran usaha dan strategi yang digunakan dengan jelas melalui&nbsp;business plan.<h4>Bagaimana penyusunan&nbsp;business plan yang baik?</h4>Sesungguhnya tidak ada ketentuan dalam pembuatan&nbsp;business plan, kita dapat menggunakan format&nbsp;business plan manapun yang kita butuhkan. Konten atau isi dari&nbsp;business plan sendiri juga tidak terbatas. Namun&nbsp;business plan yang baik ialah yang sesuai dengan kebutuhan, dimana semakin detail&nbsp;business plan yang dibuat semakin matang pula perencanaan yang dibuat.Pada umumnya informasi penting yang dituangkan dalam rencana bisnis agar meningkatkan peluang sukses sebuah usaha terdiri atas&nbsp;market research, SWOT&nbsp;analysis,&nbsp;marketing, dan&nbsp;risk analysis.1. Market researchBerdasarkan hasil&nbsp;survey CB Insight pada tahun 2020, hampir 42% perusahaan yang baru berdiri gagal dikarenakan oleh tidak tertariknya pasar terhadap produk dari perusahaan. Hal ini dapat dengan mudah diatasi apabila kita melakukan riset pasar dengan baik terlebih dahulu, agar dapat mengetahui kebutuhan pasar dan apakah produk yang kita tawarkan akan diterima.Dalam melakukan&nbsp;market research juga diperlukan analisis kompetitor yang menjelaskan kompetitor utama dalam sebuah industri. Analisis ini berisikan wawasan terkait produk kompetitor, strategi penjualan, serta strategi pemasaran yang dilakukan oleh kompetitor kita. Dengan melakukan analisis ini kita dapat menyusun strategi bisnis yang lebih baik sehingga dapat bersaing dengan kompetitor dalam merebutkan&nbsp;market share.2. SWOT&nbsp;AnalysisKeberhasilan pengembangan sebuah bisnis ditentukan oleh beberapa factor internal maupun eksternal, factor-faktor yang biasa digunakan berupa&nbsp;Strength, Weakness, Opportunity,&nbsp;dan&nbsp;Threat&nbsp;atau yang biasa dikenal dengan SWOT analisis.<figure class="image"><img src="https://lh5.googleusercontent.com/x5R3a7jkEs5iSlQkdRKmsiK_AvBwdGGrOEAu7ZIs6yTELt1n0ALGZ6jxV0BHeLjcVh9dhzhR3W7lN3WO6cZHkyB_c8mAIJsJ42UQn9IGCwdaSDus8eTEbVWiuyAOms0HGFp1Wtuk"></figure>Gambar 1. SWOT MatrixSalah satu cara yang popular digunakan dalam pembuatan&nbsp;SWOT analysis adalah dengan melalui implementasi&nbsp;SWOT matrix seperti gambar diatas. Dengan menggunkan&nbsp;matrix sebagai&nbsp;tools,&nbsp;maka perusahaan akan lebih mudah dalam mengumpulkan informasi ataupun pertanyaan dari SWOT&nbsp;analysis yang akan kita lakukan. Setelah kita membuat&nbsp;matrix pertanyaan, selanjutnya kita dapat fokus dalam melakukan&nbsp;SWOT analysis. Berikut ini adalah contoh implementasi&nbsp;SWOT analysis dalam industri logistik:<ol><li>Strength: Pengalaman yang kuat,&nbsp;Database yang besar</li><li>Weakness: Ketertinggalan teknologi, keterbatasan kolaborasi&nbsp;</li><li>Opportunity: Potensi market yang masih berkembang, sinergi kinerja dengan cabang</li><li>Threat: Pertumbuhan kompetitor yang pesat,&nbsp;</li></ol>Dalam melakukan&nbsp;SWOT analysis kita juga perlu mempertimbangkan potensi pengembangan bisnis yang dapat dilakukan dengan mengimplementasikan teknologi terbaru ataupun kemungkinan adanya kolaborasi dan kerjasama antar pemain dalam industri.3. MarketingSebaik apapun kita membuat produk dan melakukan analisis terhadap pasar tidak akan menghasilkan penjualan tanpa adanya&nbsp;marketing yang baik. Maka strategi pemasaran perlu menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan&nbsp;business plan untuk mendorong penjualan dari produk.&nbsp; Marketing produk yang baik harus dapat menyampaikan tujuan, visi dan misi dari produk yang ditawarkan kepada&nbsp;consumer. Tidak hanya berfokus dalam pemasaran namun dalam perencanaan pemasaran juga diperlukan penentuan customer segmentation, agar pesan dan strategi pemasaran yang digunakan tepat sasaran.Saat ini strategi marketing yang digunakan sangat beragam, baik itu&nbsp;marketing secara tradisional maupun secara digital. Salah satu strategi yang banyak digunakan untuk meningkatkan&nbsp;brand awareness dalam&nbsp;digital marketing adalah dengan memaksimalkan penggunaan social media serta kolaborasi dengan&nbsp;Key Opinion Leader (KOL) dalam membuat&nbsp;content marketing.4. Risk AnalysisPengembangan dan ekspansi bisnis merupakan hal yang sangat beresiko maka dari itu diperlukan bentuk analisis resiko dan mitigasi risiko yang dituangkan kedalam penyusunan&nbsp;business plan. Pertama yang harus dilakukan merupakan identifikasi risiko yang mungkin akan terjadi, risiko-risko tersebut dapat dibuat menjadi tiga kategori seperti “Risiko Keuangan (Financial Risk)”, “Risiko Operasional (Operational Risk)”, dan “Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)”.Beberapa risiko seperti pengaruh&nbsp;technology, human, dan&nbsp;strategy&nbsp;juga dapat dimasukan kedalam&nbsp;risk assessment.&nbsp;Risk assessment ini memberikan gambaran mitigasi yang perlu dilakukan untuk menangani risiko yang mungkin terjadi itu.&nbsp;Pada akhirnya, sebaiknya perusahaan dapat menyusun&nbsp;business plan untuk dapat menurunkan tingkat risiko dan menghindari kegagalan yang mungkin terjadi di masa depan. Melalui&nbsp;business plan, perusahaan juga mendapatkan gambaran terhadap bisnis yang akan dijalankan, serta memberikan arahan dan strategi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan.Altha Consulting sebagai manajemen konsultan berpengalaman,menyediakan laynan&nbsp;business &amp; risk advisory yang dapat membantu proses penyusunan&nbsp;business plan, maupun pengembangan / ekspansi bisnis perusahaan. Kami juga telah memiliki&nbsp;benchmark serta&nbsp;best practice dalam bidang&nbsp;Business &amp; Risk Advisory berdasarkan pengalaman dengan klien dari berbagai industri.

Business plan adalah sebuah dokumen yang menjelaskan secara detail bagaimana sebuah bisnis/perusahaan menjalankan bisnisnya

Business Plan Sebagai Awal Keberhasilan Bisnis

Bagi setiap bisnis, meraih keuntungan merupakan sebuah keharusan karena pada akhirnya tujuan sebuah bisnis adalah meningkatkan&nbsp;value&nbsp;dari pemiliknya, sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi sebuah bisnis untuk berada dalam jalur yang tepat dalam mencapai tujuannya. Dalam bisnis,&nbsp;output&nbsp;paling akhir dari kegiatan bisnis adalah dalam bentuk laporan keuangan, salah satunya adalah laporan laba rugi yang menjadi laporan dasar yang harus dibuat oleh perusahaan, UMKM, dan unit usaha lainnya yang dijalankan dengan perseorangan.Mengapa begitu? Mari kita bahas bersama secara lengkap pada artikel ini.<h4>Pengertian Laporan Laba Rugi</h4>Secara umum, laporan laba rugi atau yang biasa dikenal sebagai&nbsp;income statement&nbsp;atau&nbsp;profit and loss statement dapat didefinisikan sebagai laporan keuangan sebuah unit usaha yang menyatakan laba atau ruginya perusahaan dalam suatu periode tertentu. Laporan neraca, laporan arus kas, serta laporan laba rugi merupakan tiga laporan keuangan dasar bagi sebuah perusahaan.&nbsp;<h4>Mengapa Laporan Laba Rugi Penting?</h4>Tujuan utama dari laporan laba rugi adalah untuk mengetahui tingkat profitabilitas sebuah bisnis sehingga tanpa laporan ini, pemilik bisnis atau&nbsp;stakeholder&nbsp;terkait lainnya tidak dapat menentukan secara jelas apakah sebuah bisnis menghasilkan laba atau justru mengalami kerugian. Pada dasarnya, laporan laba rugi merupakan alat bantu bagi pemilik bisnis dalam mengambil keputusan. Hal ini dikarenakan laporan laba rugi tidak hanya menggambarkan kondisi dan performa bisnis perusahaan, melainkan juga menjelaskan mengenai hal-hal berikut ini:1. Identifikasi Tren KeuanganSebuah laporan laba rugi tidak bisa berdiri sendiri, untuk dapat mengidentifikasi kondisi keuangan dengan lebih baik, perusahaan perlu mencatat laporan laba rugi ini terus menerus dalam periode waktu yang sudah ditentukan. Sehingga dengan adanya perbandingan satu dengan laporan laba rugi lainnya perusahaan dapat menyimpulkan kondisi dan performa keuangan saat ini, karena tentunya tingkat profitabilitas tiap industri/sektor akan berbeda pada setiap periodenya.Sebagai contoh, apabila perusahaan A berhasil mencetak laba, maka perlu diperhatikan apakah tren atau performa keuangan perusahaan A saat itu sudah lebih baik dari periode-periode sebelumnya. Pada kondisi seperti ini, maka diperlukan kajian atau perbandingan antara laporan satu dengan laporan laba rugi pada periode-periode sebelumnya.2. Bahan Evaluasi KeuanganInformasi yang cukup penting untuk bahan evaluasi adalah identifikasi sumber pendapatan dan pengeluaran. Sebuah perusahaan utamanya mendapatkan pendapatan dari pendapatan operasional, sebagai contoh perusahaan dagang, pendapatan ini diperoleh dari hasil penjualan barang oleh perusahaan. Dengan adanya laporan laba rugi, perusahaan dapat mengidentifikasi barang apa yang paling laris dan cepat terjual sehingga bisa menjadi pertimbangan dalam strategi penjualan kedepannya. Sementara dari sisi pengeluaran, perusahaan dapat mengidentifikasi barang atau jasa apa saja yang menjadi pengeluaran terbesar, sehingga kedepannya dapat dilakukan strategi penghematan biaya kepada barang atau jasa tersebut.3. Menentukan Strategi PerusahaanSetelah mendapatkan informasi dan bahan evaluasi menyeluruh dari laporan laba rugi, perusahaan dapat menentukan strategi bisnis kedepannya dengan mempertimbangkan kondisi dan performa perusahaan saat ini. Kondisi perusahaan apakah sedang berkembang atau tidaknya bisa dilihat dari kondisi keuangan di perusahaan tersebut. Jika perusahaan mencetak laba sesuai atau bahkan lebih dari perkiraan, tentu prospek perusahaan ke depan akan semakin meningkat, hal ini tentu menjadi dasar dalam menentukan keputusan dan inisiatif untuk peningkatan alat produksi, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya yang kedepannya akan mendukung strategi perkembangan perusahaan.<h4>Komponen Laporan Laba Rugi</h4>Berbeda jenis usaha juga berujung pada perbedaan laporan laba dan ruginya, perbedaan paling umum yang terjadi adalah pemisahan antara perusahaan jasa dan dagang, dimana di perusahaan dagang terdapat akun Harga Pokok Perolehan (HPP) dengan menjumlahkan persediaan awal dikurangi persediaan akhir lalu ditambahkan dengan biaya pembelian, sementara di perusahaan jasa tidak terdapat akun Harga Pokok Perolehan (HPP).&nbsp;Secara umum, berikut ini merupakan komponen-komponen dasar yang harus ada dalam penyusunan laporan laba rugi:<ol><li>Pendapatan atau&nbsp;Revenue, yaitu meningkatnya aktiva (arus kas masuk) perusahaan yang berasal dari kegiatan operasional bisnis perusahaan.</li><li>Beban atau&nbsp;Expense, yaitu kegiatan penggunaan aktiva perusahaan (arus kas keluar) untuk menunaikan kewajiban dalam melaksanakan operasional bisnis.</li><li>Keuntungan atau&nbsp;Profit, yaitu keuntungan baik dari pendapatan operasional maupun non-operasional (misalnya investasi) yang meningkatkan nilai ekuitas dari perusahaan.</li><li>Kerugian atau&nbsp;Loss, yaitu menurunnya ekuitas akibat adanya transaksi atau beban usaha.</li></ol> Pada akhirnya, laporan laba rugi ini dapat menjadi metrik yang tepat untuk menilai performa perusahaan. Dengan menyusun laporan laba rugi dengan baik, perusahaan akan memperoleh banyak keuntungan termasuk alat bantu untuk pengambilan keputusan, dan tentu saja informasi konkrit terkait performa perusahaan. Laporan laba rugi ini menjadi penting tidak hanya untuk perusahaan besar maupun publik, tapi juga bagi perusahaan kecil yang dijalankan secara perseorangan agar terdapat pemisahan yang jelas antara aset pribadi dan perusahaan.&nbsp;Altha Consulting sebagai Konsultan Manajemen, menyediakan layanan&nbsp;business &amp; risk advisory yang dapat membantu dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang sejalan serta relevan dengan kapabilitas maupun performa keuangan dan laporan keuangan (termasuk di dalamnya laporan laba rugi). Selain itu, Altha juga menawarkan layanan&nbsp;corporate training&nbsp;terkait penyusunan laporan keuangan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan Anda.&nbsp;

Laba rugi adalah laporan keuangan sebuah unit usaha yang menyatakan laba atau ruginya perusahaan dalam suatu periode tertentu

Laporan Laba Rugi: Metrik Utama dalam Menjalankan Bisnis

Sebuah organisasi dapat dikatakan efektif pengelolaannya jika dapat mencapai target yang diharapkan. Efektivitas organisasi sendiri tidak hanya terkait pencapaian target namun juga proses dalam mencapai target tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi berkala untuk pengembangan berlanjut ke depannya.&nbsp;<h4>Struktur Organisasi Sebagai Bagian dari Evaluasi Pencapaian Target Organisasi</h4>Dalam melakukan evaluasi pencapaian target, organisasi idealnya juga mengevaluasi struktur organisasi yang ada. Ini memungkinkan organisasi mampu mengidentifikasi tidak hanya proses yang berpotensi menyebabkan ketidaktercapaian suatu target, melainkan juga menilai apakah aktor dari pelaksana proses tersebut memiliki kompetensi, kapabilitas, dan dukungan sumber daya yang cukup untuk mencapai target yang ditetapkan. Dengan demikian, solusi atau tindaklanjut yang disusun dari isu ketidaktercapaian target dapat menjadi lebih komprehensif dalam mengoptimalkan proses bisnis yang bersangkutan.&nbsp;Dalam mengevaluasi struktur organisasi, hal pertama yang perlu dilakukan adalah dengan menilai sejauh mana keselarasan strategi bisnis dan pengelolaan karyawan &amp; organisasi telah tercapai. Tingkat optimalitas peranan struktur organisasi sebagai kendaraan dalam mencapai target organisasi akan sangat bergantung kepada desain struktur organisasi itu sendiri.&nbsp;Desain struktur organisasi seharusnya mendorong organisasi untuk dapat melakukan kegiatan operasional yang mendukung pencapaian target.&nbsp; Dalam kasus sehari-hari sering ditemukan pertanyaan mendasar terkait desain struktur organisasi, di antaranya:&nbsp;<ol><li>Apakah desain struktur organisasi saat ini sudah memfasilitasi seluruh proses bisnis di organisasi?</li><li>Apakah pengimplementasian tugas dan tanggung jawab sudah berada di unit kerja yang tepat?&nbsp;</li><li>Bagaimana bentuk jalur koordinasi antar unit kerja yang tepat? Apakah sebaiknya dilakukan secara sentralisasi atau desentralisasi?</li></ol>Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi dasar ke depannya ketepatan manajemen dalam menjaga agar organisasi tetap relevan dalam menghadapi berbagai tantangan bisnis.&nbsp;<h4>Design Criteria Struktur Organisasi</h4>Langkah awal dalam penyusunan desain struktur organisasi adalah dengan melakukan penyusunan&nbsp;design criteria.&nbsp;Design Criteria adalah sebuah acuan atau kriteria yang harus dipenuhi dalam penyusunan struktur organisasi. Hal ini terbentuk dari aspirasi para&nbsp;stakeholder dan hasil evaluasi kebutuhan operasional yang kemudian menjadi poin-poin yang harus dipenuhi dalam pemetaan fungsi di organisasi nantinya.&nbsp;Jumlah&nbsp;design criteria menyesuaikan dengan hasil analisis dari aspirasi dan evaluasi kebutuhan, sehingga tidak ada anjuran jumlah tertentu. Hasil poin yang ada nantinya merupakan penggambaran atau&nbsp;highlight kebutuhan dan kapabilitas yang dimiliki organisasi.Selain itu,&nbsp;design criteria juga disesuaikan dengan target prioritas organisasi yang ingin dicapai. Sebagai contoh ada prioritas dalam digitalisasi proses bisnis sehingga fungsi dalam struktur organisasi yang disusun mendukung bagaimana proses bisnis itu akan berjalan. Contoh lainnya adalah apabila ada kebutuhan untuk meningkatkan fokus pemasaran pada lini bisnis tertentu, maka yang kemungkinan terjadi adalah penambahan fungsi yang lebih spesifik terkait pemasaran atau bisa jadi memperluas lingkup pekerjaan saat ini.&nbsp;<h4>Implementasi Struktur Organisasi</h4>Penyusunan&nbsp;design criteria yang tepat akan memperjelas langkah yang akan diambil dalam pembentukan struktur organisasi.&nbsp;&nbsp;Untuk menentukan apakah struktur organisasi yang terbentuk sudah tepat dan sesuai dengan kebutuhan, perusahaan akhirnya hanya perlu menilai pemenuhan setiap kriteria desain yang telah disusun sebelumnya Hal ini dilakukan dengan melibatkan fungsi terkait, dan/atau pihak yang diberikan kewenangan. Proses ini juga idealnya ditinjau secara bersamaan dengan segala bentuk perkembangannya oleh direksi agar hasil yang diharapkan tetap terkalibrasi antar unit kerjanya.&nbsp;Susunan struktur organisasi baru yang akan terbentuk juga perlu diikuti dengan pembaharuan perangkat organisasi. Perangkat organisasi adalah deskripsi pekerjaan dari jabatan tersebut, level jabatan,&nbsp;manpower yang dibutuhkan, terlebih jika ingin pengembangan yang lebih menyeluruh dapat juga menyusun indikator kinerja dan sistem remunerasi.<h4>Kesimpulan</h4>Evaluasi efektivitas organisasi dapat diukur dengan meninjau struktur organisasi saat ini apakah sudah selaras dengan target organisasi. Hal ini diukur dengan melihat sejauh mana struktur organisasi membantu pencapaian target tersebut. Penyelarasan dapat dilakukan dengan cara melakukan peninjauan struktur berdasarkan&nbsp;design criteria yang berasal dari aspirasi&nbsp;stakeholder dan kebutuhan operasional organisasi.&nbsp;Susunan struktur organisasi baru yang akan terbentuk juga perlu diikuti dengan pembaharuan perangkat organisasi (deskripsi jabatan, level jabatan,&nbsp;manpower, dll) agar dapat langsung diimplementasikan dengan segera. Selain itu, penyusunan&nbsp;design criteria maupun struktur organisasi dilakukan oleh fungsi terkait, dan/atau pihak lain di luar perusahaan yang diberikan kewenangan.&nbsp;Di Altha, kami menilai dan merumuskan desain organisasi yang mampu menjadi&nbsp;growth-enabler sekaligus memungkinkan perusahaan menjalankan setiap fungsinya dengan tepat &amp; efisien. Baik melalui layanan&nbsp;People Advisory maupun&nbsp;Corporate Training, kami mempraktikan bagaimana penyusunan struktur organisasi dapat dilakukan secara komprehensif dan mampu menjawab aspirasi&nbsp;stakeholder serta kebutuhan perusahaan sebagai pihak di luar organisasi yang tidak memiliki kepentingan. Kami memiliki&nbsp;benchmark terkait&nbsp;best practices dan&nbsp;common practices yang berasal dari&nbsp;exposure pengalaman yang kami miliki dengan klien dari berbagai industri. Pelajari lebih lanjut bersama kami! &nbsp;

Sebuah organisasi dapat dikatakan efektif pengelolaannya jika dapat mencapai target yang diharapkan

Penyelarasan Struktur Organisasi : Upaya dalam Pengelolaan Organisasi yang Efektif

Perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis akan selalu bergerak secara dinamis dan berkelanjutan. Tanpa adanya proses adopsi dan adaptif yang responsif, organisasi akan cenderung tertinggal baik dalam hal daya saing maupun relevansinya dengan pergerakan tren bisnis industri. Pada dasarnya, setiap perubahan dinamis yang terjadi akan memaksa organisasi untuk memiliki praktik serta strategi yang tepat untuk bisa bersaing di pasar. Organisasi yang tanggap dalam mengadopsi serta beradaptasi dari perubahan tersebutlah yang akan menjadi organisasi yang dapat bertahan hidup dan unggul dalam gejolak perubahan lingkungan bisnis.Dalam perubahan tersebut, kita mengenal istilah yang dinamakan&nbsp;Change Management.&nbsp;Change Management adalah pendekatan terstruktur dan sistematis dalam menghadapi perubahan atau transisi individu, tim serta organisasi dari keadaan saat ini ke keadaan sasaran di kedepannya. Proses ini bertujuan untuk membantu organisasi – khususnya karyawan, dalam mengadopsi dan beradaptasi dalam perubahan akan terjadi di dalam lingkungan bisnis untuk mencapai tujuan yang lebih efektif.Perubahan organisasi memberikan peluang kepada organisasi untuk bisa lebih fokus, disiplin serta lebih matang dalam menjalankan bisnisnya. Peluang ini nantinya akan memberikan risiko, baik risiko finansial maupun operasional jika tidak direncanakan dan dikelola secara proaktif.&nbsp;Change management itu sendiri biasanya berkaitan dengan bagaimana memahami, terlibat, merespon dan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terkait. Dengan visi yang jelas, dukungan dari senior manajemen serta memiliki&nbsp;talent yang tepat di tiap peran merupakan faktor dari kunci sukses dari implementasi&nbsp;change management.Strategi perubahan organisasi akan bergantung pada jenis perubahan yang ingin organisasi tersebut capai. Pada umumnya, terdapat 4 jenis utama dalam&nbsp;change management&nbsp;yang sering dirumuskan di perusahaan:<ol><li>Perubahan dalam proses: perubahan ini berfokus pada bagaimana alur kerja dikelola dengan upaya untuk merampingkan proses bisnis agar bisa meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya serta meningkatkan kualitas.</li><li>Perubahan komposisi struktur: perubahan ini berfokus pada perubahan struktur organisasi seperti garis lapor, merger dan akuisisi, inisiatif sentralisasi. Normalnya, perubahan ini bersifat&nbsp;top-down dan diarahkan untuk meningkatkan seluruh kinerja keuangan secara keseluruhan.</li><li>Perubahan dalam pengendalian biaya: perubahan ini difokuskan untuk mengurangi biaya-biaya non-esensial. Biasanya, inisiatif pengendalian biaya didasari dari pendapatan perusahaan atau nilai ekonomi yang buruk.</li><li>Perubahan budaya: salah satu contoh perubahan budaya adalah perubahan dalam pengembangan produk yang sebelumnya&nbsp;product-focus menjadi&nbsp;service-focus. Perubahan ini perlu dikontrol dengan baik, terutama dalam mengadopsi sudut pandang, norma, serta perilaku organisasi dalam menentukan fitur atau komponen produk yang akan dikembangkan.</li></ol><h4>Mengapa Organisasi Memerlukan Strategi Dalam&nbsp;Change Management?</h4>Memiliki strategi dalam proses change management sangat penting, terutama dalam mengelola karyawan dan proses yang akan dilakukan untuk mencapai transformasi. Organisasi tidak bisa mengharapkan karyawan tersebut hanya mengikuti perubahan, tetapi organisasi harus memiliki strategi yang tepat dalam berkomunikasi dengan mereka mengenai apa dan mengapa kita harus mengalami perubahan tersebut. Tanpa adanya strategi tersebut, besar kemungkinan perubahan tersebut akan mengalami penolakan. Terdapat beberapa alasan umum mengapa karyawan akan menolak perubahan:<ol><li>Karyawan tidak mengerti tentang perubahan yang akan dialami;</li><li>Karyawan tidak terbuka terhadap perubahan yang akan dialami;</li><li>Karyawan tidak merasa bahwa perubahan tersebut akan menguntungkan mereka atau organisasi;</li><li>Karyawan takut akan kehilangan sesuatu yang mereka hargai.</li></ol><h4>Bagaimana Organisasi Dapat Merumuskan&nbsp;Model Proses dalam&nbsp;Change Management?</h4>Dalam proses&nbsp;organization change, akan sangat memudahkan bagi organisasi untuk merumuskan proses model terlebih dahulu sebelum menerapkan perubahan yang akan disasar. Dengan menetapkan model kerangka kerja, akan mudah bagi organisasi untuk mendefinisikan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan&nbsp;organization change secara konsisten dan efektif. Model proses tersebut meliputi beberapa komponen berikut ini:<ol><li>Langkah-langkah apa saja yang harus diambil untuk&nbsp; menghadapi perubahan, termasuk pendekatan yang digunakan untuk menghadapi isu yang terbentuk;</li><li>Mengurutkan prioritas langkah-langkah mana saja yang akan diutamakan;</li><li>Pembagian peran dan tanggung jawab;</li><li>Rentang waktu penyelesaian;</li><li>Prosedur eskalasi, siapa yang harus dihubungi dan kapan;</li><li>Pihak-pihak yang memiliki wewenang mengambil persetujuan;</li><li>Pengukuran kualitas kinerja (performance measures)</li></ol>Proses model tersebut dapat menjadi alat pendukung dalam proses&nbsp;change management. Dengan memiliki alat pendukung yang terstruktur, diharapkan nantinya dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi dalam melakukan perubahan. Memiliki proses yang terstruktur pastinya juga akan meningkatkan kinerja karyawan, pengelolaan dan pengendalian biaya, serta dapat mengembangkan praktik terbaik dalam persaingan industri pasar.Change management merupakan proses manajemen yang sangat penting. Setiap organisasi – tidak peduli seberapa besar ukuran organisasinya, pasti akan mengalami perubahan untuk mengakomodasi perkembangan bisnis. Perubahan tersebut memiliki potensi yang mengganggu bagi jalannya bisnis, oleh karena itu memiliki kontrol dalam perubahan tersebut sangatlah penting.&nbsp;Di Altha, kami membantu organisasi dalam merumuskan model&nbsp;change management yang mana merupakan bagian dari&nbsp;expertise kami melalui&nbsp;people advisory maupun&nbsp;corporate training. Bersama Altha, perumusan model&nbsp;change management&nbsp;dapat dilakukan secara komprehensif dan diharapkan menjawab aspirasi&nbsp;stakeholder serta kebutuhan perusahaan sebagai pihak di luar organisasi yang tidak memiliki kepentingan. Kami memiliki&nbsp;benchmark terkait&nbsp;best practices dan&nbsp;common practices yang berasal dari&nbsp;exposure pengalaman yang kami miliki dengan klien dari berbagai industri. Pelajari lebih lanjut! &nbsp;

Change Management adalah pendekatan terstruktur dan sistematis dalam menghadapi perubahan

Change Management - Memahami Perubahan di Era Dinamis

&nbsp; &nbsp; Mengacu pada UNODC, dalam satu tahun, jumlah uang dari kegiatan&nbsp;money laundering di seluruh dunia mencapai 2-5% dari GDP global, dimana 90% diantaranya terjadi tanpa terdeteksi (Koffman, 2020). Industri jasa keuangan merespon isu ini dengan menerapkan strategi kebijakan dan peraturan dalam memastikan integritas calon customer melalui kebijakan yang dikenal dengan Know Your Customer (KYC). Apakah data customer anda telah lengkap dan sesuai dengan keadaan sebenarnya? dan apakah&nbsp;customer anda memiliki sistem dan pelaporan yang memadai? Pertanyaan dasar ini sering ditemui pada industri jasa keuangan ketika berhadapan dengan calon&nbsp;customer. Lalu apa yang membuat pertanyaan ini menjadi sangat penting?<h4 style="text-align:justify;">Apa itu&nbsp;Know Your Customer?</h4>Know your customer atau KYC pertama kali dikeluarkan oleh&nbsp;European Commission (EU) dalam bentuk&nbsp;Anti-Money Laundering Directive di tahun 2015 dalam usaha melawan&nbsp;money laundering dan&nbsp;financing of terrorism. Kebijakan ini kemudian secara bertahap diadopsi oleh berbagai negara termasuk Indonesia. KYC menjadi kebijakan yang mengikat bagi perusahaan industri keuangan dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia&nbsp;Nomor 3-10-PBI-2001, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non-Bank dan dilengkapi POJK Nomor 12-POJK.01-2017 tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Jasa Keuangan.&nbsp;KYC merupakan prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan (Peraturan BI No.3/10/PBI/2001). Tidak hanya penting bagi bank, KYC juga sangat penting bagi institusi penyedia jasa keuangan lainnya seperti perusahaan&nbsp;leasing, asuransi, dan sebagainya. KYC saat ini menjadi elemen penting untuk memahami&nbsp;inherent risk calon&nbsp;customer. Sebagai salah satu peraturan yang mengikat secara internasional, setiap pihak yang berkepentingan atas KYC perlu untuk memahami bagaimana melaksanakan KYC secara efektif dan efisien.<h4 style="text-align:justify;">Manfaat KYC Bagi Institusi Jasa Keuangan</h4>Institusi jasa keuangan yang menjalankan KYC secara efektif dan efisien akan mendapatkan beberapa manfaat, yaitu:<ol><li>Menjadi jembatan penghubung antara perusahaan jasa keuangan dengan customernya.&nbsp;</li><li>Perusahaan penyedia jasa keuangan memahami kondisi setiap customernya, sehingga mampu mengidentifikasi&nbsp;inherent risk dari customer.&nbsp;</li><li>Memastikan kredibilitas dan autentisitas customer.&nbsp;</li><li>Menjadi salah satu alat mitigasi risiko yang dapat digunakan oleh bank maupun perusahaan penyedia jasa keuangan lainnya.&nbsp;</li></ol><h4 style="text-align:justify;">Peranan&nbsp;Risk Management dalam&nbsp;Know Your Customer</h4>Munculnya kebijakan KYC pertama kali didasari karena tingginya angka&nbsp;money laundering&nbsp;yang terjadi melalui instrumen - instrumen jasa keuangan. Tingginya jumlah uang yang terlibat menjadikan&nbsp;money laundering sebagai&nbsp;high risk yang mengancam institusi jasa keuangan. Ketidakpahaman terhadap customer menjadikan KYC sebagai salah satu alat mitigasi risiko money laundering&nbsp;yang populer dalam melaksanakan&nbsp;customer risk assessment.&nbsp;Customer risk assessment merupakan penilaian risiko dari&nbsp;customer pada beberapa faktor, yaitu termasuk pada jenis&nbsp;customer, cara institusi berhubungan dengan&nbsp;customer, produk, layanan, transaksi, dan area geografis yang berhubungan dengan&nbsp;customer.&nbsp;Customer risk assessment menjadi penting untuk melindungi perusahaan dari risiko yang berhubungan dengan bisnis atau transaksi dari&nbsp;customer.&nbsp;Customer risk assessment&nbsp;pada umumnya akan dilakukan di awal oleh penyedia jasa keuangan ketika akan melakukan kerjasama dengan&nbsp;customer.&nbsp;Namun, sebenarnya aktivitas ini perlu untuk dilakukan secara berkala pula selama masih melakukan hubungan bisnis dengan para customer,&nbsp;terutama ketika terdeteksi&nbsp;red flag atas aktivitas keuangan&nbsp;customer.&nbsp;Secara umum tidak ada aturan khusus mengenai bagaimana cara melakukan&nbsp;customer&nbsp;risk assessment. Dalam&nbsp;best practice, EU menekankan bahwa setidaknya ada empat risiko khusus yang perlu diantisipasi ketika melakukan&nbsp;customer risk assessment, yaitu:<ol><li>Customer risk Risiko ini berhubungan dengan informasi yang diberikan oleh&nbsp;customer. KYC memastikan apakah data terkait identitas, sumber kekayaan/pendapatan dan aset telah sesuai dan dapat dibuktikan kebenarannya. &nbsp;</li><li>Geographical risk Risiko ini berhubungan dengan kondisi geografis&nbsp;customer. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah kewarganegaraan&nbsp;customer (tempat berdiri yang tertera pada akta pendirian bagi&nbsp;customer perusahaan), daerah/negara tempat&nbsp;customer&nbsp;tinggal, dan daerah/negara yang berhak untuk melakukan penagihan pajak kepada&nbsp;customer.&nbsp; &nbsp;</li><li>Product, service, and transaction risk Risiko ini lebih mengarah kepada sifat dari produk jasa yang digunakan oleh&nbsp;customer&nbsp;pada institusi jasa keuangan, dikarenakan beberapa produk memiliki sifat yang lebih sering digunakan sebagai instrumen&nbsp;money laundering, seperti produk transaksi dengan limit yang tinggi. &nbsp;</li><li>Delivery Channel Risk Risiko ini berhubungan dengan bagaimana institusi penyedia jasa keuangan dalam berinteraksi dengan customernya, apakah secara tatap muka, via online, melalui agen, atau dengan perantara lainnya. Semakin kompleks saluran yang diperlukan bagi institusi untuk dapat berkomunikasi dengan customer, maka akan semakin tinggi risiko. Oleh karena itu, kebijakan KYC dilakukan untuk memahami tidak hanya customer, tetapi pihak yang juga terlibat dalam aktivitas institusi dengan customer.&nbsp;</li></ol><h4 style="text-align:justify;">Integrasi KYC dengan&nbsp;Customer Risk Assessment</h4>Dalam mengimplementasikan kebijakan KYC, setiap industri jasa keuangan akan memiliki pendekatan yang berbeda. Pendekatan paling efektif dalam menentukan tingkat risiko adalah mengintegrasikan empat risiko khusus terhadap masing - masing segmen bisnis. Manajemen harus mampu menentukan masukan apa saja yang relevan pada setiap risiko. Hasil ini akan menentukan jenis risiko apa yang memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dan lebih rendah di masing - masing segmen bisnis.&nbsp;Indikator dari seluruh masukan yang relevan pada setiap jenis risiko kemudian dituangkan dalam pertanyaan - pertanyaan yang nantinya akan diajukan pada&nbsp;customer.&nbsp;Penentuan indikator dari setiap risiko akan menghasilkan pertanyaan yang lebih terarah mengenai informasi yang memang dibutuhkan dan penting bagi institusi penyedia jasa keuangan. Selain itu penggunaan sistem oleh institusi untuk mencatat informasi&nbsp;customer dan integrasi data baik secara internal maupun eksternal institusi akan membantu mengoptimalkan penerapan kebijakan KYC.Money laundering yang menjadi isu utama dari tahun ke tahun mendorong regulator untuk merespon hal tersebut melalui kebijakan yang ketat terkait validitas dan integritas para&nbsp;customer&nbsp;institusi keuangan, yang akhirnya melahirkan kebijakan&nbsp;know your customer (KYC) sebagai kebijakan utama di seluruh institusi jasa keuangan (perbankan maupun non perbankan). KYC ditujukan agar institusi memahami dan memantau informasi, kegiatan transaksi, hingga pelaporan keuangan dari setiap customernya. Institusi penyedia jasa keuangan menerapkan KYC sebagai bagian dari proses mitigasi risiko dalam&nbsp;customer risk assessment&nbsp;untuk mengurangi dampak dari aktivitas keuangan yang tidak terdeteksi.Di Altha, kami mempraktikan pendekatan terbaik kami dalam mengubah risiko menjadi strategi untuk memperkuat resiliensi dan daya saing perusahaan secara berkelanjutan. Melalui layanan Risk Advisory, kami telah mendampingi banyak perusahaan lintas industri dalam mengelola risiko dan menyusun kebijakan manajemen risiko yang tepat sasaran. Kami telah memiliki pengalaman dengan&nbsp;stakeholder dari berbagai industri dan skenario bisnis sehingga kami memiliki pendekatan multiperspektif untuk membantu seluruh klien kami sesuai dengan kebutuhan&nbsp;stakeholders dan konteks bisnis pada industrinya.&nbsp; &nbsp;

KYC merupakan prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan

Know Your Customer: Mengapa Penting Bagi Institusi Jasa Keuangan?

&nbsp; &nbsp; Perkembangan dunia yang cepat dan tidak dapat diprediksi menimbulkan kerentanan bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Untuk dapat menciptakan bisnis yang adaptif dalam menghadapi ketidakpastian, perusahaan mulai memikirkan strategi untuk meminimalisasi kejadian yang merugikan secara signifikan bagi perusahaan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menjalankan Manajemen Risiko Perusahaan (Enterprise Risk Management/ERM) dalam menentukan program kerja maupun aktivitas bisnis yang perlu dilakukan perusahaan untuk memastikan pencapaian tujuan perusahaan.<h4 style="text-align:justify;">Menghadapi Dinamika Bisnis dalam Tingkat Ketidakpastian yang Tinggi dengan ERM</h4>&nbsp; &nbsp; Enterprise Risk Management adalah pendekatan dalam melakukan identifikasi risiko yang dapat mempengaruhi seluruh proses bisnis perusahaan, mengelola risiko agar sesuai dengan batas toleransi perusahaan, serta memberikan jaminan terhadap pencapaian tujuan perusahaan yang melibatkan dewan direksi, manajemen, atau personel lainnya dan menjadi bagian sistem manajemen untuk peningkatan berkelanjutan (Gordon, 2009).&nbsp; &nbsp; Dengan kata lain, ERM adalah pengelolaan risiko yang mungkin terjadi di seluruh perusahaan untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan oleh perusahaan. ERM memastikan risiko tidak terjadi atau memiliki dampak/kemungkinan yang kecil sehingga tujuan perusahaan tetap dapat tercapai. Hasil dari manajemen risiko yang berupa&nbsp;action plan/mitigasi dapat digunakan oleh perusahaan sebagai acuan dalam penyusunan program kerja, penyesuaian aktivitas perusahaan maupun rencana investasi yang dapat dilaksanakan perusahaan untuk mencapai tujuan/sasaran perusahaan.&nbsp; &nbsp;Manajemen risiko saat ini menjadi aktvitas penting yang perlu dilakukan oleh perusahaan. Sehingga institusi/lembaga/perusahaan di Indonesia memiliki beberapa peraturan yang dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan manajemen risiko. Beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia antara lain:<ol><li>Permenpan RB Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pedoman Manajemen Risiko Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik</li><li>Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: PER-09/MBU/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-01/MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik&nbsp;(Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara</li><li>OJK No. 44/POJK.05/2020 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank</li></ol>Salah satu standar manajemen risiko yang sering digunakan adalah ISO 31000:2018 Risk Management – Guidelines. Selain ISO 31000, standar lain yang dapat digunakan adalah COSO Enterprise Risk Management – Integrated Framework.<h4 style="text-align:justify;">Risiko apa saja yang perlu dikelola oleh perusahaan?</h4>&nbsp; &nbsp; Risiko seringkali identik dengan hal-hal negatif yang mungkin terjadi, padahal risiko bukan hanya kejadian negatif, tetapi bisa juga dapat berupa kejadian positif. Risiko positif ini seringkali disebut dengan peluang/opportunity. Jadi, pengelolaan risiko yang ada di perusahaan perlu dilakukan baik itu untuk risiko yang berdampak negatif maupun berdampak positif. Untuk risiko yang berdampak negatif, perusahaan perlu untuk memastikan risiko itu tidak terjadi atau meminimalkan dampak/kemungkinan. Untuk risiko positif, perusahaan perlu memastikan risiko positif/peluang tersebut pasti terjadi sehingga memberikan keuntungan bagi perusahaan.&nbsp; &nbsp; Selain tipe risiko negatif dan positif, biasanya perusahaan akan menentukan jenis risiko yang diidentifikasi. Tidak ada aturan pasti jenis risiko yang ada diperusahaan. Ini akan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Beberapa jenis risiko yang biasa digunakan perusahaan, antara lain:<ol><li>Risiko Strategis: risiko terkait kemampuan perusahaan dalam menjalankan rencana strategis (investasi, pengembangan usaha, kompetisi industri, dll)</li><li>Risiko Operasional: risiko terkait kemampuan perusahaan dalam menjalankan proses bisnis operasional (K3, ketentuan prosedur operasional, SDM, IT, dll)</li><li>Risiko Keuangan: risiko terkait kemampuan perusahaan dalam melindungi aset dan ekuitas perusahaan dan menjalankan transaksi dan instrument keuangan, dan pengelolaan keuangan perusahaan (suku bunga, komoditas keuangan, likuiditas, kredit, piutang, dll)</li><li>Risiko Proyek: risiko terkait kemampuan perusahaan dalam menjalankan proyek (durasi, biaya, waktu, kualitas proyek, dll.)</li><li>Risiko Kepatuhan Hukum &amp; Peraturan: risiko terkait kemampuan perusahaan dalam mematuhi seluruh hukum/peraturan yang berlaku (tuntuhan hukum, pelanggaran peraturan, dll.)</li></ol>Jenis risiko ini bisa bertambah atau berkurang sesuai dengan kebutuhan dan&nbsp;concern perusahaan dengan melihat jenis dan skala bisnisnya.<h4 style="text-align:justify;">Faktor penting dalam penerapan ERM</h4>Urgensi penerapan ERM dipengaruhi oleh 5 faktor penting, yaitu:<ol><li>Tingkat Ketidakpastian Kondisi Bisnis Kondisi bisnis yang tidak menentu mengakibatkan perusahaan kesulitan dalam melakukan peramalan (forecast) kondisi bisnis seperti permintaan pasar, penjualan, dan pertumbuhan&nbsp;market share. Dengan adanya ERM, maka perusahaan dapat menyiapkan strategi mitigasi terhadap seluruh skenario risiko sehingga proses bisnis perusahaan menjadi lebih&nbsp;robust dalam menghadapi ketidakpastian dan mengurangi&nbsp;uncertainty suatu kondisi bisnis. &nbsp;</li><li>Kompetisi Industri Kompetisi industri yang semakin kompetitif menyebabkan perusahaan menjadi rentan terhadap perubahan kondisi pasar. Dengan ERM, perusahaan dapat mengidentifikasi, mengelola risiko dan menyiapkan strategi mitigasi risiko yang berkaitan dengan segala upaya untuk mempertahankan daya saing perusahaan.&nbsp; &nbsp;</li><li>Skala Perusahaan Skala perusahaan yang besar menunjukkan bahwa perusahaan memiliki struktur organisasi dan proses bisnis yang besar serta keterlibatan investor yang signifikan. Besarnya skala perusahaan berpotensi menimbulkan banyak risiko di berbagai titik proses bisnis, sehingga penerapan ERM bermanfaat untuk memetakan risiko setiap proses serta memberikan pandangan komprehensif terhadap risiko kritis yang dimiliki. &nbsp;</li><li>Kompleksitas Perusahaan Perusahaan yang memiliki kompleksitas bisnis atau organisasi yang tinggi cenderung lebih sulit dalam mengidentifikasi risiko, khususnya karena kompleksitas tersebut akan mendatangkan lebih banyak risiko yang melekat didalamnya. Dengan ERM maka perusahaan dapat melakukan identifikasi seluruh risiko yang ada di perusahaan, mengetahui hubungan antar risiko serta memastikaan koordinasi antar&nbsp;stakeholders dalam melakukan pengelolaan risiko.&nbsp; &nbsp;</li><li>Dorongan oleh Direksi Penerapan ERM membantu direksi dalam memahami kondisi dan risiko bisnis yang dimiliki perusahaan sehingga perencanaan yang bersifat strategis dapat tersusun dengan baik.&nbsp;</li></ol>Bagi perusahaan yang akan menerapkan ERM, beberapa tahapan utama yang dapat dilaksanakan, antara lain:<ol><li>Penyusunan Kebijakan dan Prosedur ERM</li><li>Pembagian tugas dan tanggung jawab dari setiap proses ERM</li><li>Peningkatan kompetensi dari&nbsp;stakeholders terkait</li><li>Monitoring dan Peningkatan Pelaksanaan ERM</li></ol><h4 style="text-align:justify;">ERM sebagai pilar esensial dalam implementasi GRC</h4>&nbsp; &nbsp; Governance, Risk, and Compliance (GRC) merupakan terminologi yang saat ini sedang banyak dibahas. GRC merupakan proses besar yang menghubungkan antara pelaksanaan tata kelola perusahaan, manajemen risiko dan kepatuhan perusahaan sehingga semua data dan informasi dari ketiga aktivitas ini dapat terhubung dan digunakan satu sama lain.&nbsp; &nbsp; ERM memiliki peran penting dalam proses GRC perusahaan. ERM akan memastikan bahwa setiap risiko yang mungkin terjadi dari proses bisnis, peraturan perusahaan dan sasaran perusahaan dikelola dengan baik. Hasil dari ERM dapat dijadikan acuan dalam melakukan audit berbasis risiko maupun sebagai masukan peningkatan kontrol yang ada di perusahaan.&nbsp; &nbsp; Bagi perusahaan yang akan melakukan transformasi dan ingin mendalami lebih lanjut tentang&nbsp;Enterprise Risk Management, Altha Consulting menyediakan jasa konsultasi dan pelatihan&nbsp;Enterprise Risk Management. Kami memastikan setiap klien kami memahami dan memformulasikan tata laksana manajemen risiko yang tepat sasaran dengan dukungan teknologi yang sesuai, sehingga manfaat yang dihasilkan tidak hanya sebatas menilai sebuah risiko, melainkan juga mengubah risiko tersebut menjadi strategi untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan. &nbsp;

Enterprise Risk Management adalah pendekatan dalam melakukan identifikasi risiko yang dapat mempengaruhi seluruh proses bisnis perusahaan

Enterprise Risk Management: Strategi berbasis risiko untuk mencapai tujuan perusahaan

Pengadaan merupakan salah satu titik kunci bagi operasional perusahaan. Pengadaan yang dilaksanakan dengan baik bukan hanya menghasilkan barang dan/atau jasa yang tepat, namun juga dapat membuka potensi penghematan bagi Perusahaan tersebut. Langkah awal untuk meningkatkan potensi pengadaan dalam sebuah perusahaan adalah dengan melakukan perencanaan yang lebih baik, salah satunya melalui category management.Category Management adalah pengelompokkan kebutuhan berdasarkan karakteristik atau sumber sejenis. Category Management bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan layanan Perusahaan. Kategori dapat disusun berdasarkan spend map, data historis, maupun daftar kebutuhan perusahaan. Selain fungsi pengadaan, user juga harus dilibatkan dalam penyusunan category management. Hal ini bertujan untuk meningkatkan potensi pemaketan pekerjaan di kemudian hari.Lebih lanjut lagi, kategori yang telah disusun kemudian diidentifikasi dengan menggunakan spend map dan data historis perusahaan. Perusahaan dapat mengelompokkan kategori berdasarkan biaya yang dikeluarkan, kompleksitas pekerjaan dari tiap-tiap kategori, atau alat ukur lain yang dapat membantu perusahaan dalam merencanakan strategi pengadaan. Melalui identifikasi ini, perusahaan dapat mengetahui kategori mana yang kritikal (mewakili 80% pengeluaran perusahaan) dan kategori mana yang non-kritikal. Hasil identifikasi tersebut dapat dijadikan panduan dalam menentukan prioritas kebutuhan bagi perusahaan.Perencanaan dengan menggunakan Category Management dapat dilakukan pada awal tahun anggaran untuk meningkatkan efisiensi proses pengadaan. Usulan pekerjaan dari user dikelompokkan berdasarkan Category Management untuk dapat dilakukan pemaketan. Hasil identifikasi Category Management juga dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan rekomendasi metode pengadaan atau penyedia. Melalui perencanaan pengadaan yang lebih baik dan terstruktur di awal, proses pengadaan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan tepat di kemudian hari.&nbsp;by Andiasti Nada Alifah

Pengadaan merupakan salah satu titik kunci bagi operasional perusahaan. Pengadaan yang dilaksanakan dengan baik bukan hanya menghasilkan barang dan/atau jasa yang tepat, namun juga dapat membuka potensi penghematan bagi Perusahaan tersebut. Langkah awal untuk meningkatkan potensi pengadaan dalam sebuah perusahaan adalah dengan melakukan perencanaan yang lebih baik, salah satunya melalui category management.

Category Management

Category Management: Langkah Awal untuk Perencanaan Pengadaan yang Lebih Baik

Krisis keuangan global pada tahun 2008 menyebabkan dampak yang buruk bagi perekonomian beberapa negara, salah satunya Indonesia. Krisis ini memaksa perusahaan-perusahaan di negara krisis untuk dapat beradaptasi dengan cepat terhadap kondisi dan kemungkinan risiko lainnya yang akan muncul. Akan tetapi tanpa terjadinya krisis keuangan global sekali pun, risiko sangat mungkin terjadi kapan pun dan dalam kondisi apapun. Mengingat risk itu sendiri bersifat tidak pasti, maka tidak menutup kemungkinan bahwa selama suatu perusahaan menjalankan bisnis maka selama itu pula perusahaan tersebut akan menghadapi risiko (Therefore, no business nowadays is free from it).Risk hadir di dalam dunia bisnis dalam berbagai macam jenis, diantaranya seperti Cyber Risk (Technical Risk), Financial Risk, dan lain-lain. Oleh karena itu, penting untuk mulai saat ini perusahaan lebih aware atas kemungkinan munculnya risiko dalam bisnisnya. Hal ini pula yang mendasari hadirnya “Assurance Services” muncul.Assurance Services adalah jenis layanan profesional independen yang biasanya disediakan oleh akuntan atau auditor bersertifikat (seperti CPA). Assurance Services dapat mencakup proses review berupa pengecekan atas kebenaran dan validitas item pada dokumen atau transaksi keuangan seperti jurnal keuangan, kontrak keuangan, pinjaman maupun review terhadap implementasi atas suatu sistem (aplikasi). Penyedia layanan assurance ini umumnya membantu klien nya dalam menavigasi, mengelola, memantau dan mengendalikan risiko yang mereka miliki.Fokus area dari pekerjaan yang ditawarkan oleh assurance services biasanya terdiri dari IT technology, financial, cash management, data analytics, regulatory requirements, data security and privacy, internal audit, etc. Pada akhirnya, assurance services hadir untuk menjamin risiko pada area tersebut agar tidak muncul atau tidak menggangu kelancaran bisnis klien nya. Melalui risk assurance ini maka assurance services tidak hanya memproteksi lingkungan atau area bisnis perusahaan namun juga memberikan nilai tambah pada management perusahaan tersebut.Sebagai penutup, semoha hadirnya risk assurance di dalam dunia bisnis saat ini dapat membuat perusahaan lebih aware pada area-area pekerjaan yang sudah disebutkan diatas, sehingga kejadian krisis seperti ditahun 2008 tidak terulang lagi baik secara mikro (pada internal perusahaan ataupun secara industri) maupun secara makro (global).&nbsp;by Frida Haryani

Terdapat berbagai macam Risk dalam dunia bisnis, diantaranya seperti Cyber Risk (Technical Risk), Financial Risk, dan lain-lain. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk lebih aware atas kemungkinan munculnya risiko dalam bisnisnya.

Let's Talk About Risk & Assurance Services

Sebelum kita membahas proses – proses apa yang ada pada Service Strategy, penting untuk kita pahami terlebih dahulu apa itu pengertian strategi. Strategi adalah perencanaan ‘tingkat tinggi’ atau jangka panjang untuk mencapai sesuatu, atau sebuah rencana yang memberi arah bagaimana sebuah organisasi mencapai tujuannya.Dari definisi diatas dapat kita pahami bahwa untuk merumuskan sebuah strategi khususnya layanan IT, maka harus mengerti terlebih dahulu tujuan dari layanan IT kita. Strategi layanan IT bukan hanya akan memberikan pemahaman kepada seluruh staf IT tentang ‘apa yang harus dilakukan’ namun juga ‘mengapa kita melakukannya?’Adapun tujuan dari Service Strategy dalam siklus hidup layanan IT adalah 4P, yaitu :1. Perspective yaitu terkait visi dan misi layanan IT, tujuan dan sasaran ;2. Position yaitu diferensiasi dan target market ;3. Plans yang merupakan rencana layanan – layanan IT jangka Panjang, dan4. Patterns yaitu pola layanan.Setelah memahami tujuan dari Service Strategy, maka kita perlu memahami manfaat dari melakukan suatu Service Strategy bagi organisasi atau bisnis, yaitu1. Menjadikan IT sebagai asset strategis (bukan hanya menjadi cost center) yakni layanan IT sebagai alat memenangkan persaingan, memberikan pelayanan terbaik dan mencapai tujuan organisasi.2. Membuat departemen IT berpikir dan bertindak secara sistematis dan strategis sehingga layanan IT dapat disediakan secara efisien dan efektif.3. Memabntu memastikan hubungan antara aktivitas – aktivitas penyedia layanan IT dengan luaran - luaran penting yang diharapkan pelanggan.4. Membantu penyedia layanan mempunyai pemahaman jelas tentang jenis – jenis dan tingkat layanan yang akan mampu memuaskan pelanggan.5. Memungkinkan penyedia layanan IT merespon perubahan lingkungan bisnis secara tepat dan efektif.Adapun cakupan dari Service Strategy adalah mendefinisikan strategi sebagai sebuah penyedia layanan IT dalam menyediakan layanan – layanan IT agar memenuhi tujuan – tujuan bisnis pelanggan serta mendefinisikan strategi pengelolaan layanan – layanan IT tersebut.Sehingga ketika departemen IT benar-benar memahami cara kerja suatu Service Strategy, departemen IT akan memiliki suatu output/produk berupa suatu daftar lengkap layanan IT yang akan disediakan, yang dikenal sebagai Service Portofolio.&nbsp;by Isyana Rosita

Strategi layanan IT bukan hanya akan memberikan pemahaman kepada seluruh staf IT tentang ‘apa yang harus dilakukan’ namun juga ‘mengapa harus dilakukan?’

Service Strategy Pada Layanan IT

Dalam merumuskan sebuah strategi khususnya layanan IT, kita harus mengerti terlebih dahulu tujuan dari layanan IT tersebut.

Dalam pengelolaan perusahaan, terdapat paling tidak dua jenis risiko yaitu risiko bisnis dan juga risiko finansial. Kedua risiko tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan juga cara penanganan yang berbeda-beda. Apabila dilihat dari definisinya, risiko bisnis adalah risiko perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan operasional yang profitable sehingga perusahaan tidak dapat membukukan laba sesuai dengan target yang diharapkan. Sedangkan, risiko finansial adalah risiko ketidakmampuan perusahaana dalam melakukan pembayaran hutangnya sehingga berpotensi mengalami kebangkrutan.Risiko bisnis maupun finansial memiliki trigger yang berbeda-beda yaitu:1. Business Risks1.1. Berkurangnya market size perusahaan karena adanya kompetitor baru.1.2. Peningkatan COGS maupun biaya operasional dikarenakan adanya inefisiensiImplication: Kegagalan dalam mendapatkan revenue maupun Profit yang sesuai dengan targetnya.2. Financial Risks2.1. Nilai hutang lebih besar dibandingkan dengan nilai asset.2.2. Peningkatan bunga hutang dikarenakan adanya faktor makroekonomi.Implication: Kegagalan dalam menyediakan dana untuk melakukan pembayaran hutang dan bunga.Dalam melakukan mitigasi risiko bisnis, terdapat beberapa inisiatif yang dapat dilakukan antara lain:1. Melakukan monitoring pendapatan maupun biaya yang sudah dikeluarkan secara tersistem maupun real time (apabila perlu).2. Melakukan efisiensi dari sisi operasional maupun penggunaan resource sehingga dapat mengurangi biaya.3. Melakukan otomasi maupun Segregation of Duty untuk mengurangi kemungkinan adanya error maupun fraud di dalam kegiatan operasional.Sedangkan, dalam melakukan mitigasi risiko finansial, terdapat beberapa inisiatif yang dapat dilakukan antara lain:1. Penggunaan pinjaman dengan bunga flat (mis: national pooling, sinergi anak perusahaan, dsb).2. Peningkatan nilai modal yang disetor oleh stakeholder sehingga menurunkan nilai debt to equity ratio.3. Melakukan pengalokasian idle fund di dalam investasi dengan risiko rendah (Deposito, Surat Berharga, Sukuk Tabungan, dll).&nbsp;by Timotius Alfin

Dalam pengelolaan perusahaan, terdapat paling tidak dua jenis risiko. Yaitu risiko bisnis dan juga risiko finansial. Kedua risiko tersebut memiliki karakteristik dan cara penanganan yang berbeda-beda.

Business Risk vs Financial Risk: Know the Differences & How to Handle

Perbedaan risiko dan karakter dari Business Risk dan Financial Risk berikut cara penanganannya.

Mayoritas perusahaan penyedia layanan keuangan di dunia saat ini berpendapat bahwa keberadaan fintech dengan kecepatan, keberanian, dan kemampuan berinovasi serta mengadopsi teknologi digital merupakan ancaman bagi keberlangsungan bisnis keuangan atau disebut disruptive banking.Pada tahun 2016, Mckinsey memprediksi terdapat risiko penurunan profit pada perbankan di tahun 2025 sebesar 60% dari bisnis pembiayaan, 35% pada SME lending dan payment channel, 30% pada wealth management, dan 30% pada mortgage. Penurunan terhadap margin laba perusahaan, target pasar yang semakin kecil, dan persaingan industri yang semakin ketat membuat sebagian besar lembaga keuangan yang sudah ada dalam industri perbankan memilih melakukan kemitraan dengan perusahaan teknologi keuangan. PWC mengatakan kemitraan ini merupakan inovasi yang dilakukan baik dalam bentuk penanaman investasi maupun memasukkan fintech dalam proses bisnis, memberikan added value, dan meminimalisasi resiko karena keraguan dan ketidakpastian yang dirasakan. Pada tahun 2017, sejumlah bank besar di Indonesia yaitu Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Central Asia, dan CIMB Niaga diberitakan mengeluarkan anggaran investasi sebesar 1–4 trilyun rupiah pada teknologi digital untuk mengembangkan digital banking.Walaupun berdasarkan beberapa data pemanfasatan fasilitas digital banking sudah cukup besar, namun berdasarkan data inklusi keuangan yang dikeluarkan oleh Global Findex tahun 2014, penetrasi layanan keuangan oleh perbankan di Indonesia jauh dari maksimal. Hanya sebesar 36% dari penduduk dewasa Indonesia (berusia di atas 15 tahun) yang telah memiliki rekening (account) di bank atau lembaga keuangan formal. Hanya sebesar 27% dari penduduk Indonesia yang melakukan saving dan baru sebanyak 13% dari penduduk dewasa Indonesia yang mendapatkan formal borrowing dari perbankan atau lembaga keuangan formal.Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia belum mendapatkan layanan keuangan dari bank atau lembaga keuangan formal baik secara tradisional maupun digital. Peluang pasar yang masih sangat besar untuk digarap bersama dengan kolaborasi antara lembaga perbankan, fintech, maupun pemain lain dengan menurunkan hambatan masyarakat dalam mengakses layanan keuangan secara formal yang selama ini masih sering ditemui karena biaya, lokasi, kerumitan proses, dan kerijitan dokumen. Oleh karena itu, istilah disruptive banking akan lebih tepat diganti menjadi banking reinvented, karena peluang untuk mengembangkan hal baru di industri ini masih sangat besar. Baik, bank incumbent maupun pendatang baru sama-sama mempunyai tugas untuk merevolusi bagaimana produk layanan perbankan diakses dan digunakan oleh konsumen.&nbsp;by Frida Haryani

Mayoritas perusahaan penyedia layanan keuangan di dunia saat ini berpendapat bahwa keberadaan fintech dengan kecepatan, keberanian, dan kemampuan berinovasi serta mengadopsi teknologi digital merupakan ancaman bagi keberlangsungan bisnis keuangan atau disebut disruptive banking.

Disruptive Banking atau Banking Reinvented?

Disruptive Banking atau Banking Reinvented? Mari simak penjelasannya.

Porter’s five forces merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menilai dan mengevaluasi kondisi persaingan dari suatu organisasi bisnis. Pendekatan Porter’s Five Forces dikembangkan oleh Michael E. Porter pada Tahun 1979 dari Harvard Business School.Inti dari formulasi suatu strategi bersaing adalah dengan menghubungkan kondisi perusahaan saat ini dengan lingkungannya. Teori ini didasarkan pada konsep bahwa terdapat 5 kekuatan (forces) yang menentukan intensitas dan daya tarik suatu pasar. Porter’s five forces membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dimana letak kekuatan dalam situasi persaingan bisnis. Pendekatan ini berguna untuk memahami kekuatan posisi persaingan saat ini serta kekuatan posisi yang ingin diperoleh suatu organisasi bisnis. Perusahaan sering melakukan studi kelayakan (feasibility study) menggunakan pendekatan Porter’s Five Forces untuk memahami apakah produk atau layanan baru berpotensi menguntungkan atau tidak.Porter berteori bahwa memahami kekuatan posisi persaingan di dalam struktur lingkungan suatu perusahaan secara keseluruhan sangat penting untuk dapat melakukan pengambilan keputusan yang efektif dan strategis serta untuk dapat mengembangkan strategi persaingan yang tepat di masa mendatang.5 kekuatan yang membentuk persaingan suatu organisasi bisnis tersebut adalah;1. Rivalry Among Existing Firms (Tingkat Persaingan diantara Kompetitor yang ada)Kekuatan ini menganalisis seberapa kuat tingkat persaingan dengan kompetitor di pasar. Kekuatan ini mengkaji jumlah kompetitor yang ada saat ini dan apa yang dapat dilakukan oleh masing-masing kompetitor. Persaingan akan semakin tinggi apabila banyak kompetitor yang merebut pangsa pasar yang sama.2. Bargaining Power of Suppliers (Tingkat Kekuatan Daya Tawar Pemasok)Kekuatan ini menganalisis seberapa besar kekuatan daya tawar yang dimiliki pemasok dan seberapa besar kendali yang dimilikinya atas potensi untuk menaikkan harga. Semakin sedikit pemasok dari suatu perusahaan, akan semakin banyak kekuatan daya tawar yang dimiliki oleh pemasok tersebut. Oleh karena itu, perusahaan berada dalam posisi yang lebih baik apabila memiliki banyak pemasok.3. Bargaining Power of Buyers (Tingkat Kekuatan Daya Tawar Pembeli)Kekuatan ini menganalisis kekuatan daya tawar pelanggan dan implikasinya dalam hal penentuan harga dan kualitas produk atau layanan. Semakin tinggi kekuatan daya tawar pelanggan dalam menuntut harga yang lebih rendah atau kualitas produk atau layanan yang tinggi, maka akan semakin rendah keuntungan yang akan diperoleh oleh suatu perusahaan. Di sisi lain, Perusahaan juga memerlukan biaya yang tinggi untuk dapat menghasilkan produk atau layanan yang berkualitas tinggi. Sebaliknya, apabila semakin rendah kekuatan daya tawar pelanggan maka akan semakin menguntungkan bagi pihak Perusahaan.4. Threat of New Entrants (Tingkat Ancaman Pendatang Baru)Kekuatan ini mengkaji seberapa mudah atau sulit bagi pesaing untuk masuk ke dalam suatu pasar industri tertentu. Apabila semakin mudah bagi kompetitor baru untuk masuk ke dalam pasar industri tertentu, maka akan semakin besar risiko bagi Perusahaan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Sebaliknya apabila semakin sulit bagi kompetitor baru untuk masuk, maka posisi Perusahaan semakin diuntungkan.5. Threat of Substitute Products or Services (Tingkat Ancaman Produk atau Layanan Pengganti)Kekuatan ini mengkaji seberapa mudah atau sulit bagi pelanggan untuk berganti dari produk atau layanan suatu organisasi bisnis ke kompetitor lain. Kajian ini dilakukan dengan melihat seberapa banyak jumlah kompetitor, bagaimana harga dan kualitas kompetitor bila dibandingkan dengan bisnis saat ini dan seberapa banyak keuntungan yang diperoleh kompetitor. Ancaman ini semakin tinggi apabila pelanggan dapat secara mudah memperoleh produk atau layanan dengan harga yang lebih murah atau kualitas yang lebih baik dari Perusahaan sehingga apabila semakin sedikit produk atau layanan pengganti akan semakin menguntungkan bagi pihak Perusahaan.&nbsp;by M. Luqman Hakim

Porter’s five forces membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dimana letak kekuatan dalam situasi persaingan bisnis. Pendekatan ini berguna untuk memahami kekuatan posisi persaingan saat ini serta kekuatan posisi yang ingin diperoleh suatu organisasi bisnis.

Porter’s Five Forces: A Competitive Analysis Framework

Porter’s five forces merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk menilai dan mengevaluasi kondisi persaingan dari suatu organisasi bisnis.

GRC (Governance, Risk, and Compliance) merupakan istilah yang pertama kali digunakan pada awal 2000-an setelah banyaknya perusahaan yang mengalami bencana keuangan masif. Sebagai hasilnya, perusahaan-perusahaan berjuang untuk meningkatkan kontrol internal dan proses tata kelola mereka. GRC mengacu pada strategi perusahaan yang terkoordinasi untuk mengelola isu-isu perusahaan terkait tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan untuk membantu perusahaan mencapai kondisi principled performance. Sederhananya, GRC merupakan pendekatan terstruktur untuk menyelaraskan TI dengan tujuan bisnis, sambil secara efektif mengelola risiko dan memenuhi persyaratan kepatuhan.Tiga karakteristik utama GRC yaitu integrasi terpadu, holistik, dan organization wide. Ketiga bidang inti pada GRC memiliki fokus masing-masing, dengan empat komponen dasar: strategi, proses, teknologi, dan manusia. Ketiga bidang inti GRC, yaitu:• Governance–Tata kelola perusahaan berfokus kepada pengarahan dan pengendalian eksekutif senior terhadap perusahaan.• Risk–Manajemen risiko berfokus kepada identifikasi, analisis, dan tanggapan terhadap risiko yang mungkin memengaruhi pencapaian sasaran perusahaan.• Compliance–Kepatuhan berfokus kepada pemenuhan persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan yang berlaku.Secara sederhana, hubungan di antara ketiga konsep ini dimulai dengan penetapan persyaratan kepatuhan melalui peraturan yang berlaku (compliance, C). Selanjutnya, risiko ketidakpatuhan yang muncul dari persyaratan ini dikelola oleh manajemen risiko (risk management, R). Akhirnya, rencana penanganan risiko diterapkan melalui pengendalian oleh tata kelola perusahaan (governance, G). Proses pun kembali ke bagian pertama dengan penilaian hasil penanganan terhadap pencapaian persyaratan kepatuhan.Penggunaan istilah GRC memang terkesan sangat sederhana, namun sebenarnya GRC dan implementasinya di perusahaan memiliki cakupan yang sangat luas. Faktanya, implementasi GRC jauh melampaui peran penting tata kelola, risiko, dan kepatuhan perusahaan. Hal ini dikarenakan GRC juga mencakup bidang-bidang utama lainnya, yaitu audit internal, kepatuhan dan risiko, bidang hukum, keuangan, teknologi informasi, sumber daya manusia, lini bisnis, executives, dan dewan direksi.Manfaat yang bisa didapatkan perusahaan dengan implementasi GRC diantaranya yaitu: perolehan informasi yang lebih berkualitas untuk pengambilan keputusan, optimalisasi proses, pengalokasian modal yang lebih efektif, peningkatan efektivitas dengan pengarahan aktivitas ke departemen yang lebih sesuai, dan pengurangan biaya untuk peningkatan ROI. Secara umum, implementasi GRC yang efektif membantu perusahaan untuk mengurangi risiko dan meningkatkan efektivitas kontrol, keamanan dan kepatuhan melalui pendekatan terpadu yang mengurangi efek buruk dari silo dan redundansi pada perusahaan.

GRC mengacu pada strategi perusahaan yang terkoordinasi untuk mengelola isu-isu perusahaan terkait tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan untuk membantu perusahaan mencapai kondisi principled performance.

Governance, Risk, and Compliance: Integrated Approach to Keep the Company on Track

GRC merupakan pendekatan terstruktur untuk menyelaraskan TI dengan tujuan bisnis, sambil secara efektif mengelola risiko dan memenuhi persyaratan kepatuhan.

Digitalisasi dan big data saat ini mendukung industri dalam meningkatkan efisiensi kinerjanya serta menciptakan layanan dan model bisnis baru. Salah satu teknologi yang banyak digunakan dalam digitalisasi industri adalah Radio Frequency Identification (RFID). RFID termasuk ke dalam teknologi Automatic Identification and Data Capture (AIDC) yang dapat secara otomatis mengidentifikasi objek, mengumpulkan data terkait objek tersebut, dan menginput data secara langsung ke dalam sistem.Teknologi RFID menggunakan gelombang radio untuk dapat memperoleh dan menyimpan data. Sederhananya, RFID terdiri dari 3 komponen yaitu tag RFID (smart label), RFID reader dan sebuah antenna. Tag RFID terdiri dari integrated circuit dan antenna, yang digunakan untuk mentransmisikan data ke RFID reader yang juga disebut sebagai interrogator. RFID reader ini akan mengkonversikan gelombang radio menjadi data yang dapat digunakan. Data yang terakumulasi pada tag RFID selanjutnya akan ditransfer melalui sebuah communications interface ke sistem komputer ‘host’, dimana data dapat disimpan dalam bentuk database untuk kemudian dianalisa lebih lanjut.Teknologi RFID dianggap dapat membuat proses supply chain menjadi lebih nyata, efisien dan kolaboratif. RFID dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menggabungkan, dan melacak informasi terkait suatu objek dalam proses supply chain, dari produsen (manufacturer) hingga ke konsumen. Teknologi RFID dapat digunakan dalam berbagai hal antara lain:1. Product TrackingTag RFID semakin banyak digunakan sebagai cara yang efektif untuk melacak asset yang dimiliki dan juga digunakan sebagai pengganti barcode. Pada praktiknya, barcode masih memegang peranan penting dalam industri supply chain dan department store. Namun, RFID dapat menggantikan teknologi barcode dan memberikan kemudahan bagi pengguna dengan kemampuan melacak objek dari kejauhan. RFID memberikan manfaat antara lain teknologi ini tidak membutuhkan terlalu banyak SDM dalam pengelolaannya, meningkatkan visibilitas, dan meningkatkan keefektifan dalam pengelolaan inventory. Tag RFID memiliki kapasitas 16 – 64 Kbytes, dimana kapasitas ini lebih besar bila dibandingkan dengan kapasitas barcode, yaitu 1 – 100 bytes, dan dapat menyimpan informasi tambahan seperti nama manufacturer dan spesifikasi produk.2. Toll Road PaymentsSistem pembayaran jalan tol, seperti kartu pembayaran elektronik, menggunakan teknologi RFID untuk mengumpulkan toll fee dari pengguna jalan tol.3. PassportsSejumlah negara di dunia, seperti Jepang, Amerika Serikat, Norwegia dan Spanyol memasang tag RFID di dalam paspor untuk menyimpan informasi pribadi tentang pemegang paspor serta untuk melacak pengunjung yang masuk dan keluar dari negara tersebut.4. ShippingPengiriman barang/material dalam jumlah besar seringkali menggunakan tag RFID untuk mengidentifikasi lokasi, isi, dan pergerakan barang tersebut.&nbsp;by Varentia Novita

Digitalisasi dan big data saat ini mendukung industri dalam meningkatkan efisiensi kinerjanya serta menciptakan layanan dan model bisnis baru. Salah satu teknologi yang banyak digunakan dalam digitalisasi industri adalah Radio Frequency Identification (RFID). 

Moving Industries Forward with RFID Technology

How RFID Technology affect industrial development?

Manajemen risiko penting karena memberi tahu bisnis tentang ancaman di lingkungan operasi bisnis dan memungkinkan mereka untuk mengurangi risiko secara preemptive. Proses manajemen risiko adalah kerangka kerja terhadap tindakan yang perlu diambil. Terdapat lima tahapan dasar yang diambil untuk mengelola risiko; langkah-langkah ini disebut sebagai proses manajemen risiko.Step 1: Identify the RiskPertama, kenali risikonya. Kita perlu menggambarkan risiko yang dapat membawa dampak negatif pada suatu bisnis. Suatu organisasi dapat mengidentifikasi risiko melalui pengalaman dan sejarah internal, berkonsultasi dengan profesional industri, dan penelitian eksternal. Risiko tersebut dapat dikaitkan dengan risiko pasar, risiko bisnis, risiko lingkungan, risiko suku bunga (untuk lembaga keuangan), atau risiko inflasi.Untuk mengidentifikasi risiko, kita perlu mencari tahu jawaban atas pertanyaan di bawah ini:1. Apa yang mungkin terjadi di masa depan?2. Mengapa dan bagaimana risiko dapat terjadi?3. Berapa probabilitas terjadinya sautu kejadian?4. Konsekuensi apa yang mungkin dihadapi bisnis akibat suatu kejadian?Step 2: Analyze the riskSetelah risiko teridentifikasi, risiko tersebut perlu dianalisis. Banyak organisasi menggunakan heat map untuk mengukur risiko. Peta risiko ini adalah alat visual yang dapat merinci tingkat risiko yang sering terjadi (frequent) atau risiko mana yang tingkat keparahannya tinggi (severe). Ini akan membantu kita mengidentifikasi mana risiko yang sangat tidak mungkin terjadi atau yang memiliki dampak rendah, dan mana yang sangat mungkin dan akan memiliki dampak signifikan.Step 3: Evaluate or Rank the RiskRisiko perlu diberi peringkat dan diprioritaskan. Sebagian besar solusi manajemen risiko memiliki kategori risiko yang berbeda, tergantung pada tingkat keparahan risiko tersebut. Risiko yang hanya menimbulkan sedikit ketidaknyamanan dapat dinilai peringkat rendah, risiko yang dapat menyebabkan kerugian bencana dinilai peringkat tinggi. Penting untuk menentukan peringkat risiko karena memungkinkan organisasi untuk mendapatkan pandangan holistik dari paparan risiko seluruh organisasiStep 4: Treat the RiskPada tahap ini, kita perlu mencermati risiko dengan peringkat tertinggi kemudian membuat rencana untuk mengeliminasi atau memodifikasi risiko tersebut. Pada tahap ini, kita menentukan bagaimana kita akan meminimalisir kemungkinan risiko negatif serta meningkatkan peluang. Kita dapat membuat strategi mitigasi risiko, rencana darurat dan rencana pencegahan.Step 5: Monitor and Review the riskManajemen risiko merupakan suatu proses, bukan proyek yang dapat "diselesaikan" untuk kemudian dilupakan. Organisasi, lingkungan, serta risiko bisnis terus berubah, sehingga prosesnya harus ditinjau secara konsisten.Tentukan apakah pengelolaan risiko telah efektif dan apakah perubahan atau pembaruan diperlukan. Terkadang, tim pengelola risiko mungkin harus memulai kembali dengan proses baru apabila strategi yang diterapkan tidak efektif.&nbsp;by Nabila Hanifa Irliana

Manajemen risiko merupakan fungsi penting yang memberi tahu bisnis tentang ancaman di lingkungan operasi bisnis dan memungkinkan mereka untuk mengurangi risiko secara preemptive.

The 5 Step Risk Management Process

ITIL mendeskirpsikan Service Portfolio sebagai daftar layanan TI yang disediakan oleh penyedia layanan dalam jangka panjang. Service Portfolio tidak hanya memuat informasi layanan yang saat ini digunakan tapi juga layanan yang sudah tidak digunakan maupun layanan yang mungkin akan digunakan di masa mendatang. Informasi-informasi yang disajikan dalam Service Portfolio antara lain: informasi terkait komitmen atau kontrak layanan saat ini dan akan datang, status layanan, layanan pihak ketiga, dan perubahan-perubahan layanan yang diinisiasi pada tahapan Continual service Improvement (CSI).Service Portfolio dapat menggambarkan keseluruhan layanan dan memberikan gambaran tingkat layanan TI di sebuah organisasi. Dengan menyusun Service Portfolio, penyedia layanan dapat mengetahui apakah layanan yang disediakan sudah memenuhi kebutuhan organisasi.Ada tiga komponen utama pada Service Portfolio yang didasarkan pada status layanan tersebut, yaitu:<ol style="list-style-type:lower-latin;"><li>Service Pipeline Service Pipeline berisi layanan-layanan TI yang masih dalam rencana atau tahap pengembangan. Layanan-layanan yang masuk pada kelompok ini masih dalam kelompok Service Strategy atau Service Design. Jadi layanan-layanan ini masih berupa usulan/ide yang belum disetujui, belum dibangun, atau masih dalam tahapan pengembangan.</li><li>Service Catalogue Service Catalogue berisi daftar layanan-layanan TI yang sudah disetujui dan sedang berjalan atau digunakan saat ini. Layanan yang masuk dalam daftar ini adalah layanan yang ada pada tahapan Sercice Operation.</li><li>Retired Service Retired Service merupakan daftar yang berisikan layanan-layanan TI yang sudah tidak digunakan oleh organisasi. Informasi pada Retired Service harus disimpan dan diperlukan untuk mengantisipasi apabila di kemudian hari layanan tersebut diaktifkan kembali. Sehingga penyedia layanan dapat dengan mudah mengetahui Service Assets (sumber daya dan kemampuan) yang pernah dimiliki.</li></ol>&nbsp;by Titis Adi Mei Laningrum

Service Portfolio sebagai daftar layanan TI yang disediakan oleh penyedia layanan dalam jangka panjang. Service Portfolio tidak hanya memuat informasi layanan yang saat ini digunakan tapi juga layanan yang sudah tidak digunakan maupun layanan yang mungkin akan digunakan di masa mendatang. 

Service Portfolio, Gambaran Umum Layanan TI Organisasi

Mengenal Service Portfolio: Gambaran Umum Layanan TI di Organisasi

Akhir-akhir ini kita perhatikan dan ikuti berita tentang teknologi terbaru seputar embedded systems, lebih spesifik lagi teknologi yang sering diaplikasikan untuk pekerjaan sehari-hari. Tren ramalan kedepan, mayoritas perangkat di sekeliling kita akan terhubung ke internet atau biasa disebut dengan The Internet of Things.Istilah IoT (Internet of Things) mulai dikenal tahun 1999 yang saat itu disebutkan pertama kalinya dalam sebuah presentasi oleh Kevin Ashton, cofounder and executive director of the Auto-ID Center di MIT.Dengan semakin berkembangnya infrastruktur internet, maka kita menuju babak berikutnya, di mana bukan hanya smartphone atau komputer saja yang dapat terkoneksi dengan internet. Namun berbagai macam benda nyata akan terkoneksi dengan internet. Sebagai contohnya dapat berupa : mesin produksi, mobil, peralatan elektronik, peralatan yang dapat dikenakan manusia (wearables), dan termasuk benda nyata apa saja yang semuanya tersambung ke jaringan lokal dan global menggunakan sensor dan atau aktuator yang tertanam.Beberapa contoh konkrit dari “wearable” yang mulai dipasarkan di dunia adalah : Google Glass, Google Nest, Nike Fit, dan Samsung Smart Watch. Tidak hanya wearables, Samsung juga mulai merambah dan mengembangkan teknologi IOT di bidang consumer appliances seperti : Smart Air Conditioner, Smart TV, Smart Refrigerator. Pada tahun 2017, menurut CEO Samsung, 90% dari semua produk Samsung akan berupa perangkat IOT, termasuk semua televisi dan perangkat mobile. Dua tahun berikutnya, semua produk Samsung akan siap dengan koneksi IOT. Kompetitor terdekat Samsung, yakni Apple pun memiliki upaya di bidang IOT dengan proyek Homekit, yang merupakan protokol pengontrol rumah pintar melalui sistem operasi iOS.Berdasarkan prediksi perusahaan IT terkenal Cisco, pada tahun 2020 ini, akan ada 50 milyar alat-alat yang terhubung dengan Internet, termasuk 400 juta alat-alat tersebut adalah perangkat dalam kategori wearables. Maka bersiaplah untuk menyaksikan dan merasakan “new user experience” menggunakan perangkat berteknologi IOT dalam kehidupan anda.&nbsp;by Ronny Permana

Tren kedepan, mayoritas perangkat di sekeliling kita akan terhubung ke internet atau biasa disebut dengan The Internet of Things.

Apa itu IOT (Internet Of Things)?

Apa itu IoT (Internet of Things)?

Maintenance merupakan proses yang penting untuk dapat mengoptimalkan produksi dengan memastikan operasional aset perusahaan dapat berjalan lancar. Tentunya diperlukan adanya kemudahan dalam memonitoring proses pemeliharaan aset perusahaan yang dapat diakses dengan mudah oleh user (user friendly) sehingga perencanaan pemeliharaan dapat dioptimalkan.Maintenance management system berarti sistem yang membantu dalam proses tracking dan kontrol aset perusahaan, seperti alat atau fasilitas milik perusahaan, melalui pencatatan data transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan pemeliharaan suatu alat atau fasilitas seperti mekanik, vendor, staf Teknik, dan manajemen/struktural perusahaan terkait. Tujuan dari maintenance management itu sendiri adalah untuk memastikan proses produksi berjalan efektif dan meningkatkan profit dengan mereduksi downtime.Selain itu, Maintenance management system di desain untuk mempermudah perusahaan dalam melakukan hal-hal berikut:<ol><li>Mempermudah proses administrasi pemeliharaan yang real-time</li><li>Memonitor penggunaan aset (alat/fasilitas)<ul><li>Availibility: Prosentase ketersediaan suatu aset</li><li>Utility: Prosentase penggunaan atau pengopersaian aset</li><li>Reliability: Prosentase keandalan peralatan operasi berjalan sesuai dengan operating context</li></ul></li><li>Memonitor performansi aset/mesin</li><li>Memonitor produksi alat</li><li>Membantu dalam pelaksanaan analisis proses maintenance<ul><li>RCFA (Root Cause Failure Analysis)</li><li>FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)</li><li>MTBF (Mean Time Between Failure)</li><li>MTTR (Mean Time to Repair)</li></ul></li><li>Melakukan Asset Management</li><li>Memberikan kemudahan dalam analisis downtime</li><li>Mengoptimalkan ketersediaan stok spare part (inventory management)</li><li>Mengefisiensikan alur pembuatan sparepart</li><li>Melakukan tracking pembiayaan proses maintenance</li></ol>Saat ini cukup banyak beredar software yang menawarkan maintenance management system baik dalam bentuk web maupun mobile apps yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing perusahaan. Software dapat memonitor, mengukur, dan me-manage semua aktivitas maintenance dimanapun dan kapanpun. Dari mulai perencanaan pemeliharaan, pengajuan pemeliharaan, pelaksanaan, hingga persetujuan laporan yang dapat dipantau dalam genggaman.Selain itu, software dapat dilengkapi dengan menu lain yang berkaitan dengan pemeliharaan, seperti dashboard untuk memantau data statistic, ketersediaan, pemakaian dan kondisi teraktual dari alat; menu breakdown; inspeksi; maupun pengisian bbm setiap alat. Dapat dilengkapi juga dengan notifikasi, agar pengajuan dan approval Maintenance menjadi lebih mudah dengan notifikasi yang akan muncul di setiap transaksinya, begitu juga untuk notifikasi awal kerusakan alat, kerusakan langsung bisa diketahui dan lebih cepat untuk diperbaiki, sehinggga operasional tidak sampai berhenti cukup lama.&nbsp;by Ayu Furoidah

Maintenance merupakan proses yang penting untuk dapat mengoptimalkan produksi dengan memastikan operasional aset perusahaan dapat berjalan lancar.

Why Do the Company Need Maintenance Management System?

Berdasarkan definisi dari ISO 31000: Risk Appetite merupakan level besaran dan tipe risiko yang dapat ditanggung oleh organisasi dalam proses mencapai objektif bisnis. Risk appetite dapat dipengaruhi oleh beberapa factor seperti jenis industri, budaya perusahaan, competitor dan kekuatan finansial yang dimiliki oleh perusahaan.Sedangkan Risk tolerance merupakan variasi nilai maksimum maupun minimum risiko yang dapat ditoleransi oleh organisasi berdasarkan masing-masing risiko yang telah didefinisikan.Sebagai contoh dalam sebuah perusahaan memiliki proyek investasi lini bisnis baru, dalam pelaksanaannya manajemen perlu menentukan risiko terkait hal tersebut.<ul><li>Risk appetite Sebuah perusahaan memiliki risk appetite rendah terkait investasi bisnis baru sehingga perusahaan memiliki level kesediaan rendah dalam menanggung kemungkinan kerugian dari investasi tersebut</li><li>Risk tolerance Ketika perusahaan memiliki ekspektasi keuntungan 17% untuk investasi lini bisnis baru yang dilakukan, perusahaan tidak bisa menerima potensi kerugian lebih dari 5% dari pendapatan operasional tahunan.</li></ul>Kesimpulannya, risk tolerance adalah bagian kecil dari risk appetite dan risk appetite perlu didefinisikan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat risiko yang bersedia ditanggung oleh organisasi. Pendefinisan risk appetite akan menentukan strategi respons risiko yang akan dipilih organisasi untuk risiko proyek yang berpotensi terjadi.&nbsp;by Nur Annisa Istiqomah

Berdasarkan definisi dari ISO 31000: Risk Appetite merupakan level besaran dan tipe risiko yang dapat ditanggung oleh organisasi dalam proses mencapai objektif bisnis. 

Risk Appetite vs. Risk Tolerance

Apakah yang dimaksud dengan Risk Appetite dan Risk Tolerance?

Tata kelola adalah sebuah pedoman yang menjaga sebuah organisasi tetap berjalan di dalam arah yang benar dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pedoman ini berlaku untuk semua aspek operasional organisasi, termasuk kepada penggunaan infrastruktur dan layanan teknologi informasi (TI).Secara umum, perusahaan baik publik, yang biasa disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun swasta memahami bahwa informasi dan teknologi menjadi aset kunci dan strategis dalam mencapai kesuksesan. Maka dari itu banyak perusahaan yang telah mengeluarkan dana investasi untuk tetap unggul dan relevan di era bisnis yang baru. Tata kelola TI dibutuhkan di masa-masa sekarang untuk menjaga bahwa investasi TI yang telah dikeluarkan oleh perusahaan menciptakan value yang baik, memitigasi risiko bisnis terkait TI, dan memastikan bahwa kapabilitas aset TI selaras dengan tujuan bisnis yang ada. Hal-hal tersebut melatar-belakangi keperluan BUMN untuk mengukur kapabilitas infrastruktur dan layanan TI mereka saat ini.Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki kewajiban dalam menjalankan prinsip Good Corporate Governance (GCG) termasuk pada area Information Communication and Technology (ICT);Pedoman pengelolaan TI yang telah diatur dalam Peraturan Menteri BUMN No. 02/MBU/2013;Sesuai dengan Surat Edaran Menteri BUMN No. S-122/MBU/DSI/05/2021 bahwa setiap BUMN perlu melakukan penilaian tingkat kematangan TI menggunakan framework COBIT 5 atau di atasnya.Proses implementasi prinsip GCG memiliki beberapa tantangan yang dapat diidentifikasi sebagai inhibitor, antara lain:Prinsip-prinsip GCG perlu dipastikan sudah berjalan dengan baik dan konsisten di dalam tubuh organisasi;Tingkat kematangan tata kelola ICT perlu dievaluasi menggunakan COBIT 5 atau di atasnya, yaitu COBIT 2019 sesuai dengan Surat Edaran Menteri BUMN terkini;Setiap BUMN perlu meningkatkan kematangan tata kelola ICT berdasarkan hasil Analisa gap yang diidentifikasi dari hasil penilaian untuk dapat memenuhi target yang ditetapkan oleh Kementerian BUMN.Best Practice Implementasi Tata Kelola TIKerangka Kerja COBIT atau Control Objectives for Information and related Technology merupakan sebuah kerangka kerja TI yang diterbitkan oleh ISACA (Information System Audit and Control Association) yang memuat berbagai best practice sistem tata kelola aset dan/atau sumber daya TI dalam suatu organisasi guna menciptakan nilai TI yang optimal dalam mencapai tujuan bisnis.Kerangka kerja COBIT sudah dipakai oleh ribuan organisasi maupun perusahaan untuk proses implementasi tata kelola dan manajemen ICT, di mana sudah tersedia model dan langkah implementasi yang jelas dan komprehensif, serta sudah sesuai dengan standar-standar ICT lainnya.<img src="{backend_url}/uploads/ITMALanding.png">Keluaran terbaru dari kerangka kerja COBIT merupakan COBIT 2019. Kerangka kerja ini dikembangkan berdasarkan dokumen COBIT® 5 dan berbagai sumber lainnya (seperti ITIL v3, TOGAF 9.2, CMMI, ISO/IEC 27001, dll.), serta masukan dari user community.COBIT 2019 memiliki 40 proses TI yang akan menjadi ruang lingkup penilaian kematangan tata kelola ICT, dituangkan ke dalam bentuk Core Model COBIT 2019.<img src="{backend_url}/uploads/ITMALanding2.jpg">Di dalam core model tersebut, ada 5 domain proses yang membagi 40 proses TI sesuai dengan fokus area yang ingin ditinjau.<img src="https://drive.google.com/uc?export=view&amp;id=1jtccv9IF0GcRC7xMEoG8n69IiM8K2SNg">Pendekatan Umum dalam Melakukan AssessmentSelajutnya, penentuan tingkat kematangan ruang lingkup proses TI dilakukan untuk mengukur seberapa baik kapabilitas infrastruktur dan layanan TI di suatu badan organisasi atau perusahaan, dalam hal ini setiap badan BUMN, untuk mendukung pencapaian tujuan bisnis. Proses ini dilakukan melalui metodologi yang dibagi ke dalam tiga fasa.<img src="{backend_url}/uploads/ITMALanding3.jpg"><img src="https://drive.google.com/uc?export=view&amp;id=1s5hFx2JGKJMM6M9kzQeQTXIG6TDGLNbi" alt="">Pada setiap level, terdapat skala penilaian yang terbagi menjadi empat kategori, di antaranya:<img class="image_resized" style="width:47.25%;" src="https://drive.google.com/uc?export=view&amp;id=1IqnQDIsBhsHVH3Ic9pvEXghlXU_eVyG_" alt="">

Apa pengertian tata kelola IT dan apa pentingnya dalam organisasi? Berikut penjelasannya.

Tata Kelola TI: Definisi dan Pentingnya di dalam sebuah Organisasi

Pada era digital saat ini, penerapan tata kelola IT (teknologi informasi) yang komprehensif sudah menjadi sebuah keharusan dalam mengelola perusahaan. Pasalnya, informasi adalah sumber daya yang penting dan perlu dikelola dengan baik sebagai bahan pengambilan keputusan dan untuk meningkatkan kinerja operasional. Namun, umumnya terdapat jurang komunikasi antara teknologi informasi dengan manajemen perusahaan. COBIT, atau kumpulan framework&nbsp;tata kelola IT perusahaan dapat menjembatani kedua pihak tersebut.Lantas, apa pengertian COBIT 2019 dan COBIT 5, lalu bagaimana manfaatnya dalam tata kelola teknologi informasi di dalam perusahaan? Berikut penjelasan lengkapnya.<h2>Apa Itu COBIT?</h2>COBIT (Control Objectives for Information and Related Technologies) adalah kerangka kerja yang memberikan layanan berupa prosedur tata kelola IT kepada perusahaan sebagai support&nbsp;dalam mencapai tujuan perusahaan itu sendiri. COBIT membantu perusahaan dalam menerapkan tata kelola teknologi informasi secara menyeluruh dan menjadi jembatan antara kepentingan pimpinan bisnis dengan permasalahan teknis IT. Sederhananya, COBIT menyampaikan prosedur tata kelola teknologi informasi secara sederhana dan sistematis kepada pimpinan perusahaan agar lebih mudah dipahami.Selain menawarkan standar operasional prosedur dalam tata kelola IT, produk ini juga berisikan serangkaian best practice&nbsp;tata kelola IT yang dapat membantu berbagai pemangku kepentingan dalam perusahaan, mulai dari pengguna, auditor, hingga manajemen memecahkan masalah serupa.COBIT menjadi penting karena penerapan teknologi informasi di perusahaan membutuhkan biaya yang besar dan risiko kegagalan yang juga besar. Untuk memaksimalkan implementasinya, dibutuhkan pemahaman konsep dasar teknologi tersebut di tingkat pimpinan perusahaan.COBIT 2019 adalah generasi ke-6 dari COBIT, yang mulai dikembangkan oleh IT Governance Institute, salah satu bagian dari Information Systems Audit and Control Association (ISACA) pada tahun 1996.&nbsp;Kumpulan framework ini terus disempurnakan dari waktu ke waktu, mulai dari COBIT 1 tahun 1996, COBIT 2 tahun 1998, COBIT 3 tahun 2000, COBIT 4 tahun 2005, dan COBIT 4.1 tahun 2007, COBIT 5 tahun 2012, dan COBIT 2019 tahun 2019. Berbagai penyempurnaan tersebut perlu dilakukan karena kebutuhan akan pengelolaan teknologi informasi memang terus berubah seiring dengan berjalannya waktu.Beberapa penyempurnaan yang hadir pada COBIT 5 dibandingkan dengan pendahulunya (COBIT 4.1) adalah penambahan framework&nbsp;Val IT dan Risk IT. Val IT adalah framework&nbsp;yang dapat menciptakan nilai bisnis dari tata kelola IT. Sementara itu, Risk IT adalah framework&nbsp;yang dapat menghubungkan manajemen risiko secara umum dengan manajemen risiko spesifik yang berkaitan dengan IT. Selain itu, framework&nbsp;COBIT 5 juga dibuat berdasarkan prinsip, alih-alih proses seperti pendahulunya.Lalu, apa yang membedakan COBIT 5 dengan COBIT 2019 yang paling baru? Meski keduanya dibuat berbasis prinsip, terdapat pengelompokan prinsip yang berbeda di antara keduanya.&nbsp;<h2>Perbedaan Prinsip-prinsip COBIT 2019 dengan COBIT 5</h2>COBIT 5 memiliki lima prinsip, yaitu:<ol><li>Memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan.</li><li>Mencakup kebutuhan organisasi secara komprehensif.</li><li>Menerapkan kerangka kerja terpadu dan tunggal.</li><li>Menggunakan pendekatan holistik.</li><li>Membedakan tata kelola dengan manajemen.</li></ol>Sementara itu, ada dua tambahan prinsip di dalam COBIT 2019, yaitu:<ol><li>Menerapkan sistem tata kelola yang dinamis.</li><li>Menawarkan sistem tata kelola yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.</li></ol>Kendati COBIT 2019 juga menggunakan dasar prinsip, generasi COBIT&nbsp;terbaru ini mengelompokkan prinsip-prinsip tersebut ke dalam dua bagian, yaitu sistem tata kelola (governance system) dan prinsip kerangka kerja (governance framework).Ketujuh prinsip di atas tergolong ke dalam governance system.&nbsp;Sementara itu, prinsip governance framework&nbsp;di antaranya:<ol><li>Panduan berbasis model konseptual.</li><li>Panduan bersifat fleksibel.</li><li>Panduan selaras dengan standar besar lain.</li></ol>Prinsip-prinsip tersebut menunjukkan bahwa COBIT terbaru menawarkan sebuah panduan atau standar operasional prosedur dalam TI governance yang tidak kaku, melainkan fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan serta kondisi perusahaan yang menerapkannya.<h2>Perbedaan COBIT 2019 dan COBIT 5 Lainnya</h2>Selain memiliki perbedaan struktur pada prinsip-prinsip tata kelola IT, COBIT 5 dan 2019 juga memiliki tiga perbedaan lainnya, yaitu:<h3>Jumlah Proses TI</h3>Pada COBIT 5, setiap item yang ada di dalamnya disebut sebagai proses. Hal ini berbeda dengan penamaan pada COBIT 2019, yaitu objektif. Jumlah keduanya pun berbeda. Jika pada COBIT 5 terdapat 37 proses, COBIT terbaru mengandung 40 proses. Berikut adalah penambahan beberapa objektif yang ada pada COBIT terbaru:<ul><li>APO14 - Managed Data.</li><li>BAI01 - Managed Programs</li><li>BAI11 - Managed Projects</li><li>MEA04 - Managed Assurance</li></ul>Pada COBIT 5, proses managed programs dan managed projects berada tergabung sebagai satu proses yang sama, tetapi pada COBIT 2019 keduanya dipisahkan.<h3>Metode Penentuan Prioritas Proses TI</h3>COBIT 5 mengadopsi metode penentuan prioritas proses dalam bentuk cascade. Metode ini bertujuan untuk mendefinisikan tujuan dan sasaran di setiap tingkat tanggung jawab tertentu. Pada praktiknya, perusahaan akan menerjemahkan item apa saja yang masuk ke dalam kategori paling penting sampai ke paling kurang penting, lalu metode ini akan mengurutkannya.Sementara itu, COBIT 2019 menggunakan proses cascade dengan tambahan metode design factor atau faktor desain. Faktor desain adalah faktor yang akan berpengaruh pada rangkaian sistem tata kelola IT sebuah perusahaan yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu.Metode faktor desain perlu ditambahkan untuk mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi implementasi tata kelola IT yang tentunya berbeda-beda di setiap perusahaan. Faktor desain yang dapat ditambahkan dikategorikan ke dalam:<ul><li>Kontekstual, yaitu faktor yang berada di luar kendali perusahaan seperti kondisi politik dan ekonomi.</li><li>Strategis, yaitu faktor yang mencerminkan pengambilan keputusan manajemen perusahaan, seperti strategi perusahaan.</li><li>Taktis, yaitu faktor yang terkait dengan implementasi sumber daya tertentu, misalnya adopsi teknologi.</li></ul><h3>Metode Penilaian</h3>Dalam mengukur kinerja proses tata kelola IT, diperlukan metode penilaian agar bisa mendapatkan hasil evaluasi yang akurat. COBIT 5 menggunakan Process Assessment Model (PAM) atau rangkaian indikator performance&nbsp;dari proses tata kelola teknologi informasi. Model ini membagi kerja IT dalam perusahaan ke dalam dua bidang, yakni tata kelola dan manajemen.&nbsp;Sementara itu, COBIT 2019 menggunakan Capability Maturity Model Implementation (CMMI) v2 sebagai indikator kinerjanya. CMMI v2 memiliki beberapa keunggulan, seperti menghubungkan tujuan bisnis dengan operasional secara langsung, memberikan best practices&nbsp;yang terus diupdate secara online, menyediakan benchmark yang konsisten dan dapat dipercaya, memberikan petunjuk manajemen yang agile, serta tersedia secara online sehingga mudah diakses.Demikian penjelasan singkat mengenai pengertian COBIT 2019 dan COBIT 5 serta perbedaan keduanya. Semoga penjelasan di atas membantu Anda untuk memahami konsep COBIT.

Apa pengertian COBIT 2019 dan COBIT 5 serta perbedaan keduanya? Berikut penjelasannya.

Pengertian COBIT 2019 dan COBIT 5 serta Perbedaan Keduanya

Know the Difference: COBIT 5 vs COBIT 2019

We believe that knowledge is something that needs to be shared and not just to be kept. Our insights are riches with proprietary data, expert analysis, and bold thinking for leaders who want to achieve the extraordinary.

WE SHARE OUR KNOWLEDGE TO THE WORLD

Insights

Kami membantu para pemimpin dan pemilik bisnis mengatasi tantangan paling kritis mereka, menanamkan kemudahan teknologi ke dalam kemampuan bisnis yang bertahan lama, dan mencapai hasil yang menjembatani kemungkinan dengan masa depan kesuksesan bisnis mereka.

Menjembatani Berbagai Kemungkinan

Kami bekerja sama secara menyeluruh dengan klien kami untuk mendefinisikan kembali cara yang lebih baik dalam menangkap nilai-nilai bisnis secara jangka panjang. Pendekatan sistematis kami menguatkan transfer pengetahuan yang menanamkan pengetahuan metodologis kepada klien kami – memastikan organisasi mereka mampu mendorong dan mempertahankan transformasi dalam jangka panjang.

Pelayanan Kami

Kami menyediakan topik pelatihan yang terkait dengan TI, Bisnis, Manajemen Risiko, dan Manajemen SDM. Melalui pelatihan kami, kami bertujuan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk membawa transformasi yang berdampak pada organisasi dan mencapai hasil yang menjembatani kemungkinan dengan masa depan kesuksesan mereka. Layanan pelatihan kami juga dirancang khusus dan dibuat berdasarkan fokus dan kebutuhan klien.

Pelatihan Kami

Selama bertahun-tahun, kami telah berkolaborasi secara langsung dengan berbagai klien untuk membuka keunggulan kompetitif mereka dan memenangkan pasar.

Dengan perspektif SDM, risiko, dan TI yang seimbang, kami memanfaatkan pengetahuan spesifik industri kami yang kuat, bekerja secara profesional berdampingan dengan eksekutif bisnis dan semua tingkat manajemen untuk mencapai dampak yang menyatu di seluruh organisasi dan unit bisnis.